Saat anda membaca kata “kuburan” apa yang muncul dalam
pikiran anda? Apakah anda akan langsung teringat orang-orang yang anda kasihi
yang telah lebih dulu meninggalkan dunia ini? Atau anda teringat film tentang
Drakula, Vampire, Kuntilanak, Forever Night, Simanis Jembatan Ancol, Pemburu
Hantu, Dunia Lain, Suara Kubur, atau gambaran lain yang lebih menyeramkan? Atau
mungkin yang muncul dalam pikiran anda adalah gundukan tanah dengan batu nisan
di ujungnya?
Bila saya mendengar kata kuburan maka yang muncul dalam
pikiran saya adalah suatu tempat yang paling kaya di dunia ini. Lho, kok bisa
begitu? Benar, saya melihat gundukan tanah dan batu nisan yang bertuliskan
nama, tanggal lahir – tanggal meninggal. Namun yang lebih saya perhatikan
adalah garis kecil yang memisahkan tanggal lahir dan tanggal meninggal.
Mengapa? Karena garis kecil inilah yang sebenarnya jauh lebih penting dari pada
tanggal lahir atau tanggal meninggal seseorang. Garis kecil ini menggambarkan
kehidupan yang telah dilalui seorang manusia, apa yang telah ia lakukan dalam
hidupnya, apa yang ia lakukan dengan hidupnya, prestasi apa saja yang telah ia
capai baik untuk dirinya sendiri, untuk keluarganya, untuk masyarakat, dan
untuk umat manusia.
Garis kecil ini merupakan jawaban dari suatu pepatah bijak
yang saya dengar bertahun-tahun lalu, yang masih sangat kuat mengiang di hati
saya hingga saat ini, ”God’s gift to you is your life. What you do with your
life is your gift back to God”.
Mengapa saya mengatakan bahwa kuburan adalah tempat terkaya
di dunia? Karena ada begitu banyak orang yang sebenarnya tidak hidup selama
mereka hidup, hanya sekedar ”ada” atau ”exist”, hingga mereka meninggal.
Lha, kalau mereka tidak hidup lalu apakah mereka telah
meninggal? Bukan. Kebanyakan orang hanya sekedar “hidup – hidupan”. Mengutip
yang dikatakan Benjamin Franklin, “Most men die from the neck up at age 25
because they stop dreaming”.
Saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Benjamin
Franklin. Dan saya ingin menambahkannya menjadi, “Most men die from the neck up
at age 25 not because they stop dreaming but because they don’t have the
courage, passion ,commitment, and burning desire to pursue their worthwhile
dreams while they are awake and alive”.
Seorang guru spiritual pernah berkata, “Dalam hidup ada
kehidupan. Kita harus menghidupkan kehidupan ini agar kita benar-benar hidup di
dalam hidup kita, tidak sekedar hidup-hidupan. Setelah kita benar-benar hidup,
mengerti hidup, mengapa kita hidup, dan untuk apa kita hidup, baru kita dapat
membantu orang lain untuk menghidupkan kehidupan mereka sehingga mereka
benar-benar hidup di dalam kehidupan mereka”.
Kuburan adalah tempat terkaya di dunia karena ada begitu
banyak orang yang meninggal dengan membawa impian-impian besar mereka yang
belum terwujud, ke dalam kubur. Mereka menyimpan semua harapan dan impian
mereka tanpa mampu, sempat, atau berani mewujudkan impian mereka. Ada banyak faktor yang
menyebabkan orang tidak hidup sesuai dengan potensi mereka. Ada banyak pencuri impian yang berkeliaran di
sekitar kita, yang senantiasa siap mencuri impian-impian kita.
Dalam berbagai kesempatan saya berinteraksi dengan orang,
saya selalu melakukan survei kecil-kecilan. Apa yang saya tanyakan? Saya
berusaha mencari tahu benang merah antara bidang pekerjaan atau karir yang
mereka kerjakan sekarang dengan latar belakang pendidikan formal atau bidang
keunggulan mereka. Hasilnya? Selalu membuat hati saya sedih.
Hampir semua, saya ulangi hampir semua, orang yang saya
temui ternyata melakukan pekerjaan yang berbeda atau tidak sejalan dengan
disiplin ilmu yang mereka pelajari saat masih kuliah. Ada sarjana arsitek atau teknik sipil yang
jadi debt collector. Ada
lulusan luar negeri yang buka depot atau catering. Ada sarjana teknik kimia yang jadi guru Play
Group/TK. Ada sarjana teknik mesin yang jadi sales mobil atau agen asuransi dan
masih banyak contoh lain.
Saya sering menjumpai orangtua dan orang tua yang berkata,
”Coba dulu saya melakukan... pasti keadaan hidup saya berbeda”, ”Saya menyesal
setelah kini sadar ternyata impian saya yang sesungguhnya adalah...” Apakah
anda pernah bertemu dengan orang-orang seperti ini?
Saya juga sering bertemu dengan orang yang dulunya begitu
bersemangat mengenai masa depan mereka, impian-impian mereka, dan hidup mereka,
ternyata setelah sekian tahun kemudian, saya tidak lagi melihat passion atau
gairah hidup yang dulu pernah ada di dalam diri mereka. Saat saya bertanya
mengenai hal ini jawaban mereka biasanya, ”Yah... kita harus realistis. Ekonomi
sekarang lagi sulit. Dapat kerja atau bisa cari makan saja sudah syukur. Nggak
usah macam-macam lah.”
Setelah membaca cerita saya sejauh ini mungkin anda akan
bertanya, ”Kalau begitu Pak Adi pasti tidak termasuk orang-orang yang
diceritakan di atas?” Anda salah. Saya juga termasuk orang yang pernah salah
jurusan. Impian-impian saya sempat hampir padam. Namun saya bersyukur karena
saya dapat segera sadar dan segera menyusun ulang program hidup saya. Saya juga
pernah tersesat. Besar harapan saya, setelah anda membaca cerita saya, anda
bisa saya sesatkan kembali ke jalan yang benar.
Lalu bagaimana caranya untuk bisa mengetahui impian kita
yang sesungguhnya? Butuh waktu untuk melakukan perenungan mendalam. Impian
hidup hanya bisa ditemukan melalui serangkaian proses perjalanan pencarian ke
dalam diri (inner journey). Impian ini hanya bisa didapatkan bila kita
sungguh-sungguh bangun, sadar, dan mencarinya secara sadar. Impian setiap orang
berbeda. Namun bila impian itu berasal dari lubuk hati terdalam, maka esensi
setiap impian hidup pasti akan sama dan sangat mulia. Karena impian bersifat
sangat pribadi maka saya tidak akan membahasnya dalam artikel ini. Yang akan
saya bahas adalah potensi diri atau bidang keunggulan kita.
Setelah menemukan impian hidup barulah kita menentukan
strategi untuk mencapainya. Untuk itu, kita perlu mengenal potensi diri. Yang
saya maksudkan dengan potensi diri adalah kekuatan atau bidang keunggulan kita.
Untuk menemukan bidang keunggulan atau potensi diri yang sesungguhnya maka kita
perlu, untuk sementara waktu, melupakan semua pendidikan formal yang pernah
kita jalani. Lakukan analisa diri dengan cermat dan jujur.
Bidang pekerjaan yang kita lakukan saat ini belum tentu
sejalan dengan potensi diri yang menjadi keunggulan kita. Lalu bagaimana
caranya untuk mengetahui bidang keunggulan kita? Kawan karib saya, Paulus
Winarto, memberikan resepnya dengan sangat gamblang, seperti yang saya kutip di
bawah ini:
1. Kita menyukai pekerjaan/aktivitas tersebut
2. Kita mau melakukan pekerjaan/aktivitas tersebut meski
tidak dibayar
3. Kita merasakan mudah melakukannya sedangkan orang lain
merasa sulit
4. Semakin sering kita melakukannya maka semakin baik kita
dalam bidang ini
5. Kita sering dipuji orang karena melakukannya (pekerjaan
ini mampu kita lakukan dengan baik)
6. Kita selalu bersemangat saat membicarakan
pekerjaan/aktivitas tersebut
7. Kita selalu bersemangat dan memiliki energi yang besar
saat melakukan pekerjaan/aktivitas tersebut
8. Kita sering lupa waktu saat melakukan pekerjaan/aktivitas
tersebut
9. Kita merasa puas ketika melakukan pekerjaan/aktivitas
tersebut
10. Kita merasa bangga saat melakukan pekerjaan/aktivitas
tersebut
11. Kita mudah mempengaruhi orang dalam bidang
pekerjaan/aktivitas tersebut
Kisah lainnya adalah tentang kawan saya, Lina. Kawan saya
ini telah menggeluti dunia desain pakaian selama lebih dari 15 tahun. Ia selalu
berkata bahwa passion-nya adalah di dunia mode. Benarkah demikian? Ternyata
kalau saya cek dengan 11 kriteria di atas maka dunia mode bukanlah bidang
keunggulannya. Mengapa? Karena selama lebih dari 15 tahun dia tidak berkembang.
Semakin banyak job yang ia dapatkan maka semakin stres dirinya. Bahkan sampai
jatuh sakit.
Saya menyarankan ia untuk beralih profesi dengan
mengembangkan diri sejalan dengan bidang keunggulannya. Kembali Lina beralasan
bahwa dunia mode adalah dunianya. Di samping itu semua kawannya sudah mengenal
dirinya sebagai desainer pakaian. Sayang kalau harus meninggalkan dunia ini
karena sudah digeluti lebih dari 15 tahun.
Lalu, siapakah orang yang ”menyesatkan” kita sehingga kita
melakukan pekerjaan yang bukan bidang keunggulan kita? Bisa lingkungan, bisa
orangtua, bisa pihak sekolah, bisa siapa saja. Mereka adalah orang yang
sebenarnya bertujuan baik namun masih menggunakan paradigma lama. Hal ini akan
membuat seorang anak tumbuh dewasa tanpa mampu atau sempat mengembangkan
potensi mereka yang sesungguhnya.
Sering kali bidang keunggulan seseorang ”dibelokkan” oleh
orangtua, teman, guru, atau orang yang dipandang mempunyai otoritas sehingga
seorang anak, yang nantinya akan menjadi pribadi dewasa, akhirnya yakin dan
mengembangkan diri tidak sejalan dengan potensinya yang sesungguhnya.
Kawan saya, Ariesandi Setyono, lima tahun lalu, pernah membantu seorang anak
SMU, sebut saja Agus, untuk menemukan bidang keunggulannya. Agus berasal dari
keluarga kurang mampu. Ayahnya terkena stroke dan ibunya kerja serabutan untuk
menghidupi keluarganya. Agus adalah anak laki paling besar yang diharapkan
menjadi tulang punggung keluarganya.
Saat Aries bertanya, ”Apa hobi atau kegiatan yang sangat
suka kamu lakukan?” ”Saya sangat suka merangkai bunga,” jawab Agus cepat. ”Ok,
kalau begitu, karena orangtuamu tidak akan mampu membiayai kamu kuliah, maka
sebaiknya kamu belajar di Florist dan mendalami hobimu untuk dijadikan sumber
uang,” jelas Aries.
Agus benar-benar menjalankan apa yang Aries sarankan. Agus
tidak kuliah dan begitu tamat SMU, dengan meminjam uang dari ibunya, langsung
belajar merangkai bunga di sebuah Florist terkenal di Surabaya. Hasilnya? Tahun
lalu, saat Agus masih berusia 23 tahun, ia telah berhasil membeli satu unit
ruko di lokasi yang strategis seharga Rp650 juta tunai. Ia juga mampu membeli
mobil baru, seharga lebih dari Rp100 juta, secara tunai. Yang paling penting
adalah ia mampu menjadi tulang punggung keluarganya dalam hal finansial.
Anda pasti bertanya bagaimana si Agus ini kok bisa begitu
berhasil? Ternyata dari hobinya merangkai bunga Agus kemudian “melarikan”
kecakapannya ini ke bidang wedding decoration. Hebatnya lagi Agus membidik
segmen pasar kelas atas yaitu hanya menerima dekor pengantin di hotel bintang
lima. Apa yang Agus lakukan pasti akan sangat maksimal karena usahanya
dilakukan sejalan dengan bidang keunggulannya. Kabar terakhir yang kami dengar
tentang Agus yaitu jadwalnya untuk setahun sudah penuh. Ck..ck...ck... luar
biasa anak muda ini.
Bagaimana dengan anda, para pembaca yang budiman? Apakah
anda sudah mengembangkan potensi anda yang sesungguhnya? Apakah anda selama ini
hanya menjalani rutinitas pekerjaan yang bukan di bidang keunggulan anda?
No comments:
Post a Comment