Sunday, April 29, 2012

KELAHIRAN KEMBALI (Punnabhava)

Apakah ada kehidupan sebelum kelahiran ? Akankah ada kehidupan setelah kematian ? Ini adalah pertanyaan – pertanyaan yang perlu dibicarakan secara serius dan tenang. Pertanyaan – pertanyaan yang memiliki kepentingan filosofis seperti itu harus dipertimbangkan dengan segenap pemikiran manusia secara objektif dan tanpa prasangka, tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadinya. Seseorang mestinya jangan gegabah dalam menyangkal atau menerima kebenaran yang hanya dinilai dari permukaan luarnya saja. Diperlukan penyelidikan terhadap kebenaran – kebenaran itu sebelum sampai pada kesimpulan. Banyak fenomena batin yang luar biasa yang terjadi di hadapan kita, yang tidak dapat diterangkan atau dijelaskan secara memuaskan oleh para ahli ilmu pengetahuan. Namun, mereka tidak secara gegabah mencela apa yang tidak dapat mereka jelaskan. Bagaimanapun, menyangkut perpaduan jasmani dan rohani manusia, terdapat keajaiban – keajaiban yang belum diselidiki yang menyibukkan para ahli ilmu pengetahuan selama bertahun – tahun.

SUDUT PANDANG.
Apakah Tuhan itu ada ? Apakah jiwa itu sesuatu yang nyata ? Apakah ada kehidupan yang lampau dan kehidupan setelah kematian ? Apa yang terjadi kepada manusia ketika ia meninggalkan kehidupan ini, tempat kediaman yang sementara ini ? Di manakah letak kehidupan yang akan datang dan apa bentuk alamnya ? Ini juga merupakan sebagian dari banyak persoalan yang telah membingungkan para pemikir dan orang bijaksana sepanjang zaman.
Menghadapi pertanyaan : “ Adakah kehidupan setelah kematian ? “, sebelum mencoba untuk memberikan jawaban menurut agama Buddha, ajaran Buddha yang sangat fundamental dan penting harus dijelaskan terlebih dahulu, karena tanpa memahaminya, konsep agama Buddha mengenai kehidupan setelah kematian sama sekali tak berarti. Seluruh ajaran Buddha sepenuhnya bebas dari pemikiran mengenai sesosok pencipta yang kekal yang memberi pahala dan hukuman atas perbuatan baik dan perbuatan jahat yang dilakukan oleh mahkluk hidup. Tiada pula pemikiran mengenai diri yang kekal atau diri yang tidak dapat dihancurkan. Tidak adanya kedua hal ini merupakan sifat utama dari agama Buddha, baik Theravada ataupun Mahayana.
Apakah ada kehidupan setelah kematian, bukanlah sebuah pertanyaan di hari ini ataupun kemaren. Berbagai agama, baik yang kuno maupun modern, dan sistem – sistem filsafat yang lain dari itu, yang materialistis ; yang menyatakan bahwa seseorang itu tidak memiliki apa – apa dan akan musnah pada saat kematian, menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang yang berbeda dalam berbagai cara. Agama Buddha membenarkan adanya lingkaran kehidupan, kelahiran yang berulang – ulang, samsara, istilah teknisnya. Ini bukanlah teori kehidupan setelah kematian.
Secara logis terdapat empat sudut pandang yang dapat kita gunakan menanggapi pertanyaan mengenai kelangsungan hidup atau kelahiran kembali. Kita dapat mengatakan : ( 1 ) bahwa kita terus hidup setelah kematian dalam bentuk roh yang kekal, contohnya teori satu kehidupan setelah kematian ; ( 2 ) bahwa kita dimusnahkan dengan kematian, contohnya teori materialistis, yang menyangkal segala bentuk kehidupan setelah kematian ; ( 3 ) bahwa kita tidak mampu untuk menemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan ini atau tidak ada jawaban yang memuaskan, contohnya teori skeptisisme atau positivisme ; dan ( 4 ) bahwa kita hidup lagi pada kehidupan yang berikutnya atau hidup di alam lain, contohnya teori kelahiran kembali. Kitab suci agama Buddha mencatat beberapa variasi dari keempat bentuk teori ini masing – masing.
Penganut materialistis di sepanjang masa percaya bahwa tidak ada yang hidup terpisah dari zat materi. Mereka mengabaikan pertanyaan mengenai kehidupan sebelum kelahiran dan kehidupan setelah kematian sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini. Bagi mereka pikiran pun merupakan hasil dari zat, dan mereka percaya bahwa setelah kematian badan jasmani, eksistensi “ personalitas “ juga berakhir.
Teori agama Buddha mengenai kelahiran kembali atau tumimbal lahir ( punabbhava ) bersumber dari Penerangan Sempurna yang dicapai oleh Buddha dan bukan dari kepercayaan tradisional India. Sebagaimana yang tercatat dalam kitab suci agama Buddha ( Mahasaccaka Sutta, Majjhima Nikaya ) pada malam tercapainya Penerangan Sempurna Buddha memperoleh kemampuan untuk mengetahui kehidupan – kehidupan – Nya yang lampau. Kala itu ketika pikiranNya tenang, bersih, suci dan tanpa cacat, bebas dari kotoran yang mencemari, lentur dan fleksibel, mantap dan tak goyah, Beliau memperoleh kemampuan untuk mengingat kembali kehidupan – kehidupanNya yang terdahulu.
Dengan menggunakan kemampuan mata batin – Nya ( dibbacakkhu ), Buddha dapat melihat antara lain, kelangsungan hidup dari makhluk hidup dalam berbagai keadaan kehidupan, setiap keadaan sesuai dengan karma atau perbuatannya.
Menarik untuk diperhatikan bahwa penelitian terbaru dalam bidang psikologi telah mengakui apa yang disebut supernormal. Minat terhadap masalah yang melebihi jangkauan indra ( persepsi ekstrasensori ) dalam percobaan psikologi lambat laun mendapat kemajuan, dan hasil – hasil yang dicapai agaknya di luar pemahaman biasa.
Kasus – kasus mengenai anak – anak yang dapat mengingat kehidupannya yang lampau mendapat sorotan bukan hanya di negara – negara Asia seperti Myanmar, India, Sri Lanka ( Ceylon ) dan negara – negara timur lainnya, melainkan juga di negara - negara barat. Dr. Ian Stevenson, M.D dari Universitas Virginia USA telah menerbitkan hasil – hasil dari penyelidikan dan penelitiannya dalam beberapa buku, dua diantaranya berjudul : Twenty Cases Suggestive of Reincarnation, dan Sri Lanka Cases of Reincarnation Type.
Perhatikan juga dua buku lainnya : Reincarnation – An East – West Anthology dan Reincarnation in World Thought – A Living Study of Reincarnation in all Ages, tulisan – tulisan pilihan dari kalangan berbagai agama dunia, filsafat, ilmu pengetahuan serta pemikir besar di masa lampau dan sekarang, disusun dan disunting oleh Joseph Head dan S.L. Cranston, Julian Press Inc, New York, 1961 dan 1967.
Para ahli filsafat Yunani kuno seperti Empedocles dan Pythagoras juga mengajarkan ajaran mengenai kelahiran kembali dan plato membuatnya sebagai asumsi penting dalam filsafatnya.

BUKTI KELANGSUNGAN HIDUP

Belakangan ini penemuan dalam bidang psikologi telah membuktikan bagaimana di bawah pengaruh hipnotis, seseorang kembali ke masa kanak – kanak yang telah dialami sebelumnya, dan menyadari lagi pengalaman yang telah lama terkubur di bawah sadarnya. Ingatan tentang awal masa kecil, dan dalam beberapa kasus ingatan sebelum kelahiran, telah terbawa keluar dengan cara ini. Beberapa orang mengingat kembali saat – saat paling awal dari masa kanak – kanaknya dan dalam beberapa kasus mengingat kembali masa kehidupan lampau. Kenyataan – kenyataan ini telah di buktikan. Kemudian ada pula kasus – kasus anak yang secara spontan dapat mengingat kembali ingatan – ingatan dari kehidupan mereka yang lampau tanpa pengaruh hipnotis. Dr. Stevenson dalam bukunya, The Evidence of Survival from Claimed Memories of Former Incarnations telah menguraikan beberapa kasus dengan ingatan spontan mengenai kehidupan yang lampau. Kasus – kasus ini, yang ia uraikan lengkap berasal dari berbagai negara seperti Kuba, India, Prancis dan Sisilia. Dalam bagian II dari bukunya ia menganalisis bukti sebagai usaha untuk mempertimbangkan kalau – kalau mungkin ada penjelasan tentang ingatan mengenai kehidupan lampau ini, seperti penipuan, daya ingatan berdasarkan ras, persepsi ekstrasensori, rekognisi dan prekognisi.
Terdapat juga bukti mengenai kelangsungan hidup yang berasal dari penelitian dalam bidang spiritualisme. Agama Buddha menunjukkan bahwa seseorang dapat dilahirkan kembali di alam halus sesuai dengan karma perbuatan orang itu. Lalu seberapa jauh kepercayaan tentang adanya arwah orang yang sudah meninggal itu benar ? Apakah itu merupakan kenyataan yang dapat dibuktikan ? Sebagian orang mungkin bertanya bagaimana kita tahu bahwa ada kehidupan setelah kematian ? Siapakah orang yang telah bangkit dari kematiannya lalu memberitahu kita seperti apa dunia yang selanjutnya ? Orang – orang seperti itu tidak menyadari tentang adanya penelitian ilmiah yang telah dilakukan dan bukti yang diperoleh organisasi – organisasi seperti London Psychical Research Society yang didirikan pada tahun 1882 oleh kelompok lulusan Cambridge.
HUKUM PERUBAHAN YANG ABADI
“ Reinkarnasi “ kata yang lebih dikenal di Barat berarti mengisi kembali badan jasmani ( penitisan ) dengan satuan batin. “Transmigrasi“ berarti perpindahan jiwa abadi satu badan jasmani ke badan jasmani yang lain, yang maksudnya sama aja. Tidak satu pun dari kedua kata di atas yang sesuai untuk menyampaikan konsep dari agama Buddha, yang tidak mengenal kesatuan rohani yang tak berubah, tidak ada “diri“ atau “roh“ yang kekal. Kata “kelahiran kembali ( rebirth )“ adalah kata yang umum digunakan oleh kalangan penulis Buddhis. Istilah ini paling mendekati dan hampir tepat, tetapi bukan pula kata yang sepenuhnya memuaskan.
Bagaimanapun, kata kelahiran kembali tidak digunakan oleh para penulis Buddhis dalam arti bahwa terdapat sesuatu yang kekal yang setelah kematian menempati badan jasmani lagi. Istilah bahasa Pali dalam naskah Buddhis adalah punabbhava yang berarti tumimbal lahir atau pembaharuan kembali eksistensi.
Hukum atau prinsip tertentu harus diuji terlebih dahulu kebenarannya dalam usaha untuk memahami ajaran kelahiran kembali atau kelangsungan hidup. Hukum atau prinsip dasar pertama yang harus diuji dalam usaha untuk memahami kelahiran kembali adalah hukum perubahan ( anicca ). Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang kekal atau abadi. Dengan kata lain, segala sesuatu merupakan sasaran dari hukum perubahan yang universal dan tanpa henti ini. Ketika melihat air sungai, seseorang mungkin berpikir bahwa semuanya sama, tetapi tidak ada setetes air pun yang dilihat seseorang pada saat mana saja tetap di tempatnya sama dengan sesaat yang lalu. Bahkan seseorang yang terlihat diam tidaklah sama pada dua saat yang berurutan. Kita hidup dalam dunia yang selalu berubah sementara kita sendiri juga ikut mengalami perubahan. Ini merupakan hukum abadi. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Buddha : “ Segala sesuatu yang terjadi dari paduan unsur dan berkondisi, yang hidup atau mati, adalah tidak kekal “ ( sabbe sankhara anicca ).
Ciri yang penting dari hukum perubahan ini adalah walau segala sesuatu merupakan sasaran perubahan, tidak ada yang pernah musnah atau lenyap. Hanya bentuknya yang berubah. Jadi zat padat dapat berubah menjadi zat cair dan zat cair menjadi gas, tetapi tidak satu pun yang sesungguhnya benar – benar hilang. Zat materi adalah cerminan energi dan yang semacam itu tidak akan pernah dapat musnah atau lenyap sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, yang juga disebut dengan hukum kekekalan energi.
Ciri penting lainnya dari hukum perubahan adalah tidak adanya pembedaan dan garis pemisah yang membatasi antara satu kondisi atau keadaan dengan kondisi atau keadaan yang selanjutnya. Setiap penggabungan membentuk keadaan yang selanjutnya. Bayangkan ombak di laut yang naik dan turun. Setiap kali ombak yang naik lalu turun memberikan kesempatan pada ombak lain bergerak, yang juga naik lalu turun untuk memberikan kesempatan pada ombak yang lain lagi, setiap ombak menyatu membentuk ombak yang selanjutnya. Disini tidak ada garis pembatas antara ombak yang satu dan ombak yang selanjutnya. Demikian pula dengan segala perubahan kondisi di dunia ini. Jadi perubahan merupakan proses yang terus menerus, perubahan atau aliran yang tanpa henti – suatu pemikiran yang sangat selaras dengan pemikiran ilmu pengetahuan modern.
Dua hukum atau prinsip dasar lain yang harus diuji terlebih dahulu kebenarannya dalam usaha untuk memahami kelahiran kembali adalah hukum pembentukan dan hukum kontinuitas. Sementara hukum perubahan menyatakan bahwa tidak ada satu pun yang kekal, tetapi selalu mengalami perubahan, hukum pembentukan menyatakan bahwa segala sesuatu, setiap saat, mengalami proses pembentukan menjadi benda lain. Jadi hukum pembentukan adalah akibat wajar atau kelanjutan yang sewajarnya dari hukum perubahan. Tidak pada saat kapan pun sesuatu tidak mengalami proses pembentukan menjadi sesuatu yang lain. Pembentukan yang tanpa henti merupakan ciri dari semua benda. Ciri inilah yang selalu ada mendasari segala perubahan.
Hukum kontinuitas bergantung pada hukum pembentukan. Pembentukan menimbulkan kelanjutan, dan oleh karena itu, hukum kontinuitas merupakan akibat wajar, kelanjutan yang sewajarnya dari hukum pembentukan. Karena terdapat kelanjutanlah maka seseorang tidak dapat melihat garis pemisah yang jelas antara satu kondisi atau keadaan dengan kondisi yang selanjutnya.
Hukum aksi dan reaksi adalah hukum atau prinsip dasar lain yang harus diuji terlebih dahulu kebenarannya dalam usaha untuk memahami kelahiran kembali. Hukum ini menyatakan bahwa setiap aksi pasti menghasilkan reaksi. Prinsip bahwa suatu hasil mengikuti suatu aksi ini diterapkan pada semua bentuk aksi apakah aksi itu disebabkan alamiah atau karena manusia. Ini merupakan hukum universal yang diterapkan baik di dunia fisik maupun dunia mental. Hukum ini juga disebut hukum sebab dan akibat. Ketika hukum ini dihubungkan dengan perbuatan yang dilakukan umat manusia, hukum ini disebut sebagai hukum karma, dan dalam pengertian inilah yang harus kita pertimbangkan di sini.
Jika kelahiran kita yang sekarang ini adalah awal dan kematian kita adalah akhir dari kehidupan ini, kita tidak perlu khawatir atau harus memahami masalah penderitaan atau ketidakpuasan. Tata – tertib moral di alam semesta, realitas dari kebenaran atau ketidakbenaran, mungkin tidak memiliki arti penting bagi kita. Menikmati kepuasan dan menghindari ketidakpuasan bagaimanapun juga sepertinya merupakan hal yang bijaksana untuk dilakukan pada masa hidup yang singkat ini. Tetapi, pandangan ini tidak menjelaskan ketidaksamaan manusia seluruhnya, dan pada umumnya manusia sadar akan moral yang menghasilkan akibat, karena manusia ingin mencari penyebab dari penderitaan ini.

HUKUM KARMA

Ajaran agama Buddha tentang karma harus dibedakan dari ajaran non Buddhis mengenai karma yang diajarkan oleh para pemikir non Buddhis pada masa sebelum, masa yang sama dan bahkan masa sesudah Buddha. Karma adalah hukum moral yang menimbulkan akibat yang menentukan nasib setiap makhluk hidup dan menyebabkan kelahiran kembali.
Kata “kamma“ dalam bahasa Pali, dan kata “karma“ dalam bahasa Sansekerta, memiliki arti yang sama, secara harfiah berarti “aksi“ atau “perbuatan“. Akan tetapi, tidak semua aksi dianggap sebagai karma. Pertumbuhan rambut dan kuku serta pencernaan makanan, merupakan contoh dari aksi yang demikian, bukan merupakan karma. Aksi refleks juga bukan termasuk karma, tetapi merupakan kegiatan tanpa makna moral.
Sebagai istilah teknis, kata “kamma“ digunakan dalam naskah Buddhis awal untuk menyatakan perbuatan yang dilakukan dengan kehendak ( sankhara ). Perbuatan – perbuatan ini dapat berupa kusala, yaitu perbuatan baik ; atau akusala, yaitu perbuatan jahat ; atau avyakata yaitu, perbuatan netral. Terdapat perbuatan yang diekspresikan melalui badan jasmani ( kaya – kamma ), perkataan ( vacikamma ) dan pikiran ( manokamma ). Dengan kata lain perbuatan dapat merupakan tindakan badan jasmani, perkataan ataupun pikiran. Perbuatan yang dilakukan dengan adanya kehendaklah yang kita sebut karma. Jadi kata karma digunakan untuk menunjukkan kegiatan yang dilakukan dengan adanya kehendak yang diekspresikan melalui pikiran, ucapan dan tindakan badan jasmani, yang baik maupun jahat dan menimbulkan tanggung jawab atas akibat – akibatnya yang sebagian menentukan kebaikan ataupun kejahatan dari perbuatan – perbuatan ini. Karma adalah perbuatan. Hasil dari perbuatan di sebut kamma – vipaka. “ Dengan adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan atau pikiran, dan mereka akan menerima akibatnya. Semua makhluk adalah pemilik yang bertanggung jawab atas perbuatannya ( karma ) sendiri, menjadi ahli waris dari karmanya sendiri, lahir dari karmanya (penyebab bawaannya), berhubungan dengan karmanya (sanak keluarganya), terlindung oleh karmanya sendiri. “
Permainan tanpa akhir dari karma dan kamma – vipaka, aksi dan re – aksi, sebab dan akibat, benih dan buah ini, berlanjut dalam gerakan tanpa henti, dan ini menjadi suatu proses perubahan fenomena kehidupan jasmani dan rohani secara terus menerus ( samsara ).
Jelas sudah, karma adalah kemauan yaitu kehendak, suatu kekuatan. Dengan adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran, dan aksi menghasilkan reaksi. Keinginan menimbulkan perbuatan, perbuatan menghasilkan akibat, akibat pada gilirannya akan menghasilkan keinginan baru. Proses sebab dan akibat, aksi dan reaksi ini merupakan hukum alam.
Cara kerja karma memiliki ciri keadilan yang sempurna karena karma adalah “ahli hitung“ yang cermat. Oleh karena itu setiap orang akan mendapat ganjaran yang sesuai, yang patut diterimanya.
Karma dengan sendirinya merupakan hukum, tanpa perlu adanya pemberi hukuman. Perantara dari luar, suatu kekuatan tak terlihat yang memberi hukuman atas perbuatan jahat dan memberi pahala atas perbuatan baik tidak dikenal dalam pemikiran Buddhis. Manusia selalu berubah menjadi baik atau jahat. Perubahan ini tak dapat dihindari dan sepenuhnya tergantung pada keinginannya sendiri, perbuatannya sendiri. Ini semata – mata merupakan hukum alam universal mengenai kekekalan energi yang dikembangkan ke bidang moral.
Walaupun secara populer dianggap bahwa menurut hukum karma perbuatan diikuti dengan akibatnya, harus diketahui bahwa faktor penyebab lain juga ikut berperan dan sering kali hasil gabungannya yang menentukan akibat. Suatu sebab yang tunggal tidak dapat menghasilkan satu akibat apalagi banyak akibat.
Menurut agama Buddha, segala sesuatu tidak terjadi tanpa sebab (a–hetuka) atau dikarenakan oleh satu sebab tunggal (eka–hetuka). Sejumlah fakta bekerja dalam menimbulkan kondisi yang dialami manusia. Segala sesuatu timbul karena kondisi – kondisi yang saling bergantungan (paticca– samuppada), dan manusia dengan pengetahuan alam serta pengetahuan mengenai dirinya, dapat memahami, mengendalikan dan menguasainya.
Hubungan karma tidak ditetapkan sebelumnya ( deterministis ), bukan telah digariskan oleh nasib dan tak dapat dihindari ( fatalistis ). Karma adalah salah satu dari banyak faktor yang menimbulkan kondisi apa yang dialami secara alamiah, dan karma yang lampau dapat diakhiri dan diubah dalam hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat ini. Kiranya tidak perlu dijelaskan bahwa ajaran agama Buddha mengenai karma bukan fatalistis. Dapat dicatat agama Buddha menentang segala bentuk ajaran yang menyatakan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan sebelumnya ( determinisme ) : determinisme alamiah ( sabhavavada ), determinisme teistis ( issarakaranavada ) dan determinisme karma ( pubbakammavada ), yang menghubungkan segalanya dengan karma yang lampau ataupun salah satu dari perpaduan di atas.
Menurut agama Buddha, manusia dikondisikan oleh hukum biologisnya (bijaniyama), hukum lingkungan dan jasmaninya (utuniyama), hukum psikologisnya (cittaniyama), termasuk karma yang diwarisinya (kammaniyama) ; ia tidak ditentukan oleh salah satu ataupun seluruh hukum di atas. Ia memiliki unsur kemauan bebas (attakara) atau usaha pribadi (purisakara). Dengan melatihnya, ia dapat mengubah sifat dasarnya maupun lingkungannya ( dengan memahaminya ) demi kebaikan sendiri maupun orang lain.
LINGKARAN KEHIDUPAN.
Tidak banyak ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk memahami bagaimana aksi menghasilkan reaksi, bagaimana akibat mengikuti sebab dan benih menghasilkan buah, tetapi bagaimana kekuatan karma yang besar ini, perbuatan karena adanya kehendak, berbuah dalam kelahiran yang akan datang setelah kematian jasmani ini, sulit untuk dipahami.
Menurut agama Buddha tak ada kehidupan setelah kematian ataupun kehidupan sebelum kelahiran yang terlepas dari karma atau perbuatan karena adanya kehendak. Karma dan kelahiran kembali berjalan seiring, karma merupakan akibat wajar atau kelanjutan yang sewajarnya dari kelahiran kembali dan begitu pula sebaliknya. Namun, di sini kita harus mengerti bahwa doktrin Buddhis mengenai karma bukanlah ajaran yang bersifat filosofis yang di dalamnya perbuatan manusia tidaklah bebas melainkan ditentukan oleh sebab – sebab tertentu yang dipandang sebagai kekuatan dari luar yang bertindak melalui keinginan atau telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan ataupun kekuatan lain dari luar. Tidak ada surga abadi maupun neraka abadi dalam pemikiran Buddhis. Kelahiran diikuti dengan kematian dan kematian juga diikuti dengan kelahiran, jadi pasangan di atas saling mengikuti satu sama lain dalam rangkaian yang menakjubkan. Tetapi, tak ada diri yang kekal atau satuan hidup yang tetap yang berpindah dari satu kelahiran ke kelahiran lainnya. Walaupun manusia merupakan paduan jasmani – rohani dari kesatuan materi dan batin, “ jiwa “ atau batin manusia bukanlah roh atau diri dalam arti satuan hidup yang abadi, sesuatu yang tetap adanya dan kekal. Batin adalah kekuatan, suatu rangkaian kesatuan yang dinamis yang mampu menyimpan ingatan – ingatan bukan hanya dari kehidupan ini, tetapi juga dari kehidupan lampau.
Roh atau diri yang kekal yang dikemukakan oleh agama – agama lain dalam kitab – kitab Buddhis disebut sebagai atta atau dalam bahasa Sansekerta atma. Penyangkalan terhadap adanya roh atau diri disebut anatta dalam bahasa Pali atau anatma dalam bahasa Sansekerta. Ajaran agama Buddha tentang anatta yaitu tidak adanya diri atau roh, tidak menyangkal adanya personalitas atau individualitas. Agama Buddha menyatakan bahwa tidak ada individualitas yang kekal, tidak ada jiwa atau diri yang tetap. Personalitas atau individualitas menurut agama Buddha, bukanlah suatu satuan hidup, tetapi merupakan proses timbul dan lenyap, proses memberi makan, pembakaran, ketamakan, tetapi tidak dapat disamakan dengan satuan hidup yang tetap.
Dalam pemikiran Buddhis tidak ada awal mula dari yang tak ada. Tidak ada yang tanpa sebab. Segalanya, yang hidup ataupun mati, berawal mula melalui sebab, segalanya memiliki kondisi. Namun, agama Buddha tidak membicarakan sebab yang pertama. Awal pertama dari urut – urutan kehidupan mahkluk hidup tidak dapat dijelaskan dan sebagaimana yang dikatakan oleh Buddha : “ Roda kehidupan ini, lingkaran yang tidak terputus ini, tidak memiliki akhir yang jelas, dan awal pertama dari mahkluk hidup, sebab pertama, tidak dapat diketahui. “
Ketika Buddha menekankan bahwa apa yang disebut “ mahkluk hidup “ atau “ manusia “ tidak lain adalah perpaduan dari badan jasmani dan kekuatan atau energi batin, yang berubah tanpa henti, bukankah Beliau telah mendahului ilmu pengetahuan modern dan ilmu psikologi modern dua puluh lima abad sebelumnya ?
Kehidupan jasmani – rohani ini mengalami perubahan tanpa henti, membentuk proses jasmani – rohani baru setiap saat, sehingga mempertahankan kemampuan proses badan jasmani di masa yang akan datang, dan tidak meninggalkan kekosongan di antara satu saat dan saat berikutnya. Kita hidup dan mati setiap saat dalam kehidupan kita. Semata – mata hanya terbentuk dan lenyap, timbul dan tenggelam bagaikan ombak di laut.
Perubahan tanpa henti, proses jasmani – rohani tersebut yang jelas bagi kita dalam kehidupan ini, tidak terhenti pada saat kematian, tetapi terus berlanjut tanpa henti. Arus tanpa henti dari batin yang dinamis ini dikenal sebagai kehendak, kemauan, hasrat atau nafsu keinginan ( tanha ) yang merupakan kekuatan karma. Kekuatan besar ini, keinginan untuk hidup, membuat hidup terus berlanjut. Menurut agama Buddha, bukan hanya kehidupan manusia, tetapi seluruh kesadaran dunia ditarik oleh kekuatan yang luar biasa ini – batin ini dengan faktor kejiwaannya, baik ataupun buruk.
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, menurut ajaran materialistis, manusia berhenti hidup pada saat kematian. Namun, menurut agama Buddha, kekuatan dan energi tidak berhenti pada saat kematian ; tidak ada kekuatan yang pernah hilang, selalu mengalami perubahan. Energi tidak berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi dapat berhenti untuk hidup di satu tempat dan mulai hidup lagi di tempat lain. Dalam diri manusia kekuatan terbesar adalah keinginannya untuk hidup, melanjutkan hidup, menjadi lebih dan lebih lagi. Kekuatan ini tidak hilang pada saat kematian. Kekuatan itu hidup, memulai lagi dan terbentuk kembali dalam keadaan baru berpadu dengan sendirinya. Memulai lagi perubahan penting tanpa henti ini dalam keadaan baru disebut dengan kelahiran kembali, tumimbal lahir atau pembaharuan kembali eksistensi.
Proses karma ( kammabhava ) adalah kekuatan yang datang dari kehidupan sekarang, mempersiapkan kehidupan yang akan datang dalam rangkaian tanpa akhir. Dalam proses ini tak ada yang meninggal dunia di sini dan lahir di tempat lain, seseorang bukan orang yang sama, bukan juga orang yang sepenuhnya berbeda ( na ca so na ca anno ). Kemungkinan logis dari identitas pribadi tanpa roh itu diakui oleh Profesor A.J. Ayer dari Oxford, seorang analis logika yang mengatakan : “ Saya pikir akan terbuka bagi kita untuk mengakui kemungkinan logis dari reinkarnasi hanya dengan menetapkan kaidah bahwa jika seseorang yang secara fisik diidentifikasikan sebagai seseorang yang hidup pada waktu belakangan, memiliki ingatan – ingatan nyata dan sifat dari seseorang yang secara fisik diidentifikasikan sebagai seseorang yang hidup pada waktu sebelumnya, mereka seharusnya dihitung sebagai satu orang dan bukan dua. “
ALIRAN KESADARAN.
Kesadaran di momen terakhir ( cuti citta atau cuti vinnana ) milik kehidupan sebelumnya ; dengan cepat berlanjut setelah padamnya kesadaran itu. Karena telah terkondisikan maka timbul momen pertama dari kesadaran pada kelahiran yang sekarang yang disebut hubungan kembali atau kelahiran kembali dari kesadaran ( patisandhivinnana ). Demikian pula momen pikiran terakhir dari kehidupan ini mengondisikan momen pikiran pertama dari kehidupan yang selanjutnya. Dengan cara ini kesadaran lahir dan mati memberikan tempat pada kesadaran baru. Maka aliran kesadaran tanpa henti ini akan terus berlanjut sampai kehidupan berhenti. Kehidupan dalam hal ini adalah kesadaran – keinginan untuk hidup, keinginan untuk melanjutkan.
Menurut ilmu biologi modern, kehidupan manusia baru dimulai pada saat menakjubkan ketika sel sperma dari ayah bersatu dengan sel telur atau ovum dalam tubuh ibu. Ini merupakan momen kelahiran. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan dua faktor fisik yang umum ini saja. Akan tetapi, agama Buddha membicarakan pula faktor ketiga yang bersifat rohani.
Menurut Mahatanhasamkhaya Sutta, sebuah khotbah dari Buddha : “ Dengan bertemunya ketiga faktor ini maka pembuahan terjadi. Jika calon ibu dan ayah bersatu, tetapi bukan pada masa subur si calon ibu, dan makhluk hidup yang akan dilahirkan ( gandhabba ) tidak ada, maka benih kehidupan tidak tertanam. Jika kedua calon orang tua bersatu dan pada masa subur si calon ibu, tetapi gandhabba atau makhluk hidup yang akan dilahirkan tidak ada, maka tidak terjadi pembuahan. Jika calon ibu dan ayah bersatu, dan pada masa subur si calon ibu, serta makhluk hidup yang akan dilahirkan, gandhabba, juga ada, maka benih kehidupan tertanam di sana. “
Faktor ketiga, gandhabba, hanyalah istilah untuk kesadaran yang lahir kembali ( patisandhi vinnana ). Dapat pula disebut kekuatan energi yang dilepaskan dari orang yang meninggal dunia. Tetapi kesadaran yang lahir kembali bukanlah diri yang kekal, roh ataupun satuan hidup yang merasakan buah dari perbuatan baik dan jahat. Kesadaran juga disebabkan oleh kondisi. Terpisah dari kondisi, maka tidak akan timbul kesadaran.
Kehendak untuk hidup ini, keinginan untuk hidup ini, terbayang luas dalam pikiran manusia baik yang sadar maupun yang tidak. Kehendak, seperti layaknya bentuk pikiran lainnya, adalah ungkapan energi, dan hal seperti ini tidak pernah dapat hilang atau hancur. Kehendak yang kuat dan tanpa henti ini, keinginan untuk hidup ini, adalah ungkapan energi yang kuat dan tanpa henti dan tidak dapat mati bersamaan dengan kematian seseorang. Kehendak untuk hidup membuatnya dilahirkan kembali. Keinginan untuk hidup membuatnya hidup kembali. Ia secara rohaniah kemudian mengalami kehidupan lain.
Karena kehendak untuk hidup ( bhavatanha ) merupakan motif utama yang mendasari hampir semua kegiatan manusia, pada saat kematian, hal ini berkembang begitu hebat sehingga secara rohaniah mengambil sikap serakah. Seperti yang telah dikatakan sendiri oleh Buddha ; Di ambang kematian keinginan utama ini menjadi kemelekatan ( upadana ) yang menarik dirinya pada kehidupan lain. Proses pikiran terakhirlah yang membawa kemelekatan ini. Ini merupakan hukum alam, tak ada yang misterius, misterius hanya bila kita tidak memahaminya. Orang yang sekarat dengan seluruh jasmaninya melekat kuat pada kehidupan, sehingga pada titik kematiannya, mengirim energi karma secepat kilat, menemukan rahim calon ibu siap untuk pembuahan, dan kehidupan baru pun dimulai.

KASUS ANAK KEMBAR

Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Namun ahli psikologi telah meneliti bahwa mereka berbeda dalam sifat dan wataknya. Oleh karena itu, mungkin perbedaan ini disebabkan oleh faktor ketiga ( selain dari keturunan dan lingkungan ), yaitu “ pembawaan “ kepandaian yang lampau, dan tingkah laku dari kehidupan yang sebelumnya. Adanya anak jenius atau yang luar biasa kepandaiannya tidak dapat diterangkan dengan memuaskan dipandang dari segi keturunan atau lingkungan, hanya kepandaian bawaan dari satu kehidupan ke kehidupan lain yang dapat menjelaskan kasus – kasus khusus seperti itu ( lihat kisah – kisah mengenai anak yang luar biasa kepandaiannya. )
Ambillah contoh kasus kembar siam Chang dan Eng yang terkenal. Ini adalah kasus dengan kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Para ahli yang telah mempelajari tingkah laku mereka melaporkan bahwa keduanya memiliki watak yang berbeda jauh, Chang kecanduan minuman keras, sedangkan Eng tidak minum minuman keras.
Keadaan ini mendorong para pemikir untuk mempertimbangkan apakah tidak ada faktor lain yang ikut terlibat disamping keturunan dan lingkungannya. Adalah salah bila mengharapkan organisme tingkat tinggi yang kompleks seperti manusia lahir hanya dari perpaduan dua faktor seperti sel sperma dan sel ovum orang tua. Hanya karena campur tangan dari faktor ketiga, faktor batin yang menghasilkan kelahiran seorang anak. Perpaduan dari dua faktor fisik saja, sperma dan ovum orang tua, tidak dapat memberikan kesempatan bagi pembentukan janin yang merupakan paduan batin dan materi. Faktor batin harus dipadukan dengan dua faktor fisik untuk menghasilkan organisme jasmani – rohani yang membentuk janin.

APA YANG DILAHIRKAN KEMBALI ?

Kita memberikan sebutan – sebutan, seperti kelahiran, kematian, proses pikiran dan seterusnya, sampai pada aliran kesadaran. Hanya ada momen – momen pikiran, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, momen pikiran terakhir kita sebut kematian, dan momen pikiran pertama kita sebut kelahiran ; jadi kelahiran dan kematian terjadi dalam aliran kesadaran, yang hanya merupakan rangkaian momen – momen pikiran yang terus berlanjut. Di sini tidak ada yang tak berubah, satuan hidup yang abadi dalam personalitas manusia.
Selama manusia terikat pada kehidupan karena kebodohan, nafsu keinginan dan kemelekatannya, baginya kematian bukanlah akhir. Ia akan melanjutkan hidupnya dengan terus berputar dalam roda kehidupan. Ini merupakan permainan tanpa akhir dari aksi dan reaksi mengikuti gerakan tanpa henti akibat karma yang diliputi kebodohan, serta digerakkan oleh nafsu keinginan atau kehausan. Karena karma atau perbuatan dilakukan oleh diri kita sendiri, Kita memiliki kekuatan untuk memutuskan rantai yang tak berujung ini. Dengan memusnahkan tenaga penggeraknya, nafsu keinginan, kehausan untuk dilahirkan, keinginan untuk hidup ini ( bhava tanha ), maka lingkaran kehidupan ( samsara ) akan terhenti. Keinginan untuk hidup dan hidup kembali dapat dimusnahkan, diakhiri melalui vipassana atau meditasi untuk mengembangkan pandangan terang didahului dengan ketenangan atau samadhi. Melalui meditasi seseorang melihat akhir dari kelahiran yang berulang – ulang atau kelahiran kembali dan itu adalah realitas, atau nirwana, tujuan akhir agama Buddha.
Orang dengan pikiran ingin tahu mungkin bertanya : Jika tidak ada perpindahan jiwa atau diri atau satuan hidup yang kekal menuju reinkarnasi, apa yang dilahirkan kembali itu ? Pertanyaan ini menganggap bahwa dalam diri kita terdapat sesuatu yang mampu melayang atau berpindah dari diri kita pada saat kematian. Lebih jauh lagi dianggap bahwa sesuatu ini tetap dan tak berubah, karena sesuatu itu harus bertahan melalui kehidupan jika berlanjut pada kehidupan yang berikutnya.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, manusia terdiri dari batin dan badan jasmani yang berubah terus menerus. Batin dan badan jasmani ini setiap saat mengalami perubahan, tidak menyisihkan tempat sedikit pun bagi sesuatu untuk tetap dan tidak berubah dilihat dari hukum perubahan yang tak dapat ditawar. Semuanya dalam keadaan berubah tanpa henti. Oleh karena itu sesuatu yang tak berubah dan tetap dalam susunan tubuh manusia, adalah tidak mungkin. Dalam aliran yang berkesinambungan tidak ada identitas absolut maupun suatu yang lain yang absolut.
Apa yang kita sebut kehidupan adalah berfungsinya lima agregat, yaitu bentuk jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk – bentuk pikiran dan kesadaran. Ini merupakan personalitas total, dengan kata lain berfungsinya batin dan badan jasmani yang hanya terdiri dari energi atau kekuatan. Keduanya tidak pernah sama pada dua saat yang berurutan. Manusia dewasa bukanlah anak – anak di masa lalu, bukan pula orang yang betul – betul berbeda ; di sini hanya ada hubungan atau kelanjutan. Hari ini adalah besok yang kaubicarakan kemarin. Anak kecil yang berkata “ aku “ hidup menjadi dewasa dan terus berkata “ aku “ hidup dengan kepercayaan yang sama, tetapi ia tidak membicarakan hal yang sama ketika ia berkata “ aku “. Segalanya yang dinyatakan itu telah berubah, tidak diragukan lagi tak terasa, dan secara batiniah berkembang banyak, kurang lebih dibanding yang lainnya, dan “ aku “ yang dikatakan oleh manusia berumur 40 tahun sama sekali bukan “ aku “ yang dikatakan oleh anak kecil, katakanlah, yang berusia 12 tahun, atau usia berapa pun di antaranya.
Kami telah memberikan jawaban singkat pada pertanyaan : Jika tak ada yang berpindah dari satu kehidupan pada kehidupan selanjutnya, apakah orang yang dilahirkan kembali sama dengan orang yang telah meninggal ? Apakah ia sama dengan orang yang telah meninggal itu ataukah ia orang yang lain ?
Adalah tidak tepat bila mengatakan bahwa tidak ada identitas apa pun antara kedua orang itu. Pada saat yang sama, dengan semata – mata menyatakan bahwa terdapat identitas dapat menyebabkan beberapa kesalahpahaman. “ Tidak sama, juga tidak berbeda “. Seseorang mungkin bertanya : Jika setiap kematian diikuti dengan kelahiran, jumlah penduduk dunia seharusnya tetap, tetapi mengapa jumlah penduduk dunia bertambah dengan cepat dari tahun ke tahun ?
Kelahiran kembali dapat terjadi tidak hanya di dunia ini yang jumlah penduduknya dapat kita hitung, tetapi juga dalam sistem dunia lain yang diungkapkan oleh kitab suci agama Buddha. Satu kematian tidak perlu diartikan kelahiran yang selanjutnya pasti terjadi di alam manusia. Seorang manusia yang meninggal dunia dapat dilahirkan kembali di alam bukan manusia, di alam kehidupan yang baik ataupun alam kehidupan yang buruk, tergantung pada karma atau perbuatannya yang baik dan jahat.
Jika makhluk hidup telah dilahirkan sebelumnya, mengapa mereka tidak ingat akan kehidupan mereka yang lampau ? Seperti yang telah disinggung sebelumnya, hal ini bukanlah tidak mungkin, tetapi kejadian orang yang mengingat kehidupannya yang lampau sangatlah jarang. Terdapat lebih dari satu jawaban untuk pertanyaan ini. Ingatlah kita tidak sempurna ; sangat terbatas. Kita bahkan tidak ingat akan kelahiran kita dalam kehidupan ini, walau kita masih dalam kehidupan yang sama. Kita mengingat kembali dan ingatan kita hanya sampai pada suatu titik. Kejadian menyakitkan dari kematian, tenggang waktu dari pembuahan sampai pada proses kelahiran dapat melenyapkan ataupun memusnahkan semua bekas dari pengalaman yang lampau.
Kematian itu sendiri adalah alat pemusnah ; karena perlu bagi setiap kesadaran untuk memulai jalannya yang baru, kurang lebih suatu tabula rasa dengan bentuk otak jasmani baru. Kekhususan lainnya adalah sifat kehidupan yang merupakan lanjutan dari satu kelahiran manusia dan yang lain. Sebagaimana pandangan agama Buddha tentang kelahiran kembali di alam bukan manusia dan kesadaran yang bersangkutan tidak mencatat kesan dengan jelas, sehingga urutan dari kehidupan seperti itu antara satu kelahiran manusia dan yang lain dapat menghapus semua bekas hubungan ingatan di antara keduanya. Akan tetapi, penelitian awal mengenai pola tingkah laku anak – anak, akan memberikan lebih banyak bukti yang memberi kesan bahwa mereka membawa sedikit pengetahuan tertentu bersamanya ke dalam kehidupan baru yang tidak termasuk dalam jangkauan pengalaman mereka yang sekarang. Kecerdasan anak – anak tertentu menunjukkan diperolehnya beberapa keterampilan khusus yang benar – benar memberikan kesan bahwa mereka mengingatnya bukan mempelajarinya.
Terdapat kasus – kasus di mana anak – anak telah mengingat berbagai bakat mereka dari kehidupan yang lampau. Bagaimana kita menilai anak – anak yang luar biasa kepandaiannya dalam bidang musik, matematika, kesusastraan dan lain – lain ?
AKHIR PERJALANAN.
Manusia selalu mendapat kesulitan untuk percaya bahwa hidupnya berakhir dengan kematian badan jasmani. Pertanyaannya adalah : Apakah kita terus hidup setelah kematian ? Hal ini telah menjadi spekulasi manusia yang menonjol, karena berhubungan dengan setiap masalah mendasar dari keberadaan dan tujuan manusia di dunia ini.
Apakah tiada akhir bagi kelahiran yang berulang ini ? Buddha menunjukkan jalannya :
“ Para Bhikkhu, karena tidak mengerti, tidak menembus empat hal ( dhamma ), kita harus menempuh perjalanan begitu lama, kita semua terus mengembara dalam lingkaran kehidupan. Apakah ke empat hal itu ? Moral kebajikan, konsentrasi, kebijaksanaan dan pembebasan. Tetapi ketika empat hal ini, Bhikkhu, dimengerti dan dijalani, musnahlah nafsu keinginan untuk dilahirkan, hancurlah apa yang menyebabkan kelahiran kembali dan tidak ada lagi kelahiran kembali “.
Tanpa moral kebajikan, tidak ada konsentrasi, tanpa konsentrasi, tidak ada kebijaksanaan. Ketiga hal ini merupakan ajaran utama yang jika benar – benar dilatih, akan meningkatkan kehidupan batin seseorang dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi, menuntun seseorang dari kegelapan menuju terang, dari bernafsu menuju ketenangan, dari kekacauan menuju kedamaian, dari perbudakan menuju perlindungan – pembebasan.
Oleh karena itu, pencari kebebasan melatih ucapan benar, perbuatan benar dan mata pencaharian benar ( sila atau moral kebajikan ). Ia melatih daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar ( samadhi atau konsentrasi ) dan lebih lanjut juga melatih pikiran benar dan pengertian benar ( panna atau kebijaksanaan ). Buddha menyebut semua ini Jalan Mulia Berunsur Delapan atau Jalan Tengah karena menghindari dua jalan ekstrem : Kegemaran akan kenikmatan hawa nafsu yang rendah, yang bersifat duniawi dan menimbulkan kerugian adalah salah satu jalan ekstrem ; penyiksaan terhadap diri sendiri dalam bentuk pertapaan yang keras menyakitkan, yang tidak menguntungkan dan menimbulkan kerugian ; adalah jalan ekstrem lainnya.
Dengan berusaha secara benar, para pencari berhasil menembus tirai kebenaran satu per satu, hingga suatu hari, semua kotoran terbakar habis, luhur sepenuhnya dan berhasil mencapai penerangan. Ketika manusia seperti itu meninggal dunia, maka bersamanya berakhir pula keinginan untuk hidup ini. Berakhirlah kelahiran, usia tua, penyakit, ratapan, kesedihan, kesengsaraan, keputusasaan dan kematian ; maka lenyaplah semua penderitaan. Roda kehidupan yang berputar kepot menuju kehancurannya ; pusatnya yaitu kebodohan ; jari – jarinya yaitu ketamakan dan lingkarannya yaitu kebencian, dihancurkan dan musnah menjadi abu pada akhirnya dan itu adalah Nirwana – “ tidak dilahirkan, tidak berawal, tidak diciptakan dan tidak berkondisi “.
BERULANG DAN BERULANG.
Berulang dan berulang, bibit jagung ditaburkan ;
Berulang dan berulang, para dewa menurunkan hujan ;
Berulang dan berulang, para petani membajak sawah ;
Berulang dan berulang, tanah air disuburkan.
Berulang dan berulang, peminta – minta memohon sedekah ;
Berulang dan berulang, dermawan yang baik hati memberikan ;
Dan lagi – lagi memberi, para dermawan berbuat ;
Berulang dan berulang, demi kebahagiaan surgawi.
Berulang dan berulang, air susu diperah dari sapi – sapi ;
Berulang dan berulang, anak sapi menyusu ;
Berulang dan berulang, mahkluk hidup kelelahan dan gemetaran ;
Berulang dan berulang, orang bodoh menuju kandungan ;
Berulang dan berulang, kelahiran dan kematian datang padamu ;
Berulang dan berulang, orang – orang membawamu ke pemakaman
Tetapi ia yang melihat dengan jelas tidak pergi ke mana pun untuk dilahirkan ;
Ia tidak dilahirkan kembali karena ia mengenali jalan ;
Ia tidak akan dilahirkan lagi di dunia mana pun. 

No comments:

Post a Comment