Saturday, November 19, 2011

Makna Puja Dalam Agama Buddha


MENYEMBAH BUDDHA APAKAH DAPAT MERUBAH NASIB ???
Banyak orang bersembahyang di depan arca Buddha untuk minta perlindungan, diberi rezeki, diberi hok-khie, diberi usaha berjalan lancar, diberi anak, diberi kesehatan, diberi jodoh, diberi rumah tangga yang rukun, sampai-sampai memohon untuk diberi panjang umur, bahkan juga untuk anak, cucu, serta masyarakat sekitarnya. Melihat fenomena demikian, muncul pertanyaan-pertanyaan yang perlu dicermati untuk dijawab. Apakah permohonan demikian dapat dikabulkan sesuai dengan permohonan mereka? Kalau bisa, begitu sederhanakah nasib seseorang sehingga bisa dirubah dalam waktu yang begitu singkat dan begitu saja?
Fenomena dan pertanyaan seperti yang digambarkan demikian, pasti pernah terlintas dalam pikiran semua orang dan jadi penasaran, apa benar dan mengapa begitu? Untuk menjawabnya, mari kita kaji kembali untuk memahami makna dari semua tindakan yang telah dilakukan tersebut.

a)      Makna sembah sujud di hadapan Buddha

Umumnya negara-negara di Asia, setiap hari keagamaan atau hari besar lainnya yang dapat dipersamakan dengan hari besar suatu agama, kelenteng dan wihara banyak sekali dikunjungi orang-orang untuk bersembahyang. Umumnya mereka bersembahyang dengan sejumlah permohonan dan jarang sekali di antara mereka yang mengerti akan makna dalam sembahyang mereka tersebut.


Misalnya:
*  Seseorang sering membunuh, merampok, dan menjual obat-obatan terlarang, setelah berhasil, orang tersebut membeli makanan-makanan enak untuk dipersembahkan kepada Buddha sambil memohon supaya dilindungi dan diberkati. Apakah benar Buddha bisa mengabulkannya? Dan apakah semudah itu?
*  Dalam keseharian seseorang jarang membuat amal dan tidak pernah berdana kepada fakir miskin, akan tetapi pada saat sembahyang orang tersebut membeli perlengkapan dan peralatan sembahyang yang mahal sambil memohon untuk diberi kemurahan rejeki berikut sejumlah permohonan lainnya.

Melihat kejadian tersebut, meskipun orang tersebut melakukan sembah sujud sampai pegal dan lecet, permohonannya tidak akan pernah terkabul dan terwujud seperti yang diharapkannya. Karena pada prinsipnya, tidak ada permohonan yang dapat terkabul kalau dilihat dari tindakan tersebut. Karena sejak awal telah dikatakan bahwa “kita yang menentukan nasib kita sendiri”.

Dengan demikian perilaku dalam kehidupan sehari=hari harus benar. Berkaitan dengan itu, kehendak dalam melakukan suatu tindakan juga harus benar. Selain itu, banyak membantu makhluk lain yang dalam kesusahan atau kesulitan juga merupakan tindakan benar yang terpuji. Jadi, sembahyang hanya merupakan suatu bentuk penghormatan dan ungkapan terima kasih kepada Buddha yang telah mencapai kesempurnaan yang dapat dijadikan contoh dan suri teladan atas semua sifat-sifat lurur-Nya bagi orang- orang yang meyakini-Nya.
        Sebagai contoh, banyak orang yang melakukan sembahyang kepada arca Buddha, dengan selalu menunjukkan rasa hormat dan rasa terima kasih atas semua yang pernah dilakukan oleh Buddha yang memiliki cinta kasih. Diharapkan para pengikutn-Nya dalam kehidupan sehari-hari selalu sadar dan selalu belajar untuk berwelas asih seperti Buddha. Dengan demikian semua tindakan jadi lebih bermakna, sehingga dapat menghasilkan hal-hal baik para pelakunya.
        Tindakan sembahyang kepada arca Buddha, sering menimbulkan beragam persepsi bagi pihak yang melakukan dan pihak lain yang melihat karena banyak yang mengatakan bahwa menyembah arca Buddha adalah menyembah berhala. Persepsi demikian dapat dibenarkan, apabila para pelakunya melakukannya dengan sejumlah permohonan yang seolah-olah dapat dikabulkan seperti harapan mereka. Hal ini juga berlaku benar bagi mereka yang tidak/belum mengerti. Namun juga bisa jadi tidak benar, jika tindakan para pelakunya penuh dengan rasa perhomatan, kgum, serta perenungan terhadap sifat-sifat Buddha. Apalagi jika dapat meniru sifat-sifat luhur, pengorbanan, ketekunan , kerja keras, dan kedisiplinan Buddha dalam mencapai suatu tingkat kesempurnaan tertentu.
        Bila ada pendapat awam atau kelompok tertentu yang kurang atau bahkan tidak mengerti, yang cenderung menyudutkan dan memojokkan, mestinya tidak perlu diperdebatkan mengenai arca-arca tersebut apakah mempunyai roh, memiliki kekuatan atau kesaktian, sehingga perlu disembah. Hal ini hanya akan menimbulkan perdebatan kosong belaka (debat kusir). Yang penting dalam hal ini kita dapat sering-sering memandang arca tersebut untuk mengingatkan kita agar tidak berbuat jahat dan tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan hal-hal yang merugikan makhluk lain. Terlebih lagi kalau kita bisa meniru semangat dari arca-arca tersebut (yang dulunya pernah hidup di dunia dan semasa hidupnya sering menolong makhluk lain), kemudian bisa kita contoh kebajikan-kebajikan-Nya dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan memberkan manfaat jasa yang luar biasa bagi kita.

b)     Apakah menyembah Buddha sama dengan menanam kebajikan?

Dalam menanam kebajikan, pada umumnya orang-orang selau mengartikan dengan caranya masing-masing seperti yang ada dalam pikiran masing-masing. Ada yang mengartikannya hanya sebatas bersembah sujud saja, membakar kertas sembahyang yang banyak, dan membeli perlengkapan serta alat sembahyang yang mahal. Demikian yang disebut menanam kebajikan besar. Apakah benar tindakan tersebut termasuk tindakan kebajikan yang akan membawa jasa besar seperti yang mereka harapkan? Untuk menjawabnya mari kita ikuti ilustrasi dialog pada kisah berikut ini.

Dikisahkan ada seseorang (sebut saja Tn. A) yang akan membantu untuk mengatur hong shui sebuah keluarga. Tuan rumah wanitanya (Ny. B) tidak putus-putusnya mengeluh mengenai hong shui rumahnya yang jelek, sehingga dagangannya sepi, sekeluarga sering sakit-sakitan , pergaulan anak sulungnya tidak benar. Tn. A mendengarkan dengan sabar. Setelah selesainya Ny. B bercerita, Tn. A dengan serius menasehatinyaagar banyak berbuat amal supaya dapat mengurangi pengaruh jelek tersebut. Tidak disangka, setelah mendengar nasehat tersebut, Ny. B menjawab dengan keras, “anda bilang saya tidak pernah berbuat amal? Saya setiap hari sembahyang kepada Thian (Tuhan) dan Buddha. Saya sudah sembahyang selama 5-6 tahun! Berapa banyak uang sudah saya habiskan untuk membeli kertas emas untuk dibakar, perbuatan amal ini saya rasa sudah cukup banyak, tetapi kenapa tidak ada balasannya juga?”
Tn. A: Anda sudah sembahyang kepada Buddha selama 5-6 tahun, apakah anda meniru sifat-sifat luhur Buddha yang suka menolong sesama makhluk yang sakit, miskin, menderita dan mengalami kesulitan?
Ny. B: Saya sendiri miskin, bagaimana dapat membantu makhluk lain?
Tn. A: Jika anda tidak pernah mengeluarkan uang untuk membantu makhluk lain, apakah anda pernah mengeluarkan tenaga untuk membantu makhluk lain?
Ny. B: Juga tidak.
Tn. A: Apakah Anda pernah membeli ayam atau bebek untuk dimakan?
Ny. B: Ya, pasti pernah. Kenapa saya tidak boleh makan?
Tn. A: Bukan begitu.... Anda punya uang untuk membeli ayam atau bebek untuk dimakan, apakah anda pernah membeli burung atau ikan untuk dilepas ke alam bebas?
Ny. B: Tidak pernah.
Tn. A: Anda pernah mengulang khotbah Buddha dengan membaca parittā?
Ny. B: Saya tidak bisa baca.
Tn. A: dari semua pertanyaan tadi, tidak satupun yang pernah anda lakukan, bagaimana anda bisa mengharapkan balasan dar perbuatan amal seperti yang anda pikirkan?
Ny. B: Saya bersembahyang kepada Buddha benar-benar dengan tulus dan serius, bukankah juga termasuk perbuatan amal?
Tn. A: Perbuatan amal itu harus ditujukan demi kebahagiaan semua makhluk. Anda bersembahyang memohon hanya untuk keselamatan diri dan keluarga anda sendiri.
                Bagaimanapun seriusnya Anda dalam hal ini belum dapat dikatakan berbuat amal.
                Buddha penuh dengan cinta kasih seperti seorang ibu yang melindungi anaknya, mengharapkan semua makhluk dapat terlepas dari lingkaran kelahiran berulang.
                Bila Anda dapat meniru sifat-sifat luhur beliau yang selalu menolong semua makhluk, anda akan terlindungi.
                Bila anda tidak dapat meniru sifat-sifaat luhur Buddha, meskipun setiap hari Anda rajin sembahyang dan sujud di hadapan arca Buddha, anda tidak akan memeroleh manfaat seperti yang anda harapkan.

c)      Apakah tepat memohon rejeki kepada Buddha?

Banyak orang melakukan permohonan kepada Buddha agar diberikan rezeki. Mereka memohon kedudukan, keturunan, jodoh, menangkal malapetaka, penyembuhan penyakit dan lainnya yang terkesan dengan mudahnya dapat terkabul begitu saja. Dengan harapan kalau memohon, dan meminta maka akan dikabulkan, tanpa adanya tindakan nyata dalam melakukan kebajikan. Di sini perlu disimpulkan bantahan terhadap pendapat itu semua, bahwa semua permohonan harus disertai dengan berbuat amal dalam bentuk tindakan nyata dalam jumlah tertentu.
                Patut diketahui bahwa berbuat amal merupakan syarat utama dikabulkannya suatu permohonan. Buddha yang penuh cinta kasih tanpa pilih kasih, tidak cukup hanya dijadikan tempat untuk memohon saja. Akan tetapi, jadikanlah Buddha sebagai “motivator” dalam melakukan suatu perbuatan  demi kebahagiaan dan keselamatan semua makhluk. Dari sini dapat diketahui adanya prinsip “menanam kebaikan akan mendapatkan hasil kebaikan, menanam kejahatan akan mendapatkan hasil kejahatan”.
                Berikut dikisahkan seseorang (sebut saja Tn. X) yang sedang berkunjung ke sebuah kelenteng dan melihat seorang perempuan (sebut saja Ny. Y) yang sedang bersembahyang di depan arca dewa. Tiba-tiba sesosok dewa merasuki seorang suhu sambil menuliskan pesan dalam bentuk syair yang di tujukan kepada Ny. Y, yang isinya menyuruh Ny. Y agar banyak berbuat amal.

Petunjuk tersebut menjadi bahan perbincangan orang-orang yang hadir pada saat itu. Mereka menyimpulkan adanya kemungkinan Ny. Y akan mendapat malapetaka besar. Mereka mengusulkan agar Ny. Y melakukan upacara sembahyang untuk memohon penghindaran malapetaka (tola bala) dan berjanji akan membawa buah-buahan dan makanan setelah terhindar dari malapetaka sebagai rasa terima kasih.
Karena perasaan takut, Ny. Y segera melaksanakan usul yang disarankan tersebut. Setelah upacara dilaksanakan, dia duduk dengan hati lega, demikian juga dengan orang-orang yang berada di sekitanya. Mereka mengira sesudah melaksanakan upacara tolak bala maka segala mala petaka dapat dihindarkan. Tidak tahan melihat kekeliruan orang yang berada di sekitarnya, Tn. X laalu maju dan berkata kepada Ny. Y “Dewa itu ingin Anda melakukan amal besar, pasti ada maksudnya. Jika Anda hanya melakukan upacara tolak bala saja, kemungkinan tidak dapat membantu, karena upacara tolak bala tidak sama dengan berbuat amal.”
Ny. Y marah besar mendengar kata-kata dari Tn. X, “Kamu anak muda tahu apa! Spontan dijawab Tn. X, ”Saya mengerti semua orang ingin dipuji dan cara saya memberi saran dan mengkritik sangatlah tidak menyenangkan, tetapi saya katakan bahwa membebaskan makhluk hidup dari maut adalah cara yang paling tepat. Apabila Anda dapat membebaskan dan menghindari membunuh makhluk hidup, maka hasilnya pasti akan lebih baik dari pada melaksanakan upacara tolak bala.” Ssayang sekali kata-kata Tn. X tidak digubris dan dianggap sebagai angin lalu saja.
Kira-kira 20 hari kemudian, ketika Tn. X berkunjung ke kelenteng tersebut, terdengar olehnya bahwa Ny. N telah meninggal karena sakit keras.

                Orang-orang yang bersembahyang di kelenteng percaya pada takhayul dan lebih dikenal dengan sebutan penyembah berhala. Ini karena banyaknya orang yang kurang mengerti arti dan tujuan sembahyang yang sebenarnya. Selain itu juga banyak mengerti arti sebab-akibat dari perbuatan bajik dan perbuatan jahat. Semua permohonan dianggap dapat dikabulkan dan semua musibah dapat dihapus hanya lewat sembahyang saja. Mereka menganggap bahwa semua itu dapat terlaksana hanya lewat permohonan saja. Padahal tidak demikian halnya, karena banyak hal dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mewujudkannya.


Sumber:Dh…mâtta. 2009. Mengubah Nasib Mitos Dan Fakta Tentang Karma. Ehipassiko, Jakarta. 31 Halaman.

No comments:

Post a Comment