SIR
ALEXANDER CUNNINGHAM
Orang berikutnya
yang hidupnya kita akan selidiki bukanlah orang yang ke Tanah Tengah sebagai
peziarah, tetapi sejak banyak dari para peziarah modern yang melihat
tempat-tempat suci Buddhis adalah berkenaan dengan usaha dia, kita tidak dapat
mengabaikan dia begitu saja. Alexander Cunningham dilahirkan pada tahun 1814
dan tiba di India pada tahun 1833 sebagai letnan dua. Ia terlihat melakukan
servis aktip pada beberapa kejadian, dan kemudian membuat dirinya sendiri
menjadi terkenal sebagai seorang administrater, penyelidik serta insinyur.
Tak lama sesudah
ia datang, ia mengembangkan suatu daya tarik terhadap India kuno, dan selama ia
melakukan perjalanan ekstensip melalui India bagian utara kusus bagian
lembah-lembahnya, ia selamanya tidak pernah kehilangan kesempatan untuk
mengunjungi beribu-ribu vihara, benteng-benteng pertahanan dan monumen-monumen
kuno lain yang terletak berserakan dibentangan alam sana. Pada jaman itu
archeologi adalah baru merupakan ilmu pengetahuan awam atau bayi, tepatnya satu
tingkat lebih tinggi dari berburu harta karun serta perampokan yang gawat,
namun demikian motip utama dari Cunningham kiranya telah menjadi keinginan asli
atau murni untuk lebih memahami sejarah India kuno, suatu sejarah yang hampir-hampir
tidak diketahui secara total oleh orang-orang India sendiri dan hanya dipahami
samar-samar oleh orang Eropa.
Archeologi pada
jaman itu dapat juga menjadi berbahaya serta merupakan pengejaran yang sia-sia
(frusting). Jalan raya adalah kasar dan tidak ada, malaria merupakan bahaya
yang konstan, bandit bandit ada dimana-mana, dan pada banyak tempat tempat
dimana Cunningham pergi, orang-orang daerah tidak mau membantu atau mereka akan
membohongi dia letak puing-puing di daerah tersebut. Yang paling parah dari
semuanya itu adalah pendeta-pendeta Brahmana akan menuntut bahwa sesuatu puing
atau peninggalan atau patung yang lama diabaikan adalah menjadi
"suci/secred" segera setelah Cunningham menunjukkan minat
terhadapnya, dan akan meminta uang sebelum mereka memperkenankan dia untuk
menggambar atau mengukur obyeknya itu.
Namun walaupun
adanya kesukaran-kesukaran ini, Cunningham belajar untuk membaca (menyelidiki
dan memahami tulisan-tulisan kuno sehingga dapat dimengerti sebagaimana arti
sebenarnya) sejumlah besar naskah atau tulisan kuno, ia mengunjungi sejumlah
besar tempat-tempat peniggalan, menyelidiki banyak di antara mereka, dan ia
mengembangkan pengetahuan luar biasanya yang benar-benar tentang geograpi India
kuno itu, gaya-gaya ilmu pahat jaman India kuno tentang numismatik serta
komperatiipnya, (gaya menyelediki dengan cara pengumpulan benda-benda kuno yang
ada serta cara membanding-bandingkannya). Demikianlah ketika dalam tahun 1861,
telah diputuskan untuk mendirikan suatu penyeledikan archeologis, Alexander
Cunningham, yang baru saja berhenti dari dinas tentara, adalah merupakan
pilihan yang wajar untuk menjadi Direktur Jendral yang pertama dari badan itu.
Mulai waktu itu hingga kembalinya ke Inggris pada tahun 1885, Cunningham
mendedikasikan dirinya untuk mengungkapkan dan melestarikan India kuno.
Dari sudut
pandangan kaum Buddhis pentingnya peran Cunningham adalah diminat pribadinya
dalam melokasikan tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Sang Buddha.
Sebagai seorang muda seperti dia itu, seperti banyak orang-orang Victoria,
orang-orang Kristen Evangelis yang percaya bahwa makin cepat kepercayaan-nya
sendiri dapat menggantikan kepercayaan pribumi India, adalah lebih baik.
Beberapa dari tulisan-tulisan yang awal dari padanya mengindikasikan bahwasanya
ia berpikir bahwa mata batin dari arckeologi dapat menjadi suatu senjata
berguna untuk membantu memajukan ke Kristenan. Pendapatnya yang lemah tentang
Hinduisme dan Islam kiranya selamanya tidak pernah berubah, tetapi ketika ia
mendapat pengetahuan tentang Buddhisme lebih baik, ia sedikit demi sedikit
mengembangkan respek yang mendalam terhadap pandangan atas kehidupan serta
kontribusinya kepada peradaban India. Dengan menarik pengalamannya sendiri yang
luas, penyelidikan terhadap yang lain-lain, perkenalannya kepada
catatan-catatan yang dibuat oleh peziarah-peziarah Tiongkok dan sebagian besar
dari hasil karya yang hebat dan akurat, Cunningham mengidentifikasi atau
me-verifikasi terhadap identitas Savatthi, Kosambi, Kusinara dan beberapa tempat-tempat
peninggalan di Rajagaha. Ia juga menggali pada tempat-tempat di Madhura,
Sarnath dan Bodh Gaya.
Ia merasakan daya
tarik khusus terhadap Kuil Mahabohi, dan tinggalkan yang pertama daripadanya
untuk ditunjuk sebagai kepala dari penyelidikan Archeologi adalah untuk
mengunjungi kuil besar untuk mempertimbangkan tindakan apa yang dapat diambil
untuk dapat mengadakan penggalian pada tempatnya serta melestarikan
patung-patung beserta prasastinya. Atas rekomendasinya, Mayor Mead menggali
kuil pada tahun 1863, walaupun ia selamanya tidak pernah mengumumkan
penemuannya itu. Cunningham mengujungi tempat lokasi sekali lagi pada tahun
1875 dan dalam buku terakhirnya, Mahabodhi, vihara Buddha besar di bawah pohon
Bodhi di Buddha Gaya, berisikan jumlah total dari penyelidikan-penyelidikan
sendiri serta orang lain, penemuan-penemuan dan impresi-impresi dari kuil itu.
SIR EDWIN
ARNOLD
Dimulai dengan
Buchanan dalam tahun 1809, para pelancong dari Inggris kadang-kadang
mengunjungi Bodh Gaya atau Sarnath untuk menyelidiki bertumpuknya
monumen-monumen dan dengan penuh harapan mengumpulkan benda antik "curios
atau barang ajaib/suvenir", banyak diantaranya dapat dengan mudah dipungut
dari tempat-tempat yang diabaikan dan ditinggalkan itu. Tetapi orang-orang
Inggris yang datang ke Bodh Gaya pada tahun 1885 bukan datang sebagai orang
yang melihat-lihat pemandangan atau turis, tetapi sebagai peziarah. Namanya
adalah Edwin Arnold sudah mempunyai nama baik sebagai pengarang puisi halus
ketika ia diangkat sebagai Dekan Unversitas utama di pune pada tahun 1857, dan
dengan sikapnya yang liberal serta pengetahuannya tentang bahasa Sansekerta ia
segera mengembangkan suatu daya tarik dalam agama India kuno dan khususnya
Buddhisme.
Ketika ia kembali
ke Inggris pada tahun 1861, Arnold mendapat pekerjaan sebagai penulis roman
pada harian Daily Telegraph, suatu surat kabar yang kemudian ia menjadi
editornya, dan melanjutkan studinya tentang Buddhisme. Tepatnya apa yang ia
baca adalah tidak dikenal disana hanya terdapat sedikit buku-buku yang dapat
dipertanggung jawabkan tentang Buddhisme pada waktu itu dan bahkan lebih
sedikit terjemahan dari naskah-naskah Buddhis tetapi dalam tahun 1879 ia
menerbitkan syairnya yang terkenal, The Light of Asia (sinar Asia), yang secara
akurat dan simpatik menggambarkan riwayat hidup serta ajaran-ajaran dari Sang
Buddha. Syair itu sangat sukses luar biasa dan membantu masyarakat Inggris
mengerti temimbang agak menjadi "Pemujaan berhala yang samar-samar serta
pesimistis" (gloomy pesstic idoltary) yang diuraikan di dalam catatan
misionaris Kristen, Buddhisme sangat rumit dan merupakan falsafah etika dengan
kencantikan dan daya tarik tersendiri. Kaum Buddhis di Timur, lama sudah
terbiasa mendengar hanya komentar-komentar yang sifatnya menghina agama mereka
dari orang-orang Eropa, mereka senang sekali dengan syair itu dan membuat
Arnold menjadi seorang pahlawan.
Arnold telah lama
berkeinginan untuk pergi ke Bodh Gaya dan Sarnath, dan apabila ia menerima
banyak sekali undangan untuk mengunjungi Sri Lanka, Thailand, Burma dan Jepang,
ia mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan ke Timur dan pada waktu yang
sama memenuhi keinginan yang sudah lama dari itu. Pada waktu ia tiba, ia sangat
tergerak hatinya ketika berdiri di dalam taman vihara Mahabodhi, terinspirasi
untuk berpikir bahwa disinilah Sang Buddha telah mencapai Kesempurnaan, tetapi
pada waktu yang sama ia menjadi sangat sedih oleh pengabaian umum terhadap
vihara besar itu. Ia pergi kebelakang vihara dan berdiri dengan diam di bawah
pohon Bodhi dan ketika ia bertanya kepada salah satu pendeta Hindu apakah ia
boleh mengambil beberapa lembar daun dari pohon itu, pendeta itu menjawab:
"Petiklah sebanyak yang kamu mau, sahib, ia bukan apa-apa bagiku."
Kemudian, Arnold
pergi ke Sarnath, mengatakan tentang tempat sesudahnya: "Suatu tanah yang
lebih suci daripada ini sangat sukar untuk ditemukan di lain tempat
dimanapun." Sambil meneruskan perjalanan-nya, Arnold tiba di Sri Lanka
menghadapi penyambutan yang sifatnya huru hara dari kaum Buddhis pulau itu. Ketika
ia bertemu dengan Weligama Sri Sumanggala, bhikkhu cendekiawan yang paling luar
biasa pintarnya dari jaman itu dan merupakan salah satu pemimpin dari
kebangkitan kembali Buddhisme yang dengan cepatnya memenangkan momentum di
sana, Arnold menguraikan keadaan sengsara dari vihara Mahabodhi dan
menganjurkan bahwa sesuatu harus dapat dilakukan tentang itu. Gagasan itu
ditanggapi dengan rasa entusisme besar, dan Arnold menjanjikan untuk bicara
dengan penguasa di Inggris dan India, sesuatu yang dengan mudahnya dapat ia
lakukan, karena ia ditempatkan pada lembaga Inggris.
Sementara adalah
Edwin Arnold yang menerima gagasan mulia untuk memugar vihara Maha Bodhi bagi
kaum Buddhis serta menggerakan usaha itu, tugas untuk melaksanakan itu hingga
akhirnya hanya dapat dilakukan oleh yang lain-lain. Tetapi bahkan hingga
sekarang ini Arnold masih memberikan pengaruhnya serta tulisan-tulisannya bagi
sebab-sebab itu. Ia bertemu dengan atau menulis kepada Gubernur Sri Lanka,
Sekretaris Negara India, Jendral Cunningham ("yang sama sekali bersimpati
dengan gagasan itu"), bahkan kepada Viceroy/rajamuda, dan pada tahun 1893
ia menulis suatu artikel di Daily Telegraph penuh perasaan dan gairah
menganjurkan penguasaan atau pengontrolan bagi kaum Buddhis terhadap vihara
Mahabodhi itu.
Ketika Edwin
Arnold meninggal pada tahun 1904., gagasan yang ia telah cetuskan kurang lebih
dua puluh satu tahun sebelumnya masih saja belum dilaksanakan, dan ternyata
tidak dilaksanakan untuk hampir lima puluh tahun lamanya. Tetapi ketika peziarah
bersembahyang di vihara Mahabodhi sekarang ini atau berkeliling di dalam
kebun-kebun yang sunyi yang mengelilinginya, adalah baik untuk mengingat betapa
peziarah Buddhis modern berhutang pada kaum Buddhis barat awal ini.
No comments:
Post a Comment