Saturday, November 19, 2011

ETOS KERJA BUDDHIS

Gotong Royong
Dalam KBBI Gotong Royong diartikan sebagai Bersama-sama, tolong menolong, membawa bersama-sama. Sedangkan Gotong royong yang kita bahas pada kesempatan ini mengacu pada Gotong Royong, bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing. Dalam kata lain kita mengacu kepada kebersamaan.
Gotong royong atau kerja bakti adalah sebuah tradisi yang konon sudah mendarah daging di dalam masyarakat kita. Sikap ini juga memberi makna bahwa sekelompok masyarakat melakukan pekerjaan pekerjaan sosial masyarakat tanpa mengharap pamrih atau bayaran, upah dari dari pekerjaan itu. Masyarakat bergotong royong menyumbangkan tenaga, pikiran, bahkan makanan dan uang untuk mengerjakan sesuatu yang sudah direncanakan. Sikap dan budaya gotong royong ini menjadi sebuah strategi membangun lewat kerja sama sosial di masyarakat kita yang sudah ada sejak dahulu. Sikap yang lahir dari rasa kepedulian dan keikhlasan ini kemudian dijadikan sebagai ciri masyarakat Indonesia yang sangat kuat. Wujud dari sikap ini bisa kita lihat pada kesediaan masyarakat bergotong royong membangun jalan, membersihkan lahan sawah, kebun dan sebagainya. Gotong royong membersihkan dan bahkan membangun rumah ibadah serta sarana pendidikan serta yang lainnya yang disepakati dan direncanakan oleh masyarakat.
Lewat sikap budaya gotong royong yang dipraktekkan oleh masyarakat kita selama ini, membuktikan pula bahwa masyarakat memiliki sikap kepedulian akan sesama dan lingkungannya. Sikap ini juga memupuk kesadaran untuk saling membantu, saling bahu membahu membangun lingkungan seperti membangun berbagai sarana secara bersama-sama di desa dan sebagainya.
Fakta 26 Desember 2004 menunjukkan pula bahwa sebenarnya sikap gotong royong bukan saja milik bangsa Indonesia, tetapi juga berkembang di dalam masyarakat lain atau masyarakat internasional. Yang membedakan hanyalah pada strategi pelaksanaannya. Namun cita-cita yang ada dalam sikap itu adalah sama.
Dari kejadian-kejadian alam yang terjadi di Indonesia  kita sudah melihat dan merasakan bukti kentalnya sikap gotong royong sebagai sebuah sikap solidaritas semua bangsa untuk membantu negara Indonesia dalam menghadapi masalah tesebut. Betapa dahsyatnya bantuan yang lahir dari sikap gotong royong itu. Berbagai jenis bantuanpun mengalir bagai tak terbendung. Bantuan bukan saja dalam bentuk materi seperti bantuan logistik, bahan bangunan dan sejenisnya. Jiwa kesukarelawan dari berbagai macam orang, berbagai macam etnis, agama, budaya dan lain-lain. Begitu derasnya semangat  masyarakat dunia, atas nama solidaritas dan kemanusiaan, mereka datang untuk membantu hanya dengan semangat suka rela.
Betapa berharganya sikap gotong royong atau volunteerism tersebut. Maka wajar saja kalau kita berharap agar  budaya gotong royong tersebut tidak hilang atau mati. Oleh sebab itu sebagai sebuah budaya yang bagus atau positif serta konstruktif masyarakat menginginkan agar sikap dan budaya ini tetap exist dan tumbuh baik di dalam masyarakat.

SEMANGAT ATAU VIRIYA

Kata semangat atau Viriya sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Biasanya kata semangat ini diucapkan saat kita merasa diri kita kurang punya minat pada hal tertentu sehingga kita tidak sepenuh hati melakukan hal tersebut. Sementara kata Viriya di dalam kamus Buddha Dharma yang disusun oleh Panjika diartikan sebagai Usaha, Upaya, kekuatan, semangat. Selain itu dalam beberapa teks-teks Buddhis, antara lain pada Syair-syair Dhammapada, dan juga termasuk dalam Dasa Paramita atau sepuluh paramita, dan masih banyak yang lainya.
Berikut 2 cuplikan Dhammapada yang memuat mengenai semangat

Seseorang yang hidupnya hanya mencari kesenangan, yang inderanya tidak terkendali, yang makan tanpa batas, yang lamban dan bersemangat rendah. Sesungguhnya Mara menumbangkannya bagaikan angin menumbangkan sebuah pohon lapuk.” (Yamakavagga,7)


Seseorang yang hidupnya tidak mencari kesenangan, yang inderanya terkendali, yang makan secukupnya, yang penuh keyakinan dan bersemangat. Sesungguhnya Mara tidak dapat menumbangkannya bagaikan angin tidak dapat menumbangkan sebuah gunung karang.” (Yamaka-vagga,8)
Di dalam RAPB buku I (Riwayat Agung Para Buddha), tercantum sangat jelas mengenai Semangat/Viriya terutama menjelaskan tentang bagaimana ketika Petapa Sumedha merenungkan Parami yang harus dilengkapinya untuk menjadi Buddha.
Semangat untuk berusaha keras dapat mengatasi rasa bosan terhadap penderitaan dan sulitnya bekerja demi kesejahteraan makhluk-makhluk lain. Hal inilah yang kemudian direnungkan oleh Boddhisata Sumedha yang merupakan salah satu factor untuk mencapai ke-Buddha-an.


Sumber:
*       Kitab Suci Dhammapada
*       RAPB I (Riwayat Agung Para Buddha buku I)
*       Kamus Buddha Dharma,2004, PANJIKA, Tri Sattva Buddhist Center, Jakarta.
*       KBBI. 2009 PT Media Pustaka Phoenix, Jakarta.

No comments:

Post a Comment