From: "Handaka
Vijjananda" <ehipassiko@time.net.my>
Di
Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting
sawah. Kepiting itu ukurannya kecil, namun rasanya cukup lezat.
Kepiting-kepiting itu ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan ke dalam
baskom, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus,
lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.
Yang menarik, tentu saja kepiting-kepiting itu akan
selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan
menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun, seorang penangkap kepiting yang
handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.
Jurusnya hanya satu, si penangkap tahu betul sifat para kepiting itu. Jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Bila ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tak seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom.
Keesokan harinya, sang penangkap tinggal merebus
mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.
* * *
Begitu pula dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita juga
terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.
Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara
kita meraih keberhasilan, kita malahan berprasangka buruk: jangan-jangan
keberhasilan itu diraihnya dengan jalan yang tidak benar.
Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung
unsur kompetisi. Sifat iri, tak mau kalah, atau munafik, akan semakin nyata dan
kalau tidak segera kita sadari, tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita
sendiri.
Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa
di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun
terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita
seutuhnya.
Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau
bahkan bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti: kita menang
dalam kehidupan ini.
Gelagat seseorang adalah "kepiting" antara
lain:
1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain
atau situasi) dan menjadikannya sebagai acuan dalam bertindak.
2. Hobi membicarakan kelemahan orang lain, tapi tidak
mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk merintangi orang
lain yang akan sukses dan melupakan usaha mensukseskan dirinya dengan cara yang
positif.
Seharusnya
kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yaah...
dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya….
Coba renungkan, berapa waktu yang kita pakai untuk
memikirkan cara-cara menjadi "pemenang" dalam kehidupan sosial,
bisnis, sekolah, atau agama. Seandainya kita bisa menggunakan waktu tersebut
untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri yang positif, niscaya kita akan
berkembang menjadi pribadi yang lebih sehat dan dewasa.
Be
happy!
No comments:
Post a Comment