1.
Dhammadīpa
Ārāma tahun 1970-an
Keberadaan Padepokan Dhammadīpa Ārāma dimulai sejak
kedatangan seorang bhikkhu asal Thailand selatan yang bernama Phra Kru Atthacariyarukich
(Bhante Win) pada bulan Waisak (sekitar bulan mei). Pada saat itu beliau
mempunyai cita-cita luhur agar umat Buddha khususnya yang berada di wilayah
Malang memiliki sebuah tempat ibadah yang layak dan patut dibanggakan, yang
berada di suatu tanah yang lapang, berhawa sejuk, sepoi dan tidak hangar-bingar
karena kebisingan kota.Cita-cita luhur beliau disambut dengan suka cita oleh
umat Buddha di Malang dan Surabaya.
Semenjak mengutarakan cita-cita
luhur belia yang ternyata endapat sambutan yang baik maka beliaupun mulai
mengumpulkan dana dari para donator. Pada saat itu Y.M. Somdet Phra Ñāṇasamvara
menyerahkan dana sejumlah Rp. 202.240,- dengan uang tersebut maka dicarilah
tanah yang sesuai dengan tujuan luhur tersebut.
Tanggal 05 Juli 1971, terdapat tiga
orang yang diserahi uang dan mendapatkan tugas untuk pembelian tanah guna
pendirian vihara. Ketiga orang tersebut adalah Bhikkhu Agga Jinamitto, Bapak
Djamal Bakir beserta Ibu Pandita Sri Hartini Dharmaniyani Djamal Bakir, mereka
ini sebagai pemegang amanat umat.
Pembelian tanah seluas 4400 M2 seharga Rp. 75,- (Tujuh Puluh Lima rupiah)
per-M2 dari Bapak Dasuki dilaksanakan
pada tanggal 17 Juli 1971. Letak tanah tersebut berada di dusun Ngandat, Desa
Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Sejak saat itulah dibentuk panitia
pembangunan Vihara yang ditangani langsung oleh Pandita Muda Sri Hartini Dharmaniyani Djamal Bakir.
Pada tanggal 15 Agustus 1971,
dimulai pemancangan tiang pertama bangunan Veluvana sebagai Dhammasala pertama.
Pemberian nama tersebut dilatar belakangi oleh bangunan utamanya yang
seluruhnya terbuat dari bambu, kecuali atapnya yang dari genteng dan lantainya
yang terbuat dari papan. Sekeliling vihara ditanami oleh bambu dan masih bisa
dilihat hingga sekarang.
Tepat 35 hari setelah pemancangan
tiang pertama selesai, dibangun Dhammasala, kuti yang berfungsi sebagai tempat
tinggal bhikkhu dan juga ruang makan yang keseluruhannya menghabiskan dana
sebesar Rp. 19.000,- maka pada hari itu tanggal 19 September 1971 diadakan
syukuran bersama.
Vihara mendapat kunjungan dari
Presiden W.F.B. (World fellowship of Buddhist) Priences Poon Pismai Diskul
(bibi Raja Thailand) pada tanggal 25 September 1971. Pada kunjungannya ini
beliau memberikan hadiah sebuah Buddharupang setinggi ± 40 cm. pada hari itu
pula diadakan upacara peresmian Padepokan Veluvana yang dihadiri oleh Māha
Nayaka Māha saṇgha Indonesia yaitu Y.A. Sthavira Ashin Jinarakkhita.
Tahun 1972 Y.M. Phra Ñāṇavaraborn
(Kicchara Māhathera) sebagai wakil ketua Wat bovoranives di Bangkok
menghadiahkan sebuah Buddharupang dengan Samadhi Mudra setinggi satu meter yang
dilapisi (kimpo) emas. Pada waktu itu Y.M. Phra Ñāṇavaraborn (Kicchara
Māhathera) datang beserta upasika lain, dimana para upasika ini juga berdana
altar berukir yang dilengkapi dengan semua peralatan upacara.Dibawah bimbingan
Y.M. Bhikkhu Girirakkhito pada tanggal 06 s/d 15 Desember 1972 diadakan latihan
Vipassana Bhavana untuk pertama kalinya yang diikuti oleh 25 peserta latihan.
Pada tahun 1973 tepatnya tanggal 28
Februari, vihara dikunjungi oleh perampok yang membawa kabur 2 buah
Buddharupang dari Dhammasala Veluavana.Kejadian ini terjadi pada malam buta,
para perampok mengancam penjaga yang hanya seorang diri.Sebagaiman diketahui
bahwa Dhammasala ini terbuat dari dinding bambu dan pintu juga terbuat dari
bambu. Tanggal 05 Maret 1973, Buddharupang yang besar ditemukan kembali di
rumah perampok di kota malang, sedangkan Budharupang yang kecil tidak
diketemukan hingga saat ini.
Buddharupang diserahkan kembali
oleh Kapowil Malang kepada pengurus vihara pada tanggal 27 Maret 1973 dan
disimpan di jalan Tapaksiring No. 22 B Malang.Tanggal 17 April 1973,
berlangsung upacara penempatan kembali Buddharupang eramat tersebut di altar
semula.Hingga saat ini Buddharupang tersebut masih berada diruang Dhammasala
Veluvana.Sejak saat itu pula untuk pertama kalinya tinggal di Padepokan
Veluvana Bhikkhu Agga Jinamitto. Kepergian Buddharupang selama 48 hari ternyata
membawa berkah, dengan hilangnya Buddharupang tersebut maka nama Padepokan
Veluvana menjadi berkembang cepat karena diekspose melalui berbagai surat kabar
di Indonesia. Secara tidak langsung keluarnya Buddharupang dari Dhammasala
Veluvana sebagai Dhammaduta, sejak kejadian itu banyak umat Buddha yang
berkunjung di Padepokan Veluvana dan dana-dana makin mengalir.
Tanggal 07 September 1975,
terbentuk panitia pembangunan Dhammasala yang terdiri 4 serangkai sebagai
lambing persatuan. Empat serangkai tersebut ialah Lwie Siek Yan, Liauw Tiek
Sun, Drs. Djamal Bakir dan Herman Satriyo Endro, S.H. Pada bulan ini juga
tepatnya tanggal 20 dilakukan peletakan Batu Pertama Pembangunan Dhammasala.
Tanggal 16 mei 1976, diresmikan
Dhammasala Veluvana si hutan bambu yang dihadiri oleh Bupati Malang yaitu R.
Soewigyo dan para undangan antara lain; Ketua Umum Perbudhi (Perhimpunan
Buddhis Indonesia) Bapak Suraji Ariakertawidjaja, Y.M. Bhante Girirakkhito dan
6 Bhikkhu dari tahiland. Keenam Bhikkhu dari Thailand tersebut ialah Phra
Vimosilahara Māhathera, Phra Suvirayan Māhathera, Phrakru Doruthon Sombat,
Phrakru Vimolasith Māhathera, Prhakru Prhsong, dan Phra Piyadharo.
Atas saran Somdet Phra Ñāṇasamvara
maka vihara Veluvana Ārāma, sejak peresmian Dhammasala tanggal 16 Mei 1976
diubah menjadi Dhammadīpa Ārāma.Ārāma yang berarti hutan, sedangkan Dīpa
berarti pelita atau penerangan dan juga berarti pulau, palau tampat bagi
manusia untuk tinggal dan hidup daripadanya. Jika kita menjadikan Dhamma
sebagai pulau berarti kita hidup dalam Dhamma.Sang Buddha bersabda: “Dhammadīpa
Dhammasarana Anaññasarana” yang berarti Jadikanlah Dhamma Pulau Bagi Dirimu,
Jadikanlah Dhamma Sebagai Perlindunganmu, Jangan Mencari Perlindungan Yang
Lain. (Māhaparinibbāna Sutta II,26).
Yayasan Dhammadīpa Ārāma diresmikan
pada tanggal 06 Juli 1976 dengan Akta Notaris Djoko Supadmo Surabaya dengan
Herman S. Hendro sebagai ketua dan Drs. Djamal Bakir sebagai sekretarisnya.
Tanggal 26 Mei 1988 ada perubahan Akta Notaris Handoko, S.H. Malang dengan
ketua Yayasan Bhikkhu Khantidharo, terakhir ada perubahan lagi dengan Akta
Notaris Ambar Pawittri, S.H. dengan ketua Yayasan Bhikkhu Viriyadharo pada
tanggal 14 September 2002.
2.
Dhammadīpa
Ārāma tahun 1990-an
Bhikkhu Kantidharo menetap di
Padepokan Dhammadīpa Ārāma sejak tahun 1992, dan sejak tahun 1992 itulah mulai
dibangun kuti-kuti para Bhikkhu dan untuk umat peserta latihan Vipassana
(semuanya dibangun dari kayu besi/ulin). Kayu besi/ulin merupakan kayu dengan
kualitas tertinggi karena anti rayap dan anti air, sehingga bisa bertahan
hingga ratusan tahun.
Tahun 1995 diresmikan bangunan khusus
segi delapan untuk meditasi (dengan nama Bhavana Sabha). Bhavana berarti
pengembangan batin, sedangkan Sabha artinya ruangan atau tempat.Jadi Bhavana
Sabha dapat diartikan sebagai ruangan yang khusus digunakan untuk melatih
mengembangkan batin khususnya Meditasi Vipassana Bhavana.Segi delapan
melambangkan Jalan Tengah yang Berunsur Delapan (disingkat Sīla, Samadhi dan
Pañña).Dal`m ruangan ini terdapat ukiran dari kayu ulin di keempat sisi baik
bagian luar maupun dalam.Pada sisi dalam tertera empat peristiwa penting yaitu
saat Pangeran Siddharta berjumpa dengan orang tua, orang sakit, orang meninggal
dan seorang petapa.Sisi luar tertera ukiran pada saat Pangeran Siddharta lahir
di Taman Lumbini, saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna di Bodhgaya, saat
Beliau untuk pertama kalinya kotbah di Isipatthana, dan saat Beliau Parinibbana
di Kusinara.
Tanggal 28 November 1997 diresmikan
Uposathagara, Reclining Buddha, dan Balekambang (ruang serba guna) yang
dihadiri oleh para Bhikkhu baik dari dalam maupun luar negeri. Uposathagara
adalah bangunan khusus yang digunakan untuk upacara-upacara kebhikkhuan
(Upasampada, Patimokkha dll).Pada bangunan ini terdapat sima atau batas, yang
terdiri dari 9 titik dan telah dibacakan paritta oleh ± 64 Bhikkhu dari Saṇgha
Thailand dan Saṇgha Theravada Indonesia.Sejak saat itulah diadakan pentahbisan
para bhikkhu baru di Uposathagara ini dua tahun sekali bergantian dengan
petahbisan bhikkhu di Uposathagara Vihara Dhammacakkha Jaya di Jakarta Utara.
Reclining
Buddha adalah salah satu bentuk atau sikap Meditasi yang dilakukan Sang
Buddha sebelum Beliau Parinnibana. Sebelum Parinnibana Beliau bersabda: “Vaya
Dhamma Sankhara, Appamadena Sampadeta” yang berbararti “Hidup Ini Adalah Tidak
Kekal, Untuk Itu Berjuanglah dengan Sungguh-Sungguh Untuk Mencapai
Kebebasanmu”. Demikian sabda terakhir Sang Buddha yang ditulis dalam
Māhaparinibbana Sutta.
Balekambang
adalah tempat atau ruangan terbuka di atas sebuah kolam yang dapat digunakan
untuk berbagai macam kegiatan, khhususnya sebagai tempat meditasi, rapat,
diskusi Dhamma, dan lainnya.
3.
Dhammadīpa
Ārāma tahun 2000-an
LATAR BELAKANG
Pada lahan seluas ± 640 M (meter persegi) membujur dari Barat ke Timur
dibangunlah Museum Dhammadasa.Kedalaman tanah ini kurang lebih 2 ½- 3 M di
bawah permukaan tanah dari lahan yang ada.Dengan kondisi tersebut timbullah ide
untuk membangun Museum di bawah tanah atau basement
museum.
Ide pembangunan Museum tersebut
merupakan inspirasi dari Museum bawah tanah yangterdapat di Vihara Fo Kuang
Shun ( Taiwan). Berdasarkan pengalaman Bhante Khantidharo yang berkenan
mengunjungi Museum yang sangat indah, luas dan lengkap di kota itu pada tahun
1992. Tentunya Museum Dhammadasa ini sendiri bukan apa- apa jika dibandingan
dengan Museum Fo Kuang Shun.
Pertimbangan lain yang mendasari
pembangunan Museum ini karena banyaknya cinderamata yang terkumpul selama 30
tahun Dhammadipa Ārāma berdiri, dengan demikian diperlukan tempat khusus untuk
memajang semua itu.
Nama Dhammadasa berasal dari dua
kata yaitu: Dhamma dan Adasa. Dhamma berarti Kesunyataan dan Adasa berarti
Cermin, sehingga Dhammadasa mengandung maksud bahwa setiap orang yang
berkunjung ke Museum Dhammadasa dapat melihat Dhamma sebagai kesunyataan hidup,
suatu ajaran tentang kebenaran. Nama ini diberikan oleh YM.Mahanayaka Sri
Paññavaro Mahathera.
FASILITAS- FASILITAS YANG
TERSEDIA
- Ruang Perpustakaan
Dengan adanya Ruang Perpustakaan
ini maka sangat membantu para mahasiswa STAB Kertarajasa dan umat Buddha/
maupun pengunjung Padepokan Dhammadīpa Ārāma untuk mendalami Dhamma.
- Ruang Rapat Saṅgha
Ruang ini berfungsi untuk
Rapat-rapat Saṅgha dan Rapat Yayasan/ Dayaka Sabha Vihara.Di dalamnya terdapat
foto-foto para bhikkhu anggota Saṅgha Theravada Indonesia.
- Ruang Dhammadīpa Ārāma
Dalam ruangan ini terdapat
kenangan sejarah perkembangan Padepokan Dhammadīpa Ārāma yang dilengkapi dengan
gambar-gambar dan foto-foto.
- Ruang Myanmar
Dalam
ruangan ini terdapat berbagai barang tradisi Buddhis Myammar. Di ruangan ini
juga terdapat contoh bhikkhu juga sayalay yang terbuat dari patung lilin.
- Ruang China
Ruang
Tradisi China atau Tiongkok ini menyimpan barang-barang tradisi Buddhis
Mahayana.
- Ruang Srilanka
Ruang Tradisi
Srilangka ini menyimpan barang-barang tradisi Buddhis Srilangka juga terdapat
patung lilin yang memberikan informasi tentang jubah yang digunakan oleh Bhikkhu dalam tradisi Srilangka.
- Ruang Thailand
( Di dalam ruangan
4,5,6,7 tersimpan altar masing-masing negeri Buddhis tersebut dengan budaya
yang berbeda antara satu dengan lainnya.)
- Ruang Antar Negara
Di ruangan ini akan
disimpan kegiatan-kegiatan Internasional yang berupa foto-foto kegiatan yang
diikuti oleh Saṅgha Theravada Indonesia.
- Ruang Antar Daerah
Di Ruangan ini
disimpan foto-foto dari berbagai vihara theravada di Indonesia.
- Ruang Foto Candi- Candi Buddhis
Ruang ini
menyimpan beberapa gambar dan benda peninggalan candi-candi Buddhis di
Indonesia.
- Ruang Relik
Dalam
ruangan ini disimpan relik-relik dari sisa kremasi tubuh Buddha beserta para
siswanya.
- Ruang Perintis Dhammadīpa Ārāma
Di ruangan ini
tersimpan barang-barang peninggalan mendiang Upāsika Pandita Dhammadhaja
Dhammaniyani Sri Hartini, yang telah wafat pada tahun 1993.Mendiang adalah
salah satu tokoh perintis dan pembabar Dhamma sejak berdirinya Padepokan
Dhammadīpa Ārāma hingga akhir hayatnya. Salah satu partisipasi mendiang sebagai
perintis terwujud melalui pembelian tanah awal seluas 4400 M(persegi) dibeli
dari Almarhumah Bapak Dasuki yang kemudian diatas namakan Mendiang bersama
Bhante Agga Jinamitto.
PATIRUPAKA
SWHEDAGON PAGODA
Peresmian Patirupaka Swedagon Pagoda dilaksanakan pada tanggal
5 Desember 2004 peristiwa ini bersamaan dengan moment peletakan Batu pertama
Pembanguna Kampus STAB Kertarajasa yang
dihadiri oleh Sayadaw U Kumara Bhivamsa, U Janaka Bhivamsa, Tipitakadhara dari
Myanmar, Umat buddha Myanmar, Duta Besar Myanmar di Jakarta, Para Bhikkhu
Sangha Theravada Indonesia dan Sekjen KASI Y.M. Bhiksu Pradñjavira dan Umat
Buddha dari berbagai daerah di Indonesia.
Ide mendirikan Replika Swhedagon Pagoda di Padepokan
Dhammadipa Arama ini muncul pada kesempatan
berbincang-bincang dengan Letjen. Khin Nyut, The Fist Secretary of State
Peace and Development Council (Perdana Menteri) serta U Aung Khin, Menteri
Agama Myanmar, dalam kunjungan Bhikkhu Khantidharo ke Myanmar pada bulan
November tahun 2000.
Pada kesempatan itu Bhikkhu Khantidharo mohon agar diberi
izin untuk membangun Replika Shwedagon Pagoda. Permohonan itu disambut dengan
baik dan akhirnya disepakati akan dibangun Replika Swhedagon Pagoda yang
tingginya 15 m dan lantai dasarnya 18 m.
Thupa (bahasa Pali) atau stupa (bahasa Sansekerta)
dikenal dengan berbagai nama: Chedi di Thailand, Zedi di Myanmar, Dagoba di
Srilanka, Chorten di Tibet, dalam bahasa Inggris sering disebut dengan istilah
Pagoda. Patirupaka Shwedagon pagoda merupakan replika atau tiruan dari Shwedagon
Pagoda yang ada di Myanmar dengan ukuran ±1/10 dari ukuran asli di Myanmar. Patirupaka
Shwedagon Pagoda yang ada di Padepokan Dhammadipa Arama merupakan Pagoda
pertama di Indonesia, atas prestasinya yang luar biasa inilah Y.M. Khantidharo
Thera memperoleh penghargaan dari Muri (Museum Rekor Indonesia) sebagai
Pemrakarsa berdirinya bangunan Patirupaka Shwedagon Pagoda yang pertama di
Indonesia.
Patirupaka Swhedagon Pagoda terdiri dari 3 lantai; lantai
pertama/dasar terdapat 21 ruang khusus untuk berlatih meditasi duduk bagi
wanita, tepat di tengah pagoda terdapat sumur suci yang telah difilter dan siap
untuk diminum; disebut sumur suci karena setiap pagi-malam dibacakan paritta,
dan dikelilingi oleh tempat suci untuk orang yang berlatih meditasi; selain itu
juga sumur suci posisinya lurus (vertikal) dengan penyimpanan Relik Sang Buddha.
Sedangkan di sekeliling lantai pertama ini juga menepel foto-foto sejarah
pembangunan Pagoda hingga peresmian.
Pada Lantai kedua terdapat 7 altar Buddha sesuai dengan hari (Senin-Minggu). Selain itu di
sekeliling ruangan pada lantai kedua terdapat pintu kaca ukir yang mengisahkan
tentang Riwayat Hidup Buddha Gautama dan Gambar delapan simbol yang memberikan
harapan/Asta Manggala. Sedangkan pada lantai ketiga/paling atas berdiri dengan
megah Stupa besar yang menyimpan Relik Sang Buddha serta ada ruangan yang
disebut Ganda Kuti, sebuah ruang khusus yang tidak setiap orang diperkenankan
masuk.
Pagoda ini disebut juga sebagai Pagoda Kedamaian
karena,”Siapapun yang datang berkunjung ke Stupa (Pagoda) dimana disimpan
Relik Sang Tathagatha dengan membawa
bunga, dupa atau kayu cendana dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Tathagata,
maka ia akan merasa damai, tenang, tentram dan bahagia dalam waktu yang cukup
lama. (Mahaparinibbana Sutta/D.11.16).
Bangunan Pagoda Kedamaian ini merupakan hasil karya
kreasi dan keterampilan dari seorang Arsitek Wanita, yaitu Ibu Ir. Shelly
Gunavati Hartono, M. B.A., M.T., M.M. dibantu oleh tiga orang teknisi dari
Myanmar yaitu: U Mya Lwin, Maung Maung Khin, U Myint Zaw Oo.
Dari Pagoda ada Lorong yang menghubungkan dengan Museum. Lorong
ini berkelak-kelok dan terasa sangat sejuk karena di bangun di bawah tanah, di
atas Museum berdiri Kuti-kuti untuk
peserta latihan meditasi vipassana Bhavana dan sekaligus menjadi objek Wisata
Religius.
STAB
KERTARAJASA
Peresmian
Patirūpaka Shwedagon Pagoda bersamaan dengan peletakan batu pertama pembangunan
Gedung Kampus STAB Kertarajasa.Hal ini merupakan bentuk partisipasi aktif
seluruh umat Buddha khususnya yang berada di Kota Malang dan sekitarnya dalam
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana keagamaan.Pembangunan Gedung
Kampus STAB Kertarajasa merupakan upaya untuk meningkatkan pembinaan etika,
moral, dan spiritual umat Buddha Indonesia dan Jawa Timur Khususnya.
Keberadaan
Patirūpaka Shwedagon Pagoda dan Kampus STAB Kertarajasa di dalam Padepokan
Dhammadīpa Ārāma diharapkan mampu menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Buddhis. Adapun manfaat dari berbagai sarana tersebut
adalah:
- Sebagai pusat meditasi untuk pembinaan mental spiritual.
- Sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual Buddhis.
- Sebagai pusat pengembangan budaya yang bernuansa spiritual.
- Sebagai wisata religi yang bernuansa Buddhis.
DHAMMASALA VELUVANA (RENOVASI
KE-II)
Dhammasala
Veluvana yang dibangun pada tahun 1971 merupakan bangunan semi permanen karena
kebutuhan yang mendesak dengan dana yang sangat terbatas, direnovasi lima tahun
kemudian yaitu tahun 1976. Berdirinya Dhammasala Lumbini yang lebih tinggi dan
mewah menyebabkan Dhammasala Veluvana menjadi kontras dan membuat pandangan
kurang nyaman.Oleh sebab itu timbul usalan dan saran dari berbagai pihak agar
Dhammasala Veluvana di bongkar.Namun, ada pula pihak yang kurang setuju
pembongkaran tersebut karena Dhammasala ini dirasa adalah sejarah yang membuat
Dhammadipa terkenal dimana-mana. Alasannya karena pada bulan februari 1972
Buddharupang yang pertama dalam altar dicuri orang dan pada tahun 26 Juli 2003
Buddharupang dalam altar dilempar bom oleh seseorang. Beruntung bom meleset
terkena sisi dinding belakang Buddharupang sehingga Buddharupang sendiri tidak
rusak, hanya plafon yg sedikit berantakan.Kedua peristiwa ini membuat Padepokan
Dhammadipa Arama semakin terkenal.Dhammasala Veluvana juga telah banyak
berhasil mengantar umat Buddha untuk memahami Dhamma lebih mendalam melalui
program meditasi yang diselenggarakan.Tarik ulur panjang terjadi dan akhirnya
renovasi adalah solusi yang dipilih.Maka, renovasi kedua Dhammasala Veluvana
dilakukan pada awal tahun 2007.Seusai pemugaran, Dhammasala ini tetap digunakan
untuk meditasi, puja bakti dan semua kegiatan vihara.
DHAMMASALA LUMBINI
Setelah 30 tahun berlalu, Dhammasala
Veluvana tidak lagi memenuhi kebutuhan umat yang makin berkembang, maka timbul
bagaimana Padepokan Dhammadipa Arama dapat melayani umat lebih nyaman sesuai
dengan perkembangan saat ini. Maka pada tanggal 17 Juli 2004 dimulailah
peletakan batu pertama pembangunan Dhammasala Lumbini yang diresmikan pada
tanggal 28 Oktober 2007.Dhammasala ini lebih luas, lebih indah dan lebih tinggi
letaknya daripada Dhammasala Veluvana.Jika seluruh Buddharupang di Dhammasala
Veluvana diterima dari dana-dana umat Thailand, maka di Dhammasala Lumbini ini
diterima dari dana-dana umat Myanmar.Tradisi myanmar tercermin pada ciri
Buddharupang serta keseluruhan isi altar di Dhammasala Lumbini ini.
No comments:
Post a Comment