Tuesday, October 17, 2017

Apakah Ajaran Buddha Gotama Telah Berakhir?

Judul di atas merupakan latar belakang adanya artikel saduran di bawah ini. Disamping itu ada beberapa kabar burung dari sekte sempalan yang mengaku salah satu aliran agama Buddha di Indonesia bahwa masa sekarang bukan masa Buddha Gotama lagi, dan sekte sempalan ini mengklaim bahwa Buddha Maitreya telah muncul.

Jika dilihat dari kebenaran mutlak tentu ajaran kebaikan dalam bentuk apapun disebut Dhamma. Namun, istilah dan kalimat tersebut mengandung kebenaran yang dualisme bagi manusia yang masih terbelenggu oleh kekotoran batin di alam semesta ini. Bisa diartikan kebenaran yang sesungguhnya jika berhubungan dengan hal-hal baik, bisa juga merupakan kalimat pembelaan dari pembela sekte sempalan yang bersifat inklusivisme.

Berakhir tidaknya ajaran Buddha Gotama seperti judul di atas tergantung persepsi dari pembaca yang juga dipengaruhi oleh tingkat kebijaksanaan seseorang. Jika dilihat dari sumber Kitab Suci Tipitaka Pali maka akan ada gambaran tekstual yang bisa dijadikan tambahan pengetahuan atas jawaban dari judul diatas.

Dalam beberapa sumber dikatakan; Sang Buddha pernah bersabda, bahwa era Ajaran Beliau ( Buddha-Dhamma ) hanya akan bertahan selama lima-ribu ( 5.000 ) tahun, yang bila dihitung sejak era Buddhis pertama kali, yakni kurang lebih 500 tahun SM, maka sekarang Dhamma telah menempuh perjalanan selama kurang lebih 2.500 tahun, dan itu berarti Dhamma hanya akan bertahan 2.500 tahun lagi.

Sunday, October 15, 2017

Kuda Putih dan Potongan Kehidupan

Dahulu kala, ada seorang petani miskin memiliki seekor kuda putih yg sangat cantik & gagah.
Suatu hari, seorang saudagar kaya ingin membeli kuda itu & menawarkan harga yang sangat tinggi. Sayang si petani miskin itu tidak menjualnya. Teman-temannya nya menyayangkan & mengejek dia karena tidak menjual kudanya itu.
Keesokan hari nya, kuda itu hilang dr kandangnya. Maka teman-temannya berkata : “Sungguh sial nasibmu kawan, padahal seandainya kemarin kau mau menjual kudamu makan kau akan kaya, sekarang kudamu sudah hilang entah kemana.” Si petani miskin hanya diam saja.
Beberapa hari kemudian, kuda si petani kembali bersama lima ekor kuda lainnya. Lalu teman-temannya berkata : “Wah beruntung sekali nasibmu, ternyata kudamu membawa keberuntungan.” Si petani hanya diam saja.
Beberapa hari kemudian, anak si petani yg sedang melatih kuda-kuda baru mereka terjatuh dan kakinya patah. Teman-temannya berkata : “Rupanya kuda-kuda itu membawa sial, lihat sekarang anakmu kakinya patah.” Si petani tetap diam tanpa komentar.

Wednesday, September 27, 2017

KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AGAMA BUDDHA

Tulisan berikut disadur dari tulisan YM. Bhikkhu Guttadhammo Thera dengan tujuan memberikan pengetahuan tentang ke-Tuhan-an Yang Maha Esa Dalam Agama Buddha khususnya bagi para pengunjung halaman ini. Setelah membaca tulisan ini seseorang dapat memahami konsep Tuhan dalam ajaran Buddha yang sesuai dengan kitab suci Tipitaka.

KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AGAMA BUDDHA
Oleh: YM. Bhikkhu Guttadhammo Thera
A. Pengantar

Setiap agama bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, terlepas dari pengertian dan makna yang diberikan oleh tiap-tiap agama terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap pemeluk agama mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidaklah sama dengan umpamanya: percaya adanya suatu telaga di puncak gunung yang tinggi. Percaya tentang adanya suatu telaga di puncak gunung tidak berpengaruh pada sikap hidup dan perilaku seseorang sehari-hari. Tetapi sebaliknya, percaya terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa berakibat penyerahan diri (attasanniyyatana) kepada-Nya. Penyerahan diri itu tertampak dalam perbuatan, sedangkan perbuatan tersebut merupakan kebajikan (puñña), dan itulah yang disebut hidup beragama. Perbuatan itu hendaknya dilandasi oleh kesadaran, dilakukan dengan sadar, bukan kebiasaan, bukan adat istiadat, bukan pula tradisi.

Perbuatan beragama memberikan pengalaman. Pengalaman manusia dalam beragama merupakan pengalaman yang mengintegrasikan hidupnya. Demikianlah maka hidupnya mempunyai tujuan, oleh karena itu hidup menjadi bermakna.

Sering kita melihat orang hidup berkecukupan materi, berpangkat, dan berkuasa, tetapi mereka itu hidupnya sepi, kosong, tidak ada keutuhan, dan terasa adanya disintegrasi diri, karena tidak adanya tujuan hidup. Tujuan itu terdapat dalam setiap agama.

B. Tujuan hidup menurut Ajaran Buddha

Sejak mulai dibabarkannya ajaran Kebenaran (Dhamma) oleh Buddha Gotama, telah terdapat pengertian Tuhan Yang Maha Esa yang memungkinkan manusia mengakhiri penderitaannya untuk selama-lamanya, yang menjadi tujuan hidup terakhir menurut ajaran Buddha.
Khotbah Buddha yang terdapat dalam Kitab Udana VIII, 3 demikian :

“ Atthi bhikkhave ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
no ce tam bhikkhave abhavisam ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
nayidha jâtassa bhûtassa katassa sankhatassa nissaranam paññâyetha.
Yasmâ ca kho bhikkhave atthi ajâtam abhûtam akatam asankhatam,
Tasmâ jâtassa bhûtassa sankhatassa nissaranam paññâya’ ti. “

“ Para bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak. Para bhikkhu, bila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu. “

Monday, September 11, 2017

SIRIPADA PUJA (Bersujud di kaki Guru Sejati)

Siripada berasal dari kata Pali, terdiri kata Siri berarti “Mulia”, dan Pada berarti “Jejak Kaki”. Siripada berarti “Jejak Kaki Mulia”.

Siripada Puja adalah rangkaian ritual penghormatan kepada Telapak Kaki Suci Buddha, biasanya dilakukan pada saat purnama di Bulan Kattika ( sekitar November menurut penanggalan Solar).

Sejarah Siripada
Diceritakan bahwa pada saat Buddha pergi dari Sawatthi untuk mengunjungi Y.A. Punna Mantaniputta di Sunaparanta, Beliau singgah di gunung Saccabandha, dimana terdapat seorang pertapa yang bernama Saccabaddha. Buddha membabarkan Dhamma kepada pertapa tersebut yang segera mencapai tingkat kesucian Arahat. Pada waktu perjalanan pulang, Beliau kembali melewati gunung Saccabandha, saat di tepi sungai Nammada, Raja Naga muncul dan memberikan penghormatan yang luar biasa. Kemudian Raja Naga memohon kepada Buddha untuk meninggalkan kenang-kenangan. (Versi lain: Buddha mengajarkan Dhamma kepada raja Naga yang sering mengganggu penduduk, Naga akhirnya menjaga desa tersebut. Penduduk yang berterimakasih memohon pada Buddha untuk meninggalkan jejakNya).

Tuesday, May 9, 2017

Hati yang Penuh Syukur

Sumber : Internet
Alkisah, di sebuah senja kelabu di pinggiran kota kecil Taiwan, tampak seorang laki-laki sedang berjalan pulang ke rumah dari tempat kerjanya sebagai supir taksi. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada gerakan rumput dan suara gemerisik di sela-sela bebatuan di tepi jalan.
Segera, dihampiri dengan perasaan sedikit was was. Seketika, matanya terbelalak kaget melihat bungkusan berisi bayi merah yang tergeletak di situ. Setelah melihat di sekeliling tempat itu yang tampak sepi-sepi saja, segera diangkat bungkusan bayi itu dengan hati-hari dan dengan tergopoh-gopoh dibawa pulang ke rumahnya.
Setelah terkaget-kaget mendengar cerita dan melihat temuan suaminya, si istri segera mengambil alih menggendong si bayi dengan perasaan sayang. Mereka adalah sepasang suami istri, yang telah lama mendambakan kehadiran anak di tengah keluarga. Bayi yang masih merah itu menjadi buah kamma baik yang sangat manis untuk keluarga mereka.
Waktu terus berjalan. Selang kira-kira usia dua tahun, karena merasa ada yang janggal dengan kemampuan berbicara dan reaksi pendengarannya yang sangat lambat, kedua orangtua itu membawa anaknya ke rumah sakit. Kecurigaan mereka pun terjawab, anak tersebut memang cacat sejak lahir, yaitu bisu tuli. Walaupun sempat terpukul sesaat, namun perasaan sayang yang telah terpupuk selama ini, membuat mereka memutuskan untuk tetap memelihara dan membesarkan si kecil yang sedang lucu-lucunya.

Friday, December 25, 2015

DOA, BISAKAH TERKABUL?


DOA, BISAKAH TERKABUL?
Oleh: Yan Saccakiriyaputta

Hidup ini tidak memuaskan. Ada saja yang kita rasa masih kurang kita miliki; harta, rezeki, berkah, sandang-pangan, pekerjaan, kesehatan, keamanan, keturunan, keselamatan, kebahagiaan, dll. Sesungguhnya semua itu bisa kita dapatkan dengan melakukan suatu usaha, dengan membuat sebabnya, karena manusia memang memiliki potensi untuk itu. Manusia bukanlah makhluk lemah dan ringkih, sehingga untuk memenuhi segala kebutuhannya harus mengharapkan belas kasihan makhluk lain. Menurut agama Buddha, manusia bukanlah wayang golek, yang segala sesuatunya diatur dan digerakkan oleh Pak Dalang/Sutradara. Tak ada makhluk lain yang ikut mengatur persoalan nasib seseorang. Namun karena terbelenggu oleh ketidaktahuan, manusia tidak dapat melihat dan merealisasikan potensi yang ada pada dirinya. Mereka lebih suka memohon dan meminta kepada para dewa, sebagai jalan pintas untuk memenuhi segala keinginannya, tanpa mau bersusah payah. Apalagi bila dalam memohon itu dipersembahkan sajian yang mewah dan mahal, maka dianggap akan lebih mempercepat terkabulnya permintaan mereka. Tindakan memohon dan meminta kemurahari hati para Dewa atau Maha Dewa untuk sesuatu inilah yang umum disebut Berdoa.

Monday, February 16, 2015

Keunikan Beberapa Istilah Pāli dan Indonesia yang Tidak Diketahui.....



Meski bahasa Pāli tergolong tua, kata-katanya begitu terpilih dan menekankan pada sisi estetika dan etika. Misalnya, ketika mengatakan 'hubungan seksual', istilah yang digunakan adalah 'methunadhamma' yang berasal dari dua kata yakni 'methuna / mithuna' yang berarti 'berpasangan' dan 'dhamma' yang berarti 'hal'. Methunadhamma artinya hal yang berhubungan dengan pasangan. Orang kuno dengan bahasa Pāli tidak langsung mengatakan 'seks' atau istilah-istilah kasar lain, tetapi nilai etikanya juga ditekankan dalam mengacu hal di atas.
Beberapa istilah di dalam bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh bahasa Pāli maupun Sansekerta juga menekankan estetika (dalam hal ini cocoklogi) dan etika tapi tidak diketahui oleh banyak orang. Misalnya kata 'aneka' yang kita semua tahu artinya 'bermacam-macam'. Kata ini sebenarnya dari awalan 'a' dan kata 'eka'. Awalan 'a' artinya 'tidak atau bukan', dan kata 'eka' ada 'satu'. Aneka artinya bukan satu, sehingga mengacu kepada jumlah yang banyak.

Tuesday, December 16, 2014

Bersyukurlah :)

Coba sisihkan waktu sejenak untuk bersyukur atas hal-hal baik dalam hidup kita. Renungkan tentang apa yang telah kita capai, orang-orang yang memperhatikan kita, pengalaman yang telah kita capai, keahlian dan minat yang kita miliki; apa yang kita percayai, dan hal-hal yang terindah dalam hidup kita.
Hal-hal yang kita hargai, pelihara, dan jaga akan terus meningkat dalam hidup. Kelimpahan dimulai dengan dengan rasa syukur. Dengan rasa syukur yang tulus, kita menghargai apa yang telah kita miliki, yang selanjutnya akan mendorong kita secara mental, spiritual, dan fisik untuk mencapai apa saja yang menjadi tujuan kita.

Bagaimana mungkin kita mendapatkan hal-hal yang lebih besar, bila kita tidak bersyukur atas apa yang telah kita miliki saat ini? Toh semuanya, hanya bisa dimulai dengan apa yang kita telah miliki tersebut.
Kita tahu bahwa kita dapat mencapai tujuan, karena kita pernah merintis hal seperti itu. Pengalaman adalah milik kita yang patut disyukuri. Siapa bilang tidak ada hal yang bisa disyukuri?
"ingatlah apa yang kita punya belum tentu orang lain memilikinya."
Segalanya dalam jangkauan kita saat kita bersyukur akan apa yang telah kita dapatkan.

Bunga Mawar Plastik

Tanpa sadar banyak orang hidup dalam tekanan. Bukan karena beban terlalu berat, atau kekuatan tak memadai. Namun, karena tidak mau berterus terang. Hidup dalam kepura-puraan tak memberikan kenyamanan.
Bersikaplah apa adanya. Bila kita kesulitan, jangan tolak bantuan. Sikap terus terang membuka jalan bagi penerimaan orang lain.
Persahabatan dan kerja sama membutuhkan satu hal yang sama, yaitu keakraban di antara orang-orang. Keakraban tercipta bila satu sama lain saling menerima. Sedangkan penerimaan yang tulus hanya terujud dalam kejujuran dan terus terang.
Kepura-puraan itu bagaikan bunga mawar plastik dengan kelopak dan warna sempurna, namun tak mewangi. Meski mawar asli tak seindah tiruannya dan segera layu, kita tetap saja menyukainya. Mengapa ? Karena ada detak kehidupan alam disana.
"Hidup dalam kejujuran adalah hidup alami yang sejati. Hidup berpura-pura sama saja membohongi hidup itu sendiri. Kita bisa memilih untuk hidup apa adanya, dan berhak menginjakkan kaki di bumi ini. Atau, hidup berpura-pura dalam dunia ilusi."

Monday, March 3, 2014

3 HAL INI DARI PRIA YANG HARUS DIPAHAMI WANITA

Agar sesuatu hubungan itu berjalan lancar, sebaiknya wanita dan pria saling memahami satu sama lain.. 
Sayangnya, tetap ada tiga hal yang tidak diketahui wanita dari pria.. 

1: PRIA ITU SEDERHANA.. 
Tidak seperti wanita yang kompleks, pria itu sederhana, Apa yang mereka rasakan, itulah yang diungkapkan..  Pria juga mudah ditebak tidak bertele- tele jika ingin menyampaikan sesuatu.. 
Sayangnya banyak wanita kurang sadar akan hal ini dan menganggap pria membingungkan..

2: PRIA ITU CUEK.. 
Pria cukup payah dalam memberikan perhatian.. Kebanyakan dari mereka sangat cuek dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menyenangkan pasangannya.. 
Meskipun begitu, cuek bukan berarti tidak sayang.. Jadi jangan buru-buru menuduh pria tidak menyukai Anda hanya karena dia punya watak yang sangat cuek.. 

3: PRIA TAK BISA MEMBACA PIKIRAN.. 
Kebiasaan wanita yang punya masalah dengan pasangannya adalah diam saja.. 
Mereka berharap agar pria paham dengan sendirinya atas
kesalahan yang dilakukan..  Padahal semua pria pasti tidak bisa membaca pikiran, Jadi percuma saja jika wanita diam, masalah pasti tidak akan terselesaikan..