Baylie Karpinski
"Setiap orang adalah guru kita, setiap
tempat adalah sekolah kita, setiap peristiwa adalah buku pelajaran kita"
Ntah apa yang teman2 pertama rasakan ketika melihat foto ini. Seorang anak perempuan manis yang kurang beruntung... Dia adalah Baylie Karpinski. Lahir dalam keadaan cacat fisik (mirip Hellen Keller, tuna grahita, tuna rungu, tuna netra, tuna wicara, lumpuh..... Komplit!). Dan ntah karma apa yang sudah dia perbuat sehingga lahir
dalam sebuah keluarga yang kurang menyenangkan. Ibunya perokok dan peminum berat, dilengkapi dengan kehidupan sex yang amburadul. Ayahnya tidak pernah diketahui siapa....
Selama 5 tahun ia menjadi “anak Negara”. Menginjak usianya yang ke 6, datanglah Frank dan Ginny Karpinski, sepasang suami istri yang tinggal di Stella, Nebraska, mengadopsinya. Bukan karena mereka “kekurangan anak”, dengan 2 putri kandung dan 3 putra putri adopsi sebelumnya yang membuat Ginny dan Frank memilih Baylie untuk menjadi anak adopsinya yang ke 4. Tapi Metta dan Karuna mereka yang begitu besar (walau mungkin tidak disadarinya) yang telah mendorong mereka untuk melakukannya!
Betapa sibuknya ibu ini sehari-harinya. Ia dan suaminya memelihara sekian banyak anjing, kucing, ayam, angsa, babi, kuda, burung merak, dan juga kelinci di Ranchnya yang cukup luas. Masing-masing mahluk ini ia beri nama yang di telinga saya terdengar bagus2, keren2, manis2. Tetapi masih sempat merawat Baylie yang demikian banyak membutuhkan perhatian khusus.
Saya mengenal Ginny sebagai teman email 15 tahun lalu. Keluarga yang amat harmonis dengan Ginny sebagai ibu yang memberikan ayoman kepada seluruh anggota keluarganya. Bahkan hewan2 peliharaannya pun begitu manja pada suami-istri itu. Mengapa saya tahu? Karena Ginny dan saya bertukar video yang berisi kegiatan kami sehari-hari.... (saya merekam kegiatan saya sebagai ibu rumahtangga disini, termasuk ke pasar, lingkungan tempat tinggal saya, kegiatan anggota keluarga di rumah dll. Dia juga memperlihatkan hal yang kurang lebih sama, ditambah dengan kegiatannya bersama binatang2 dan anak2nya)… Kami slaing menyimak dan mempelajari.
Betapa ramahnya temanku ini. Ia bukan seorang Buddhis, namun ia banyak bertanya kepada saya mengenai Karma yang dia simpulkan secara sederhana sebagai “something like it always comes back to you”
Saya melihat di videonya, bagaimana dia dan keluarganya merawat anak2 cacat adopsinya. Yang bisa dia tingkatkan kemampuan gerak fisik dan mentalnya, dia akan lakukan itu seperti seorang guru Sekolah Luar Biasa. Bila anak adopsinya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berbaring, ia akan mendampingi, membacakan cerita (walaupun anak seperti Baylie belum tentu mengerti), menyanyi untuknya, bercanda, dan apapun yang dia bisa lakukan untuk memancing reaksi anak tsb secara fisik dan emosional…. Hal yang melelahkan, namun sekaligus menjadi kebanggaan bagi Ginny bila ia dapat membuat Baylie tersenyum walaupun tanpa ekspresi. Pandangannya tetap terlihat kosong karena memang ia buta.
Ginny seringkali mengatakan “Mommy loves you, honey” kepada anak2 adopsinya yang cacat mental dan fisik sambil mendekap dan menciumnya… Terlihat sekali, anak2 ini menerima signal Cinta sang mommy dengan reaksi memeluk kembali dan tersenyum. Scenes seperti ini membuat saya terharu dan menitikkan airmata ketika pertama melihat videonya.
Saya tanyakan padanya, bagaimana dia bisa memiliki rasa Welas asih yang demikian besar terhadap "anak nobody" dan cacat fisik/mental pula.
Tercengang saya mendapatkan jawabannya,
“Andaikan kamu terlahir seperti mereka, apa yang kamu harapkan?”
Saat itu saya menyadari, “saya bukan apa-apa dibanding Ginny yang mungkin tidak pernah mengenal apa itu Metta dan Karuna secara teoritis.
Saya berdiskusi dengan suami, adakah seorang Buddhis yang dia kenal, yang melakukan hal sama seperti Ginny?
Dia menjawab, sepertinya belum pernah ketemu….
Seharusnya saya malu, kalaupun saya berkeinginan mengadopsi seorang anak, sejujurnya, tentulah yang saya cari adalah anak yang sehat, kalau perlu cantik atau tampan, pandai dan sejumlah kondisi2 positif lainnya… Tidak akan sengaja2 memilih anak yang nantinya “akan merepotkan”…
Dibandingkan Ginny yang Cuma tahu definisi KARMA sesederhana itu, dan tidak mengetahui hal2 ideal lainnya dalam Buddhisme, saya belumlah apa2, dan bukan apa2…
Hingga sekarang Ginny menganggap saya “sister”nya. “We learn from each other through the differences” katanya…
Dan saya katakana padanya, “When God created you, He smiled because He knew you would teach a lot of people how to really love and to make them happy. And I’m so happy for you”.
Dia bukan Buddhis, tapi saya amat yakin, apa yang dilakukannya secara alami (Metta Karuna) dapat mengajarkan kta yang Buddhis secara langsung, dan bukan cuma teori…
Ntah apa yang teman2 pertama rasakan ketika melihat foto ini. Seorang anak perempuan manis yang kurang beruntung... Dia adalah Baylie Karpinski. Lahir dalam keadaan cacat fisik (mirip Hellen Keller, tuna grahita, tuna rungu, tuna netra, tuna wicara, lumpuh..... Komplit!). Dan ntah karma apa yang sudah dia perbuat sehingga lahir
dalam sebuah keluarga yang kurang menyenangkan. Ibunya perokok dan peminum berat, dilengkapi dengan kehidupan sex yang amburadul. Ayahnya tidak pernah diketahui siapa....
Selama 5 tahun ia menjadi “anak Negara”. Menginjak usianya yang ke 6, datanglah Frank dan Ginny Karpinski, sepasang suami istri yang tinggal di Stella, Nebraska, mengadopsinya. Bukan karena mereka “kekurangan anak”, dengan 2 putri kandung dan 3 putra putri adopsi sebelumnya yang membuat Ginny dan Frank memilih Baylie untuk menjadi anak adopsinya yang ke 4. Tapi Metta dan Karuna mereka yang begitu besar (walau mungkin tidak disadarinya) yang telah mendorong mereka untuk melakukannya!
Betapa sibuknya ibu ini sehari-harinya. Ia dan suaminya memelihara sekian banyak anjing, kucing, ayam, angsa, babi, kuda, burung merak, dan juga kelinci di Ranchnya yang cukup luas. Masing-masing mahluk ini ia beri nama yang di telinga saya terdengar bagus2, keren2, manis2. Tetapi masih sempat merawat Baylie yang demikian banyak membutuhkan perhatian khusus.
Saya mengenal Ginny sebagai teman email 15 tahun lalu. Keluarga yang amat harmonis dengan Ginny sebagai ibu yang memberikan ayoman kepada seluruh anggota keluarganya. Bahkan hewan2 peliharaannya pun begitu manja pada suami-istri itu. Mengapa saya tahu? Karena Ginny dan saya bertukar video yang berisi kegiatan kami sehari-hari.... (saya merekam kegiatan saya sebagai ibu rumahtangga disini, termasuk ke pasar, lingkungan tempat tinggal saya, kegiatan anggota keluarga di rumah dll. Dia juga memperlihatkan hal yang kurang lebih sama, ditambah dengan kegiatannya bersama binatang2 dan anak2nya)… Kami slaing menyimak dan mempelajari.
Betapa ramahnya temanku ini. Ia bukan seorang Buddhis, namun ia banyak bertanya kepada saya mengenai Karma yang dia simpulkan secara sederhana sebagai “something like it always comes back to you”
Saya melihat di videonya, bagaimana dia dan keluarganya merawat anak2 cacat adopsinya. Yang bisa dia tingkatkan kemampuan gerak fisik dan mentalnya, dia akan lakukan itu seperti seorang guru Sekolah Luar Biasa. Bila anak adopsinya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berbaring, ia akan mendampingi, membacakan cerita (walaupun anak seperti Baylie belum tentu mengerti), menyanyi untuknya, bercanda, dan apapun yang dia bisa lakukan untuk memancing reaksi anak tsb secara fisik dan emosional…. Hal yang melelahkan, namun sekaligus menjadi kebanggaan bagi Ginny bila ia dapat membuat Baylie tersenyum walaupun tanpa ekspresi. Pandangannya tetap terlihat kosong karena memang ia buta.
Ginny seringkali mengatakan “Mommy loves you, honey” kepada anak2 adopsinya yang cacat mental dan fisik sambil mendekap dan menciumnya… Terlihat sekali, anak2 ini menerima signal Cinta sang mommy dengan reaksi memeluk kembali dan tersenyum. Scenes seperti ini membuat saya terharu dan menitikkan airmata ketika pertama melihat videonya.
Saya tanyakan padanya, bagaimana dia bisa memiliki rasa Welas asih yang demikian besar terhadap "anak nobody" dan cacat fisik/mental pula.
Tercengang saya mendapatkan jawabannya,
“Andaikan kamu terlahir seperti mereka, apa yang kamu harapkan?”
Saat itu saya menyadari, “saya bukan apa-apa dibanding Ginny yang mungkin tidak pernah mengenal apa itu Metta dan Karuna secara teoritis.
Saya berdiskusi dengan suami, adakah seorang Buddhis yang dia kenal, yang melakukan hal sama seperti Ginny?
Dia menjawab, sepertinya belum pernah ketemu….
Seharusnya saya malu, kalaupun saya berkeinginan mengadopsi seorang anak, sejujurnya, tentulah yang saya cari adalah anak yang sehat, kalau perlu cantik atau tampan, pandai dan sejumlah kondisi2 positif lainnya… Tidak akan sengaja2 memilih anak yang nantinya “akan merepotkan”…
Dibandingkan Ginny yang Cuma tahu definisi KARMA sesederhana itu, dan tidak mengetahui hal2 ideal lainnya dalam Buddhisme, saya belumlah apa2, dan bukan apa2…
Hingga sekarang Ginny menganggap saya “sister”nya. “We learn from each other through the differences” katanya…
Dan saya katakana padanya, “When God created you, He smiled because He knew you would teach a lot of people how to really love and to make them happy. And I’m so happy for you”.
Dia bukan Buddhis, tapi saya amat yakin, apa yang dilakukannya secara alami (Metta Karuna) dapat mengajarkan kta yang Buddhis secara langsung, dan bukan cuma teori…
No comments:
Post a Comment