Seperti diceritakan pada artikel Candi Muaro Jambi pada
edisi lalu, di lingkup Candi Muara Jambi terdapat banyak candi-candi kecil.
Adapun candi-candi tersebut yaitu Candi Astano, Candi Tinggi, Candi Gumpung,
Candi Kembar Batu, Candi Gedong, Candi Kedaton, Candi Koto Mahligai dan Candi
Teluk. Pada kesempatan kali ini redaksi sengaja membahas satu candi diantara
candi-candi tersebut yaitu “Candi Astano”.
Candi Astano terletak di 1-250 meter ke arah timurlaut dari
candi tinggi, atau sekitar 350 meter ke arah utara dari tepi sungai Batanghari,
di Desa Muara Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Batanghari. Bangunan candi
ini berdiri pada sebidang tanah berukuran 48 x 50 meter. Permukaan tanah tempat
candi berdiri letaknya 1,70 meter lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya.
Di sekeliling lahan terdapat parit yang berukuran sekitar 5 meter dengan
kedalaman 3 meter.
Ternyata, dinamakan Candi Astano karena dalam wilayah
tersebut terdapat beberapa buah makam yang menurut legenda setempat makam-makam
tersebut merupakan “makam raja”. Pada tahun 1936 Schnitger pernah mencoba
menggali makam tersebut, tetapi maksudnya tidak terlaksana karena tidak
mendapat izin dari warga setempat.
Bangunan Candi Astano mempunyai sepuluh sisi yang diduga
dibina selama tiga tahap pembangunan. Bangunan yang tertua berdenah empat
persegi panjang membujur arah baratlaut-tenggara dengan ukuran 8 x 20 meter,
sedangkan bangunan tambahannya terletak disebelah timur laut berukuran 10,6 x
13,8 meter dan baratdaya berukuran 5 x 5 meter. Di bagian atas bangunan
terdapat teras lagi yang berdenah bujur sangkar membujur ke arah baratlaut
dengan ukuran 5 x 8,4 meter. Arah hadap bangunan ini sampai sekarang belum bisa
di ketahui karena tidak ditemukannya sisa tangga naik atau bangunan penampil
yang merupakan indikator arah hadap bangunan. Bangunan ini menunjukan kesamaan
pada bangunan profil tahap pertama.
Selain itu di dalam Candi Astano ditemukan dua buah padmasāna, 14 buah fragmen
arca batu dari berbagai bentuk dan ukuran, satu buah pipisan batu, 1 buah
lesung batu, manik-manik kaca dan batu, dan pecahan tembikar serta keramik dari
berbagai bentuk ukuran. Pecahan keramik yang di temukan sebagian berasal dari
zaman Dinasti Song Yuan yaitu pada abad ke-11 sampai ke-14 Masehi. Diluar
bangunan Cani Astano ditemukan sisa permukiman para peziarah atau pemukiman
para pengelola bangunan candi. Indikatornya berupa barang-barang keramik dan
tembikar, manik-manik kaca diantaranya terdapat tulisan “balye”, mata uang emas dengan tulisan “gha”dan fragmen besi. Pecahan tembikar yang merupakan indikator
permukiman sementara adalah berupa tungku memasak yang bentuknya seperti
sepatu.
Penasaran kan?... kalau begitu silahkan buktikan sendiri, bair
lebih tahu betapa banyaknya peninggalan nenek moyang kita yang bercorak ajaran
Buddha untuk kita buktikan kebenaranya.
No comments:
Post a Comment