Saturday, November 19, 2011

CARA MUDAH MENGUBAH NASIB


Memperhatikan prilaku manusia yang pada umumnya cenderung mencari rasa aman melalui perlindungan kepada hal-hal gaib dan takhayul, serta memperoleh sesuatu yang dianggap sebagai perwujudan dari pencarian yang telah mereka lakukan selama ini, berikut diilustrasikan berbagai hal dan tindakan manusia dalam mengubah nasibnya atau “takdir” yang katanya telah ditemukan itu.
Benyak orang yang pada saat mengalami hambatan dalam hidupnya, misalnya: rugi dalam bisnis, rumah tangga berantakan, gangguan kesehatan, atau menghadapi banyaknya kendala dan hambatan dalam hidupnya, selalu pergi mencari “orang pintar” atau peramal nasib.
Manusia di dunia beraneka ragam. Ada yang sukses dan ada yang gagal. Ada yang merasa bahwa manusia di dunia ini telah benar-benar telah diatur nasibnya (sudah ditakdirkan) sedemikian rupa. Segala perubahan, kehilangan harta dan kedudukan, gembira dan sedih, pertemuan dan perpisahan, semuanya dianggap tidak terlepas dari pengaturan “nasb” atau “takdir”. Begitu sakti dan hebatkah “takdir” itu? Sampai banyak orang yang selalu mencoba untuk mengubahnya, tetapi kebanyakan orang tidak mengerti caranya sehingga hasinya hanya sia-sia belaka. Ada yang pergi meramal nasibnya yang kurang bagus, selalu bertanya apakah ada cara untuk mengubahnya? Jawabnya selalu “ada” atau “ada-ada saja”.
Bagaimana caranya? Untuk menjawab itu harus dimengerti terlebih dahulu, apa penyebab timbulnya nasib baik dan buruk? Dan apa ada yang mengaturnya.

TERJADINYA NASIB BAIK DAN BURUK
Pada umumnya orang mengatakan bahwa saat seorang bayi dilahirkan nasibnya sudah digariskan (ditakdirkan), sehingga peramal bisa mengungkap nasib seseorang dari tanggal dan jam lahirnya. Di dunia ini ada yang kaya, yang miskin, yang hidup enak, yang hidup sengsara. Apakah semua itu ditentukan oleh dewa atau sesosok makhluk adikodrati yang memiliki kekuatan sakti mandra guna? Kalau demikian benar adanya, sangatlah tidak adil dalam kehidupan ini, karena orang yang bernasib buruk sering bertanya, “kenapa orang lain bisa hidup begitu sedangkan hidup saya begitu sengsara?” apa yang menyebabkannya?
Oran yang kehhidupan rumah tangganya berantakan, sering bertanya, “kenapa rumah tangga tetangga lebih harmonis, sedangkan saya berantakan?”  lebih lanjut, sering kita membaca berita di koran atau media lainnya mengenai peristiwa tabrakan dan bencana yang menimpa. Tersentak kita berpikir, kenapa orang tersebut bisa bernasib begitu buruk?
Umumnya para peramal menjawab pertanyaan tersebut, bahwa semua itu dikarenakan tanggal dan jam lahirnya yang kurang bagus dan ada ketidak-cocokan dengan unsur-unsur lainnya yang terkesan agak magis dan takhayul. Menyambung jawaban tersebut, mengapa tidak ada yang mencoba bertanya: Kenapa manusia terlahir ada yang tanggal, jam lahirnya bagus dan ada yang jelek? Kenapa yan menakdirkan itu begitu tidak adilnya? Jadi, jangan hanya berpikir solusi atas hal-hal jelek yang timbul saja.
Mendalami hal di atas, terlebih dahulu harus dimengerti dasar pemikiran dari yang sering kita dengar bahwa yang dikatakan nasib orang itu juga disebabkan oleh kaidah “sebab dan akibat”. “Sebab dan akibat” ini mempunyai makna bahwa karena perbuatan pada masa lampau maka kita akan menerima akibat dari perbuatan tersebut pada masa sekarang. Dan hasil yang akan datang ditentukan oleh hasil yang sekarang.
Dengan demikian, jika ingin mengetahui perbuatan pada masa lampau, lihatlah kehidupan yang sekarang, dan jika ingin mengetahui kehidupan kita pada masa yang akan datang lihatlah perbuatan kita yang sekarang. Artinya: pada kehihdupan lampau kita menanam sesuatu perbuatan maka pada kehidupan kini kita akan keketik hasilnya. Demikian juga jika pada masa kini kita melakukan sesuatu perbuatan maka kita akan memetik hasilnya pada masa yang akan datang.
Berikut dapat dilihat beberapa contoh yang membuat kita bisa lebih mengetahui prinsip sebab-akibat dari perbuatan bajik atau jahat, yaitu: menanam biji semangka akan berbuah semangka, menanam biji kacang akan berbuah kacang. Prinsip demikian sangatlah adil, siapa yang berbuat dia yang akan menanggung akibatnya (yang bertanggung jawab)
·      Manusia yang secara langsung atau tidak langsung, sering membunuh makhluk lain tanpa adanya rasa sedih dan menyesal, mereka akan terlahir dengan kondisi berumur pendek atau berpenyakitan.
·      Manusia yang berbudi luhur, yang tidak membunuh makhluk lain, mereka akan terlahir dengan kondisi menikmati panjang umur.
·      Manusia yang sering memukul, menyiksa, menyakiti, dan melukai makhluk lain, mereka akan terlahir dengan kondisi mendapatkan banyak penyakit.
·       Manusia yang selalu dipenuhi kebencian dan kemarahan, mereka akan terlahir dengan kondisi bermuka jelek.
·      Manusia yang bila melihat keberhasilan orang lain, kemudian menghalangi orang lain supaya tidak berhasil, mereka akan terlahir dengan kondisi selalu gagal dan banyak halangan.
·      Manusia yang tidak saling menghormati dan selalu bersikap sombong, mereka akan terlahir menjadi orang yang hina dan tidak dihormati.
·      Manusia yang selalu memiliki rasa hormat terhadap orang lain yang patut dihormati dan tidak pernah sombong, mereka akan terlahir menjadi orang yang selalu dihormati dan disegani baik teman maupun lawan.
·      Manusia yang kikir dan tidak pernah mau berdana untuk menolong orang miskin atau selalu serakah memanipulasi harta orang lain, mereka akan terlahir sebagai orang miskin.
·      Manusia yang hidupnya penuh amal, tidak kikir dan sering berdana uuntuk menolong orang miskin serta mau menyediakan obat-obatan untuk menolong mereka yang sedang sakit, mereka akan terlahir menjadi orang kaya dan terpandang.
Selain contoh di atas, misal banyak lagi contoh lain sebap akibat yang berdampak saling balas dendam atau saling balas budi antara satu mahluk dengan mahluk lain.
Tidak jarang pula,”sebap akibat” terjadinya pada rentang kehidupan yang sama. Misalnya, jika pada kehidupan ini banyak berbuat amal, akibatnya juga terjadi pada masa kehidupan ini juga. Banyak juga yang akibatnya setelah beberapa kali kelahiran berikutnya. Hal ini sangat tergantung pada sedikit banyaknya amal kebajikan atu kejahatan yang pernah dilakukan.

PENENTU NASIB DAN PERINSIP MENGUBAH NASIB
Siapakah yang sebenarnya menentukan kita menjadi kaya, miskin, berkedudukan, hina dina, suksesdan gagal? Beranjak dari uraian diatas, semakin jelaslah bahwa penentu nasib kita bukan orang lain, melainkan diri kita kitasendiri. Hal ini disebapkan karena yang terjadi pada kehidupan sekarang ditentukan oleh perbuatan pada kehidupan lampau.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kitan dengar orang bertanya:
·         Saya banyak berbuat amal, banyak membantu orang, tetapi kenapa banyak orang yang membenci saya?
·         Saya banyak berbuat amal, tetapi kenapa hidup saya banyak men dapat halangan? Sedangkan orang lain yang penuh tipu muslihat, malah penuh dengan kesuksesan?
Menjawab pertanyaan tersebut,
·         Yang dilakukan saat ini tidak harus atau selalu berakibat begitu cepat di saat sekarang, ada yang akibatnya muncul pada hari tua dan sebagian akibatnya sesuadah mereka dilahirkan kembali pada masa yang akan datang.
·         Yang didapatkan sekarang, sebagian merupakan hasil perbuatan pada masa lampau. Pada kehidupan sekarang banyak berbuat amal, tetapi selalu hidup sengsara, banyak halangan. Ini semua karena perbuatan pada kehidupan lampau yang berakibat pada kehidupan sekarang. Waktu yang diperlukan dari satu sebap sampai berakibat atas perbuatan baik atau buruk tidaklah sama. Misalnya, ada perbuatan buruk yang sudah kelihatan akibatnya, ada yang sampai puluhan tahun baru muncul, ada yang muncul setelah kelahirankembali, ada yang muncul setelah beberapa kali kelahiran. Bagi yang menanam kejahatan terlalu besar, memiliki kemungkinan terlahir kembali menjadi binatang atau mahluk renadah lainnya, atau bahkan dilahirkan beberapa kali di alam-alam tersebut.
Bagian terpenting dari hukum sebap-akibat ini adalah hasil dari suatu perbuatan bajik atau jahat memiliki kondisi saling memengaruhi dan saling tarik menarik, tetapai tidak bisa saling menghapus kebajikan dan kejahatan yang telah dan akan dilakukan. Misalnya, pada kehidupan lampau banyak menanam kebajikan, pada kehidupan kini seharusnya menikmati hasil kebajikan selama puluhan tahun, tetapi pada kehidupan sekarang banyak melakukan kejahatan, maka kadar hasil kebajikan yang dapat dinikmati akan menjadi berkurang. Demikian juga berlaku sebaliknya. Inilah yang disebut “nasib,  kita yang tentukan sendiri”, sekaligus merupakan prinsip untuk mengubah nasibmenjadi seperti yang kita inginkan.
Bila seseorang pada kehidupan lampau dengan sengaja ataupun tidak telah menentukan nasib jeleknya pada kehidupan sekarang (dengan banyak berbuat jahat), mak dia harus cepat sadar untuk mulai banyak berbuat kebajikan supaya kadar dari hasil kejahatan menjadi berkurang. Apabila kebajikannya dilakukan secara konsisten, tidak terputus, maka akan tiba saatnya menikmati hasil kebajikan tersebut dengan kadar yang lebih baik. Inilah prinsip untuk mengubah nasib buruk menjadi nasib baik.
Ada sebuh kisah di zaman Dinasti Ming. Pada saat itu hiduplah seorang bernama Yen Le Fan yang melakukan amal kebajikan untuk jangka waktu panjang dan tanpa terputus. Hal itu telah mengubah nasibnya dari pendek umur, tidak punya anak, tidak terkenal, menjadi sebaliknya.
Berikut cerita selengkapnya. Yen Le Fan tinggal di Jiang Nan,melewati masa mudanya dengan keluarganya yang miskin. Suatu haru dia mengunjungi kelenteng Chi Yin dan bertemu dengan seorang peramal hebat. Yen mengundang si peramal ke rumahnya untuk meramal keluarganya. Ternyata semua yang disebutkan benar-benar tepat dan saat giliran Yen diramal,  siperamal dengan tidak ragu mengatakan bahwa pada umur tertentu dia akan lulus ujian sarjana muda, pada umur tertentu akan lulus sarjana, tetapi dia tidak akan lulus ujian untuk menjadi pejabat tinggi dan hanya menjadi pegawai rendah, tidak akan punya anak, umur hanya 53 tahun, meninggal pada tanggal 14, bulan 8, sekitar pukul 1-3 dini hari.
Setelah berselang beberapa tahun, semua yang diramalkan tersebut benar-benar terjadi, sehingga Yen percaya bahwa nasib baik dan buruk sudah ditentukan sejak lahir dan tidak mungkin untuk dilawan lagi. Sejak saat itu Yen tidak pernah punya cita-cita lagi, dia hanya menjalani hidup sesuai dengan nasib.
Seiring perjalanan waktu, suatu hari Yen pergi ke Nanjing dan disana dia bertemu dengan seorang Bhikkhu. Bhikkhu tersebut menjelaskan kepada Yen mengenai “hukum sebab-akibat” dan “prinsip nasib kita yang menentuakan sendiri”. Bhikkhu tersebut juga manasehati Yen agar tidak menyerah pada nasib.
Dari penjelasan Bhikkhu tersebut, Yen menjadi sadardan mengambil keputusan untuk menciptakan nasibnya sendiri dengan cara sendiri. Awalnya d. ia menyesali kesalahannya pada masa lampau, lalu bertekad untuk melakukan 3.000 perbuatan amal. Sejak saat itu setiap hari dia mencatat perbuatan baik dan buruknya di buku catatan. Belum sapai masa 2 tahun dan belum genap 3.000 perbuatan amal, dia berhasil lulus ujian dan menajadi pejabat tinggi. Hasil ramalan tersebut menjadi tidak tepat.
Sesudah itu dia bertekad lagi untuk melakukan 3.000 perbuatan amal dengan harapan memperoleh anak. Ternyata belu lewat setengah tahun, dia berhasi mempunyai anak. Yen beserta isterinya sangat gembira dan mereka menjadi lebih rajjin berbuat amal, menolong orang miskin dan orang sakit, melepas mahluk hidup, dan membaca parittâ. Sesudah genap 3.000 perbuatan amal, mereka tetap rajin beramal sampai akhir ayatnya, dan ternyata Yen Le Fan hidup sampai umur 74 tahun. Dengan demikian semua nujum si peramal tadi tidak berlaku lagi Yen yang memiliki tekad, semangat, dan giat melakukan perbuatan amal.


d. Berkunjung kepantai jompo
Melakukan kunjungan kepantai jompo, kita dapat melihat kehidupan nyata bahwa kita suatu hari akan menajdi tua. Ini adalah kenyataan yang bisa kita lihat sendiri. Mereka tergabung di suatu pantai karenakan satu dan lain hal. Sudah menjadi tugas kita untuk berbagi rasa dengan mereka, yang merupakan kesempatan besar buat kita untuk berbuat kebajikan.
Saat melakukan kunjungan, kita bole saja membawa oleh-oleh sesuai dengan kemampuan kita, misalnya membawa buah-buahan, kue, susu bubuk, dan lainya. Mereka akan sangat gembira bila ada orang yang menjenguk. Saat menjenguk kita dapat membantu mereka, misalnya mengambilakan air minum, berbincang, merapikan pakaian, menyisir rambut, dan lainya. Coba perhatikan disaat kita membagikan oleh-oleh, para orang tua tersebut menerima dengan tangan gemetar dan mata berkaca-kaca sambil menyunggingkan senyum haru. Saat itulah kita dapat merasakan perbuatan kita yang mengandung cinta kasih yang sangat mereka butuhkan.
e. berkunjung kepantai asuhan
berkunjung kepantai asuhan juga merupakan kebajikan karena hal itu didasari kerelaan dan ketulusan untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak asuh yang tidak memiliki orang tua atu mereka yang dititpkan oleh orang tuanya dengan alasan ekonomi keluarga. Tanpa adanya niat yang cukup, kita tidak dapat melakukannya karena kondisi yang kita lihat tersebut sangat berbeda dengan kondisi anak-anak pada umumnya. Mereka pada umumnya haus akan kasih sayang misalnya mereka menerawang melihat pengunjuang, minta digendong, ingin bermanja-manjan, gembira kalau dikunjungi, ada yang kurang terawat, dan lainya. Kondiis yang menggugah kita untuk berbuat lebih banyak untuk mereka. Mampukah kita mengembangkan kerelaan dan ketulusan untuk berbuat kebajikan?
Pada saat berkunjung kita boleh membawa oleh-oleh sesuai dengan kemampuan kita, misalnya makanan, pakaian, maianan, dan lainnya. Anak-anak asuh sejak kecil tidak pernah merasakan kehangatan kasih sayang  kedua orang tuanya, dan tidak pernah merasakan kehangatan suatu keluarga. Kunjungan kita dengan membawa oleh-oleh dan dengan penuh rasa kasih sayang sangat mereka butuhkan. Hal ini merupakan aksi cinta kasih yang sangat besar buat mereka.
f. mencetak buku Dhamma dan paritta
Dari berbagai cara berbuat kebajikan, mencetak buku Dhamma dan paritta untuk mengembangkan Dhamma juga merupakan salah satu kebajikan yang bernilai sangat tinggi. Mari kita perhatikan kalimat yang sering kita simak berikut ini, “Sabbadanam Dhammadanam Jinati” (Dhammapada 354), yang dapat diartikan “persembahan Dhamma melebihi persembahan apapun”. Suatu kalimat yang menginspirasi kita untuk berbuat kebajikan melalui penyebaran Dhamma dalam bentuk pencetakan buku Dhamma. Hal iini dikarenakan tidak semua orang punya kemampuan dan pengetahuan yang cukup dalam mebabarkan Dhamma atau menjelaskan Dhamma kepada orang lain.
Disamping itu, pencetakan buku Dhamma juga dapat melestarikan Buddha-dhamma. Mencetak buku Dhamma dan paritta dilakukan untuk membantu semua orang agar dapat mengenal Dhamma melalui membaca. Dengan demikian diharapkan bisa mengubah orang yang memiliki kebiasaan tidak benar menjadi benar, orang yang berada di jalan sesat dapat kembali ke jalan yang benar. Mencetak buku Dhamma dan paritta untuk disebar ke orang lain menghasilkan jasa kebajikan yang sangat besar. Tetapi sekali lagi besarnya amal kebajikan bukan diukur dari banyaknya tiras cetakan yang diberikan, tetapi kerelaan dan ketulusan dari pelakunya.

permintaan, misalnya ingin banyak rejeki, ingin kaya dsb. Jika demikian, bagaimanakah yang dilakukan oleh umat Buddha agar keinginan atau harapan yang ia miliki tersebut dapat tercapai?
Untuk mencapai keinginan yang dimiliki, secara tradisi umat Buddha disarankan untuk melakukan kebajikan terlebih dahulu dengan badan, ucapan dan juga pikiran. Setelah berbuat kebaikan, ia dapat mengarahkan kebajikan yang telah dilakukan tersebut agar memberikan kebahagiaan seperti yang diharapkan. Upaya mengarahkan buah kebajikan ini secara tradisi biasanya dilakukan dalam tiga tahap. Seperti halnya menulis surat tentu membutuhkan kalimat pembuka sebelum mengutarakan maksud atau isi yang sesungguhnya sebelum ditutup dengan kalimat penutup. Demikian pula kalau mendatangi rumah seseorang, maka biasanya diawali dengan pembicaraan yang santai, ramah dan penuh persaudaraan sebelum membahas masalah yang sesungguhnya. Setelah itu, barulah acara ramah tamah ditutup kembali dengan hal yang ringan sebelum berpamitan pulang. Demikian pula ketika umat Buddha menyampaikan keinginan ataupun harapannya dalam upacara ritual Buddhis. Pada mulanya dibuka dengan mengingat Ajaran Sang Buddha. Disebutkan ‘mengingat' karena untuk membedakan dengan istilah ‘memuji'. Dalam ritual Buddhis, tidak dilakukan pujian kepada Sang Buddha karena tindakan tersebut tidak bermanfaat. Sang Buddha sudah tidak terlahirkan kembali. Dengan demikian, pujian tidak lagi memberikan pengaruh kepada Beliau. Oleh karena itu, ingatan pada kotbah atau Ajaran Sang Buddha dirumuskan sebagai, “Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pula buah yang akan dituai. Menanam kebajikan akan tumbuh kebahagiaan.” Perenungan atau ingatan ini berhubungan dengan Hukum Sebab dan Akibat atau lebih dikenal dengan Hukum Kamma. Setelah dibuka dengan perenungan, selanjutnya diungkapkan harapan atau keinginan yang dimiliki dengan menyebutkan, “Semoga dengan semua kebaikan yang telah saya lakukan sampai saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk...... “ yang dapat diisi, misalnya : banyak rejeki, panjang umur, sehat kuat dan bersemangat, serta masih banyak lagi isian sesuai dengan keinginan yang dimiliki.
Dengan diawali perenungan pada hukum sebab dan akibat, maka seseorang akan lebih menyadari bahwa apabila ia menginginkan kebahagiaan, ia hendaknya melakukan kebajikan terlebih dahulu kepada fihak lain. Seperti halnya tanam padi akan panen padi, demikian pula apabila seseorang menanam kebajikan, ia pun akan memetik kebahagiaan. Jika ia menanam pelepasan mahluk dari penderitaan, maka ia pun akan terlepas dari berbagai kesulitan yang sedang dihadapi. Demikian seterusnya. Apabila telah cukup banyak kebajikan yang dilakukan, maka tentu kebahagiaan seperti yang diharap pun akan dapat terwujud. Kalaupun masih ada keinginan yang belum terwujud, ia akan selalu bersemangat untuk melakukan kebajikan karena ia telah menyadari bahwa semua kebajikan yang ia lakukan tidak akan pernah hilang begitu saja.
Apabila ungkapan permintaan itu telah dibuka dan didahului dengan perenungan pada Hukum Kamma atau Hukum Sebab dan Akibat, maka sebagai penutup umat Buddha dapat mengucapkan berkali-kali kalimat, “Semoga semua mahluk berbahagia' yang artinya, ia sendiri adalah mahluk, semoga ia bahagia dengan tercapai segala harapannya. Keluarganya juga mahluk, semoga keluarganya bahagia sesuai dengan kondisi kamma mereka masing-masing. Bahkan, musuh-musuhnya pun adalah mahluk, semoga mereka semua berbahagia sesuai dengan keinginan yang mereka miliki. Dengan mengucapkan kalimat penutup seperti ini, maka umat Buddha diarahkan untuk mengingat kebahagiaan fihak lain selain diri sendiri. Kebahagiaan kepada fihak lain ini diwujudkan dengan memancarkan pikiran cinta kasih kepada semua mahluk, bahkan kepada para musuhnya. Sesungguhnya, dengan seseorang mampu mengharapkan semua mahluk berbahagia, maka dirinya sendiri pun akan mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan yang telah dimiliki selama ini.
Jadi, secara lengkap, rumusan ungkapan permintaan ataupun ‘doa' dalam tradisi Buddhis ini terdiri tiga tahap seperti yang telah diuraikan di atas yaitu: “ Sesuai dengan benih yang ditabur demikian pula buah yang dituainya, menanam kebajikan maka akan memperoleh kebahagiaan. Semoga dengan semua kebaikan yang telah saya lakukan sampai saat ini akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk ….. (diisi: panjang umur, sehat, sukses dsb.). Semoga semua mahluk berbahagia.” Dengan rumusan ‘doa' seperti ini, umat Buddha akan selalu bersemangat untuk mengembangkan kebajikan melalui badan, ucapan dan juga pikiran karena ia sadar bahwa kebahagiaan akan dapat dirasakan melalui upaya kebajikan yang ia kerjakan. Ia tidak akan pernah menyalahkan fihak lain atas penderitaan yang ia alami. Sebaliknya, ia pun tidak akan menganggap ada fihak lain yang membuatnya bahagia. Suka duka adalah bagian dari buah perbuatan yang ia lakukan selama ini. Ia akan selalu bersemangat untuk melaksanakan lima latihan kemoralan yaitu berusaha tidak melakukan pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong maupun mabuk-mabukan. Ia juga akan tekun melaksanakan latihan pengembangan kesadaran atau meditasi. Dengan demikian, ia akan selalu sadar pada saat ia sedang bertindak, berbicara maupun berpikir. Kesadaran yang penuh akan hidup saat ini akan mengkondisikan seseorang mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Pada tingkat inilah seseorang disebut mencapai Nibbana atau Tuhan dalam Agama Buddha. Jadi, pencapaian Tuhan atau Nibbana ini tidak harus dialami ketika seseorang telah meninggal, namun juga bisa dalam kehidupan ini juga. Sekarang juga.
Sebagai kesimpulan, sudah jelas sekarang bahwa tujuan hidup seorang umat Buddha adalah untuk mencapai kebahagiaan. Dalam Dhamma disebutkan adanya tiga tujuan hidup yaitu berbahagia di dunia ini, berbahagia setelah kehidupan ini yaitu mencapai alam surga atau alam bahagia lainnya. Kemudian, sebagai tujuan hidup yang tertinggi adalah kebahagiaan Nibbana atau Tuhan Yang Mahaesa. Tentu saja, Nibbana bukan surga atau alam, namun terbebas dari kelahiran kembali yang dapat dicapai dalam kehidupan ini juga. Agar seseorang dapat mencapai tujuan hidup yang tertinggi yaitu Nibbana, maka ia hendaknya selalu berusaha melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan secara terus menerus. Adapun Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan ini seseorang paling tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup ini. Dan, apabila timbul keinginan atau harapan, maka ia dapat mengucapkan tekad yang terdiri dari tiga bagian yaitu pembuka, isi serta penutup seperti yang telah diuraikan di atas.
Cara mengungkapkan harapan atau keinginan dalam tiga bagian tersebut dapat dipergunakan dimanapun seseorang berada tanpa menimbulkan pertentangan maupun permusuhan dengan fihak lain. Cara tersebut dapat dipergunakan di berbagai tempat ibadah Buddhis maupun bukan.
Inilah yang perlu disampaikan pada kesempatan ini. Semoga uraian Dhamma ini akan memberikan manfaat serta kebahagiaan untuk para umat dan simpatisan Buddhis.
Semoga Anda semua berbahagia.
Semoga semua mahluk selalu berbahagia.
Semoga demikianlah adanya. 

No comments:

Post a Comment