Thursday, March 28, 2013

CANDI ASTANO


Seperti diceritakan pada artikel Candi Muaro Jambi pada edisi lalu, di lingkup Candi Muara Jambi terdapat banyak candi-candi kecil. Adapun candi-candi tersebut yaitu Candi Astano, Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Kembar Batu, Candi Gedong, Candi Kedaton, Candi Koto Mahligai dan Candi Teluk. Pada kesempatan kali ini redaksi sengaja membahas satu candi diantara candi-candi tersebut yaitu “Candi Astano”.
Candi Astano terletak di 1-250 meter ke arah timurlaut dari candi tinggi, atau sekitar 350 meter ke arah utara dari tepi sungai Batanghari, di Desa Muara Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Batanghari. Bangunan candi ini berdiri pada sebidang tanah berukuran 48 x 50 meter. Permukaan tanah tempat candi berdiri letaknya 1,70 meter lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya. Di sekeliling lahan terdapat parit yang berukuran sekitar 5 meter dengan kedalaman 3 meter.

Ternyata, dinamakan Candi Astano karena dalam wilayah tersebut terdapat beberapa buah makam yang menurut legenda setempat makam-makam tersebut merupakan “makam raja”. Pada tahun 1936 Schnitger pernah mencoba menggali makam tersebut, tetapi maksudnya tidak terlaksana karena tidak mendapat izin dari warga setempat.
Bangunan Candi Astano mempunyai sepuluh sisi yang diduga dibina selama tiga tahap pembangunan. Bangunan yang tertua berdenah empat persegi panjang membujur arah baratlaut-tenggara dengan ukuran 8 x 20 meter, sedangkan bangunan tambahannya terletak disebelah timur laut berukuran 10,6 x 13,8 meter dan baratdaya berukuran 5 x 5 meter. Di bagian atas bangunan terdapat teras lagi yang berdenah bujur sangkar membujur ke arah baratlaut dengan ukuran 5 x 8,4 meter. Arah hadap bangunan ini sampai sekarang belum bisa di ketahui karena tidak ditemukannya sisa tangga naik atau bangunan penampil yang merupakan indikator arah hadap bangunan. Bangunan ini menunjukan kesamaan pada bangunan profil tahap pertama.
Selain itu di dalam Candi Astano ditemukan dua buah padmasāna, 14 buah fragmen arca batu dari berbagai bentuk dan ukuran, satu buah pipisan batu, 1 buah lesung batu, manik-manik kaca dan batu, dan pecahan tembikar serta keramik dari berbagai bentuk ukuran. Pecahan keramik yang di temukan sebagian berasal dari zaman Dinasti Song Yuan yaitu pada abad ke-11 sampai ke-14 Masehi. Diluar bangunan Cani Astano ditemukan sisa permukiman para peziarah atau pemukiman para pengelola bangunan candi. Indikatornya berupa barang-barang keramik dan tembikar, manik-manik kaca diantaranya terdapat tulisan “balye”, mata uang emas dengan tulisan “gha”dan fragmen besi. Pecahan tembikar yang merupakan indikator permukiman sementara adalah berupa tungku memasak yang bentuknya seperti sepatu.
Penasaran kan?... kalau begitu silahkan buktikan sendiri, bair lebih tahu betapa banyaknya peninggalan nenek moyang kita yang bercorak ajaran Buddha untuk kita buktikan kebenaranya.

No comments:

Post a Comment