Siripada berasal dari kata Pali, terdiri kata Siri berarti “Mulia”,
dan Pada berarti “Jejak Kaki”. Siripada berarti “Jejak Kaki Mulia”.
Siripada Puja adalah rangkaian ritual penghormatan kepada Telapak
Kaki Suci Buddha, biasanya dilakukan pada saat purnama di Bulan Kattika (
sekitar November menurut penanggalan Solar).
Sejarah Siripada
Diceritakan bahwa pada saat Buddha pergi dari Sawatthi untuk
mengunjungi Y.A. Punna Mantaniputta di Sunaparanta, Beliau singgah di gunung
Saccabandha, dimana terdapat seorang pertapa yang bernama Saccabaddha. Buddha
membabarkan Dhamma kepada pertapa tersebut yang segera mencapai tingkat
kesucian Arahat. Pada waktu perjalanan pulang, Beliau kembali melewati gunung
Saccabandha, saat di tepi sungai Nammada, Raja Naga muncul dan memberikan
penghormatan yang luar biasa. Kemudian Raja Naga memohon kepada Buddha untuk
meninggalkan kenang-kenangan. (Versi
lain: Buddha mengajarkan Dhamma kepada raja Naga yang sering mengganggu
penduduk, Naga akhirnya menjaga desa tersebut. Penduduk yang berterimakasih
memohon pada Buddha untuk meninggalkan jejakNya).
Atas permohonan itulah akhirnya Buddha berkenan meninggalkan
kenang-kenangan berupa Jejak kaki Buddha. Karena kekuatan kesaktian yang luar
biasa, meskipun di atas batu yang keras, jejak kaki Buddha tampak jelas,
lengkap dengan tanda-tanda istimewa seorang Maha Sempurna, yaitu guratan
Dhammacakka (Roda Dhamma) di tengah telapak kakiNya. Tanda itu merupakan salah
satu dari 32 tanda istimewa (mahalakkhana) dari seorang Sammasambuddha.
Guratan roda Dhamma tersebut membawa pesan spiritual bagi umat
Buddha, baik Garavasa maupun Pabbajjita. Pesan spiritual yang melambangkan
petunjuk “ Ikutilah Jejak Mulia Buddha”
atau “Ikutilah Dhamma”.
Menurut legenda, Siripada dijaga dan dihormati oleh para Naga
sebagai objek pemujaan pada Buddha, bahkan di beberapa tempat, saat
dilaksanakan Siripada Puja, ada sebagian orang meyakini pemunculan sosok naga.
Selain yang terdapat di tepi sungai Nammada, menurut kitap pali kanon, masih
ada lagi 4 tempat yang dipercaya dibuat langsung oleh Buddha, yaitu di
pegunungan Suwannamalika, di gunung Suwanna, di bukit Summana dan di
Yonakapura.
Di Siam/Thai terdapat sebuah gunung suci bernama Saccabandhawa,
yang dipercaya terdapat juga sebuah Siripada yang muncul secara gaib. Raja
Siam, Dhammika, pernah mengirimkan sebuah model Siripada, beserta pemberian
lain, kepada Raja Srilangka, Kittisiri Rájasíha. Pada masa lampau, saat purnama
Kattika, penduduk melaksanakan puja Siripada. Bagi penduduk di tepian Sungai
Nammada yang tinggal jauh dari letak Siripada, mereka menunggu saat sungai
pasang karena hujan. Mereka membuat semacam bunga teratai dari daun dan batang
pisang, mengisi dengan bunga, dupa dan pelita. Saat purnama muncul,
berbondong-bondong mempersembahankan Amisa Puja tersebut dihanyutkan di sungai
dengan melantunkan Siripada Puja Gatha. Arus sungai membawa ribuan Amisa Puja,
berkelip-kelip demikian indah, dan membawa udara harum menuju Siripada. Sampai
kini, tradisi ritual tersebut masih dilakukan di India, Nepal, Myanmar,
Srilangka dan Thailand.
Meskipun jauh dari sungai Nammada, umat Buddha dapat melaksanakan
puja dengan menghanyutkan Amisa Puja di laut, sungai, danau, atau kolam, dengan
niat tulus untuk menghormat dan memuja Tiratana, bersujud di kaki Guru Agung
Dunia, Guru Buddha. Saat menghanyutkan Amisa Puja, dapat dibangkitkan tekad
(adhitthana) untuk melepaskan moha (kemasabodohan), lobha (keserakahan) dan
dosa (kebencian). Melepaskan kekotoran batin akan memunculkan kejernihan dan
penerangan.
Sumber:
Buku Panduan Rangkaian Kathina Dana dan Siripada Puja 2547 BE/
2003, Di Vihara Buddha Prabha, Yogyakarta.
Bhikkhu Bodhi, 2000, Mengapa Berdana, Wisma Sambodhi, Klaten
Buku Pegangan Bhikkhu, 2000, Medan.
Drs. Teja S.M. Rasyid, 1994,Materi Pokok Kitab Suci Vinaya Pitaka
II, Dirjed Bimas Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka, Jakarta.
Cunda J. Supandi, 1997, Dhammapada, Karaniya, Jakarta
Herman S. Endro SH. ,1997, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender
Buddhis 1996 – 2026, Yayasan Dharmadiepa Arama, Jakarta.
Phra Ajahn Plien Panyapatipo, 1991, Cara Yang Benar Dalam Berdana,
Mutiara Dhamma, Bali.
Nyanaponika Thera dan Bhikkhu Bodhi, 2001, An Anthology of Suttas
From The Anguttara Nikaya, Wisma Meditasi dan pelatihan
Majalah Jalan Tengah edisi 9 Febuari 1991, Vihara Dhammacakka
Jaya, Jakarta.
Yan Saccakiriyaputta, 1993, Kunci Rahasia Kehidupan, Dhamma-Dana,
Singaraja.
No comments:
Post a Comment