Judul di atas merupakan latar belakang adanya artikel saduran di bawah ini. Disamping itu ada beberapa kabar burung dari sekte sempalan yang mengaku salah satu aliran agama Buddha di Indonesia bahwa masa sekarang bukan masa Buddha Gotama lagi, dan sekte sempalan ini mengklaim bahwa Buddha Maitreya telah muncul.
Jika dilihat dari kebenaran mutlak tentu ajaran kebaikan dalam bentuk apapun disebut Dhamma. Namun, istilah dan kalimat tersebut mengandung kebenaran yang dualisme bagi manusia yang masih terbelenggu oleh kekotoran batin di alam semesta ini. Bisa diartikan kebenaran yang sesungguhnya jika berhubungan dengan hal-hal baik, bisa juga merupakan kalimat pembelaan dari pembela sekte sempalan yang bersifat inklusivisme.
Berakhir tidaknya ajaran Buddha Gotama seperti judul di atas tergantung persepsi dari pembaca yang juga dipengaruhi oleh tingkat kebijaksanaan seseorang. Jika dilihat dari sumber Kitab Suci Tipitaka Pali maka akan ada gambaran tekstual yang bisa dijadikan tambahan pengetahuan atas jawaban dari judul diatas.
Dalam beberapa sumber dikatakan; Sang
Buddha pernah bersabda, bahwa era Ajaran Beliau ( Buddha-Dhamma ) hanya akan
bertahan selama lima-ribu ( 5.000 ) tahun, yang bila dihitung sejak era Buddhis
pertama kali, yakni kurang lebih 500 tahun SM, maka sekarang Dhamma telah
menempuh perjalanan selama kurang lebih 2.500 tahun, dan itu berarti Dhamma
hanya akan bertahan 2.500 tahun lagi.
Berakhirnya
era Dhamma Sang Buddha Gotama adalah wajar. Sama seperti Buddha-Buddha yang
terdahulu, Sang Buddha Gotama juga menjalani siklus yang serupa, yaitu:
dimulai dari berjuang menyempurnakan Parami selama empat (4) Asankkheyya-Kappa
dan Seratus-ribu ( 100.000 ) Kappa, kemudian dilahirkan kembali sebagai manusia
untuk terakhir kalinya, kemudian mencapai Pencerahan-Sempurna, setelah itu lalu
memutar-roda Dhamma, membabarkan Dhamma nan mulia kepada makhluk-dunia,
akhirnya Parinibbana. Setelah Sang Buddha Parinibbana, maka Dhamma adalah Guru
bagi para siswanya untuk dipraktikkan. Sejalan dengan waktu, maka akan
terjadilah kemerosotan kwalitas dan kwantitas praktik Dhamma yang semakin lama
semakin parah dan suatu saat nanti, Dhamma akan dilupakan sama sekali. Hingga kelak, sebelum bumi ini mengalami kehancuran kembali, akan muncul Buddha yang
terakhir pada masa Maha-Badda-Kappa ini, ialah Buddha-Metteya yang dalam bahasa Sansekerta disebut Buddha Maitreya.
Sebelum kita menyimpulkan ada baiknya tahu tentang proseh hancurnya ajaran Buddha.
Sebelum kita menyimpulkan ada baiknya tahu tentang proseh hancurnya ajaran Buddha.
Sejak
masa menjelang akhir era Dhamma Sang Buddha Gotama, dan sampai masa setelah
berakhirnya era Sang Buddha Gotama, usia manusia akan semakin pendek yang
beriringan dengan kwalitas hidup yang juga semakin menurun, kehidupan manusia
dan bermasyarakat semakin kacau, dan merosotnya moralitas menuju ambang batas
terendah.
Meskipun
demikian, pada masa itu, tetap ada beberapa kelompok manusia yang memilih untuk
menyingkir dari kebodohan massal tersebut. Mereka memilih untuk tetap menjaga
praktik moralitas dan kebajikan.
Kemudian,
dari generasi ke generasi, keturunan manusia akan mulai bertambah usianya
seiring dengan kesinambungan praktik moralitas dan kebajikan. Sebagai akibat
praktik-praktik moralitas dan kebajikan itulah, usia manusia naik kembali, dari
yang semula rata-rata hanya sepuluh (10) tahun , meningkat, terus meningkat, hingga
mencapai batas delapan-puluh-ribu ( 80.000 ) tahun. Pada masa usia manusia
rata-rata delapan puluh ribu ( 80.000 ) tahun ini, terdapatlah kemakmuran dan
kesejahteraan bagi manusia.
Setelah
itu, kehidupan manusia akan mengalami “fase-turun” ( utkarsa ). Dan pada fase
turun inilah, kelak akan muncul Samma-Sambuddha yang berikutnya, yaitu
Buddha-Metteya ( Sanskrit : Maitreya ), yang akan mengajarkan kembali Dhamma
yang persis sama dengan yang diajarkan para Buddha sebelumnya, membimbing para
Dewa dan manusia supaya mereka bisa merealisasikan akhir dari dukkha : NIBBANA.
[
Buddha hanya akan muncul pada fase turun, tapi tidak muncul saat
jangka kehidupan manusia telah jatuh dibawah titik jangka kehidupan kritis,
saat sikap dan mental manusia sangat inferior sehingga tidak bisa
menerima ajaran Buddha. Jangka kehidupan kritis ditafsirkan beraneka
ragam, ada yang menafsirkannya sebagai seratus ( 100 ) tahun, delapan-puluh (
80 ) tahun, bahkan tiga-puluh ( 30 ) tahun. Zaman dibawah jangka kehidupan
kritis disebut zaman kegelapan, yang dalam agama lain disebut “Akhir-Zaman”.
]
Dalam
Maha-badda-kappa ini, muncul lima Samma-Sambuddha. Sebelumnya, telah muncul
tiga Samma-Sambuddha sebelum Sang Buddha Gotama, dan berarti total empat (4)
Samma Sambuddha dengan Sang Buddha Gotama. Tiga (3) Buddha sebelum Buddha
Gotama tersebut adalah :
1. Buddha
Kakusandha,
2. Buddha
Konagamana,
3. Buddha
Kassapa.
Setelah
Buddha Gotama, kelak ( sesuai proses yang diterangkan diatas ), maka akan
muncullah Samma-Sambuddha berikutnya ( Buddha yang kelima dalam
Maha-Badda-Kappa ini ) , ialah Buddha Metteya. Buddha Metteya akan menjadi
Buddha yang terakhir dalam siklus kehidupan kita yang sekarang ini, sebelum
bumi ini kembali hancur-terurai, mengalami apa yang disebut sebagai “kiamat”.
Pada
zaman-zaman Buddha yang lampau , sebelum Buddha Gotama, seringkali terjadi masa
kosong yang amat sangat lama sekali dimana dunia ini kosong dari Ajaran-Buddha
yang berlangsung antara masa setelah berakhirnya era Buddha terdahulu dengan
masa munculnya Buddha yang selanjutnya. Masa kosong itu tak terhitung lamanya.
Dalam masa kegelapan itu peradaban manusia telah muncul dan musnah silih
berganti.
PROSES MEMUDAR DAN LENYAPNYA DHAMMA SANG
BUDDHA GOTAMA
Pada
suatu hari ketika Sang Buddha Gotama sedang berdiam di hutan Banyan di
Kapilavatthu, Y.A. Sariputta mendekati Beliau dan bertanya tentang Buddha yang
berikutnya setelah Sang Buddha Gotama. Kemudian Sang Buddha bersabda, :
“ …
Masa dunia kita ini adalah masa yang istimewa. Telah muncul tiga pemimpin
dunia, yaitu : Buddha Kakusandha, Buddha Konagamana, dan Buddha Kassapa. Aku
sekarang adalah Samma-Sambuddha. Dan akan muncul juga Buddha Metteya sebelum
masa dunia ini berakhir. Samma-Sambuddha ini namanya Metteya, Pemimpin Dunia.”
Sang
Buddha kemudian meneruskan penjelasan tentang bagaimana proses terjadinya
kemunduran Buddha-Dhamma hingga kelak kemunculan Buddha-Metteya, yang ditandai
dengan adanya lima-kelenyapan :
“
Setelah Aku Parinibbana, akan ada terlebih dahulu lima (5) Kelenyapan. Apakah
yang lima (5) itu ? Lenyapnya pencapaian tingkat kesucian ( Sottapana,
Sakadagami, Anagami, dan , Arahat ), lenyapnya pelaksanaan benar, lenyapnya
Ajaran (Dhamma), lenyapnya simbol/bentuk luar, lenyapnya Relik. Inilah lima
kelenyapan yang akan terjadi.
i). LENYAPNYA PENCAPAIAN TINGKAT KESUCIAN
Disini,
lenyapnya pencapaian [tingkat-kesucian] berarti bahwa hanya selama seribu (
1.000 ) tahun setelah Aku Parinibbana, para Bhikkhu masih dapat mencapai
Pengetahuan-Analitis ( Patisambhida ) atau tingkat Arahat. Sejalan dengan
waktu, para siswa-Ku adalah [hanya] Anagami , Sakadagami, dan Sotapanna.
Tingkat pencapaian ini tidak akan lenyap sampai Sotapanna terakhir meninggal.
Setelah itu, pencapaian tingkat kesucian pun turut lenyap.
Inilah
, Sariputta, lenyapnya tingkat kesucian.”
ii). LENYAPNYA PELAKSANAAN-BENAR
“Lenyapnya
pelaksanaan-benar, berarti bahwa : tidak [ ada yang ] mencapai Jhana, pandangan
terang, Jalan dan Buah ( Magga dan Phala ), mereka hanay akan menjaga empat (4)
kemurnian perilaku ( catuparisuddhi-Sila ), yaitu : Patimokkha-samvara-Sila (
Sila-Kebhikkhuan ), Indriya-Samvara-Sila ( yang berhubungan dengan pengendalian
indriya ), ajiva-parisudhi-Sila ( kemurnian-penghidupan ),
paccaya-sannissita-Sila ( yang berhubungan dengan empat-kebutuhan-pokok ).
Seiring
berjalannya waktu, mereka hanya akan menjaga empat pelanggaran-berat ( parajika
) : menahan diri dari hubungan seksual, mencuri, membunuh, menyatakan diri
telah mencapai tingkat kesucian.
Selama
masih ada ratusan, atau, ribuan Bhikkhu yang menjaga dan mengingat empat
pelanggaran berat , maka pelaksanaan benar belum lenyap. Dengan terjadinya
pelanggaran berat oleh Bhikkhu terakhir atau dengan meninggalnya Bhikkhu
tersebut, maka pelaksanaan benar juga turut lenyap.
Inilah
Sariputta,lenyapnya pelaksanaan-Benar.”
iii). LENYAPNYA AJARAN-BENAR
“
Lenyapnya Ajaran-Benar berarti bahwa selama teks Ti-Pitaka : Vinaya, Sutta ,
dan Abhidhamma yang merangkum kata-kata Sang Buddha masih tersedia, maka Ajaran
belum lenyap. Seiring dengan waktu akan muncul raja-raja / pemimpin-pemimpin
negara yang bukan pelaksana Dhamma, pejabat-pejabat di pemerintahan juga bukan
manusia [ pengikut ] Dhamma, dan akibatnya warga negaranya juga mengikuti [
tidak menjadi penganut Dhamma ].
Karena
itulah [ akibat dari tidak diikutinya lagi Jalan-Dhamma ] , HUJAN TIDAK TURUN
SEBAGAIMANA MESTINYA, akan ada GAGAL PANEN, KELANGKAAN BAHAN MAKANAN, dan
akibatnya masyarakat tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pokok untuk para
Bhikkhu. Akhirnya para Bhikkhu tidak lagi menerima anggota baru, tidak ada lagi
orang masuk Sangha. Ajaran secara perlahan lenyap.
Dalam
prosesnya, Abhidhamma dahulu yang pertama lenyap, dimulai dengan lenyapnya
Patthana, Yamaka, Kattha-vatthu, Puggala-pannati, Dhatu-Kattha, dan seterusnya.
Setelah
Abhidhamma lenyap, maka Sutta-Pitaka juga turut lenyap. Pertama, Anguttara
Nikaya lenyap, kemudian Samyutta-Nikaya, Majjhima Nikaya, Digha Nikaya, dan
seterusnya. Hanya tinggal kisah Jataka dan Vinaya Pitaka yang akan diingat.
Hanya Bhikkhu yang teliti yang akan mengingat Vinaya-Pitaka. Kemudian Jataka
juga akan lenyap, pertama Vessantara-Jataka, kemudian Apannaka-Jataka, demikian
seterusnya sampai seluruh Jataka terlupakan. Kemudian hanya Vinaya-Pitaka yang
akan diingat. Seiring berjalannya waktu, Vinaya Pitaka juga akhirnya lenyap.
Selama
“empat-bait-syair-Dhamma” masih ada di antara manusia, maka Ajaran belum
lenyap. [ Keempat bait syair yang dimaksud adalah : “ Tidak Berbuat
Jahat, Perbanyak kebajikan, Sucikan hati dan pikiran, Inilah Ajaran Para
Buddha” ]
Ketika
Raja yang memiliki keyakinan dalam Dhamma menawarkan satu kantong emas yang
diletakkan di punggung gajah, dan menabuh genderang ke seluruh kota sampai dua
atau tiga kali, dengan mengumumkan, “ Barangsiapa dapat menyebutkankan syair
dari Sang Buddha, biarlah ia mendapat seluruh koin emas ini beserta gajah
kerajaan ini”, tetapi ketika tiada seorangpun yang mengetahui keempat bait
syair Dhamma tersebut sampai akhirnya kantong koin emas itu harus kembali ke
dalam istana lagi, maka itulah lenyapnya Ajaran.”
Inilah
Sariputta, lenyapnya Ajaran.”
iv). LENYAPNYA SIMBOL-LUAR
“Seiring
berjalannya waktu, masing-masing dari para Bhikkhu dan ‘angkatan’ terakhir membawa
jubahnya, mangkuknya, dan tusuk gigi, mengambil buah labu botol dan
menjadikannya mangkuk untuk meminta makanan, akan berjalan kesana-kemari dengan
labu tersebut di tangannya atau digantung dengan tali. Seiring dengan waktu,
mereka berpikir , “ Apa gunanya jubah kuning ini ? “ , dan [lalu] mereka
mengguntingnya menjadi potongan kecil kemudian menempelkannya di hidung,
kuping, atau rambut. Mereka berkelana sambil menunjang anak dan isteri dengan
cara bertani, berdagang dan sejenisnya. Seiring berjalannya waktu, mereka
berpikir, “ Apa gunanya ini semua ? “ kemudian setelah membuang potongan jubah
kuning, mereka akan mulai berburu binatang dan burung di hutang. Ketika ini
terjadi, maka simbol / bentuk luar [pun] lenyap.
Inilah
Sariputta, yang dimaksud lenyapnya simbol / bentuk luar.”
v). LENYAPNYA RELIK SANG BUDDHA
“
Kemudian ketika Ajaran Buddha telah berumur lima-ribu (5.000) tahun,
Relik-relik Buddha, yang tidak lagi dihormati dan dipuja, akan pergi ke
tempat-tempat dimana masih ada penghormatan dan pemujaan. Seiring berjalannya
waktu, di semua tempat tidak lagi ditemukan adanya penghormatan dan pemujaan
terhadap Relik [Sang-Buddha]. Pada masa itu, ketika Ajaran berangsur
terlupakan, semua Relik datang dari berbagai tempat, dari kediaman naga dan alam
dewa serta alam Brahma, berkumpul di sekitar pohon Boddhi di Buddha Gaya di
mana Sang Buddha mencapai Pencerahan-Sempurna, dan melakukan keajaiban seperti
“Keajaiban-Kembar”, kemudian akan mengajarkan Dhamma. Tidak akan ditemukan
manusia di tempat itu. Semua dewa dari sepuluh-ribu ( 10.000 ) sistem dunia
berkumpul bersama untuk mendengarkan Dhamma dan ribuan jumlah dari mereka akan
merealisasikan Ajaran. Mereka akan menangis keras dan berkata, “ Wahai para
Dewa, satu minggu dari hari ini Pemilik sepuluh (10) Kekuatan Tathagata akan
memasuki Parinibbana.” Dengan terisak mereka berkata: “Mulai saat itu, kita
semua berada dalam kegelapan.” Kemudian Relik akan memanas dan terbakar habis
tanpa sisa.
Inilah
Sariputta, yang dimaksud lenyapnya Relik. “
Demikianlah
proses memudar dan lenyapnya Dhamma Sang Buddha Gotama, dalam jangka waktu
5.000 tahun, atau kurang dari 2.500 tahun terhitung sejak hari ini,
Buddhasasana dari Sang Buddha Gotama akan berakhir, lenyap sama sekali tanpa
sisa.
PENJELASAN MENGENAI KEMEROSOTAN MORAL
DAN MEMENDEKNYA USIA MANUSIA
Hubungan
antara kemerosotan moral dan memendeknya usia manusia, dapat disimak dalam
ringkasan khotbah Cakkavattishanada Sutta :
“
Wahai Raja, rakyatmu yang raja perintah berdasarkan ide dan caramu sendiri yang
berbeda dengan cara-cara yang mereka ikuti dahulu, tidak sukses seperti apa
yang mereka biasa capai di masa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban
maharaja yang suci… .
Karena
raja tidak berdana kepada orang-orang miskin maka kemelaratan bertambah… dengan
demikian pencurian main mewabah… kekerasan meluas dengan cepat, pembunuhan
menjadi biasa.
Karena
pembunuhan terjadi maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang,
sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 80.000 tahun akan tetapi
usia kehidupan anak-anak mereka hanya 40.000 tahun.
Demikianlah
karena kemelaratan meluas…pembunuhan…hingga berdusta menjadi biasa…usia
kehidupan mereka hanya 20.000 tahun. Kemudian kemelaratan meluas… berdusta…
hingga memfitnah berkembang… usia kehidupan anak-anak mereka hanya 10.000
tahun. Kemelaratan meluas…memfitnah… berzinah… kata0kata kasar dan membual… iri
hati dan dendam berkembang… pandangan sesat… berzinah dengan saudara sendiri,
keserakahan, pemuasan nafsu… kurang berbakti kepada orangtua, kurang hormat
pada samana, dan petapa, serta kurang patuh pada pimpinan masyarakat berkembang
dan meluas. Karena hal ini berkembang meluas maka batas usia kehidupan dan kecantikan
berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 250 tahun akan
tetapi batas usia anak-anak mereka hanya 100 tahun.
…
Akan tiba suatu masa ketika keturunan dari manusia itu akan mempunyai usia
kehidupan hanya 10 tahun… umur 5 tahun bagi wanita merupakan usia perkawinan.
Pada masa kehidupan orang-orang ini, makanan seperti padi , susu, mentega,
minyak, tila, gula, garam , akan lenyap. Bagi mereka biji-bijian kudrusa akan
merupakan makanan terbaik… Pada masa orang-orang itu sepuluh macam cara
melakukan perbuatan jahat akan berkembang cepat.
… Di
antara mereka tidak ada lagi rasa berbakti kepada orangtua, tidak ada lagi rasa
menghormat kepada para samana dan petapa, serta tidak ada lagi kepatuhan kepada
pimpinan masyarakat… tidak ada lagi [pikiran yang membatasi] untuk kawin dengan
ibu, bibi… Dunia diisi oleh cara bersetubuh dengan siapa saja, bagaikan domba,
kambing, burung, babi, anjing, serigala.
…
Akan tiba suatu masa, yaitu munculnya pedang selama seminggu. Selama masa ini
mereka akan melihat individu lain sebagai binatang liar… dengan pedang mereka
akan saling bunuh.
Sementara
itu ada orang-orang tertentu berpikir, “Sebaiknya kita jangan membunuh atau
kita tidak membiarkan orang lain membunuh kita. Marilah kita menyembunyikan
diri kedalam belukar… Marilah kita berbuat kebajikan-kebajikan”. Mereka akan
berusaha untuk tidak membunuh… Karena melaksanakan kebajikan ini maka akibatnya
batas usia dan kecantikan bertambah. Bagi mereka yang batas
usia kehidupannya hanya 10 tahun, akan tetapi batas usia anak-anak mereka
mencapai 20 tahun.
“…Marilah
kita berusaha untuk tidak mencuri….tidak berzinah…tidak mengucapkan kata-kata
kasar…tidak membual…tidak serakah…tidak membenci…tidak berpandangan sesat…tidak
bersetubuh dengan keluarga sendiri… tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu.
Marilah kita berbakti kepada orangtua kita , menghormat kepada para samana dan
petapa, serta patuh kepada pemimpin bangsa.”
Karena
mereka melaksanakan kebajikan-kebajikan…sehingga bagi mereka yang batas usia
kehidupan hanya 20 tahun…anak-anak mereka mencapai 40 tahun…80 tahun…4.000
tahun…20.000 tahun…40.000 tahun…anak-anak mereka mencapai batas usia kehidupan
80.000 tahun… .
…Dalam
masa kehidupan orang-orang ini, di dunia akan muncul seorang
Bhagava-Arahat-Sammasambuddha bernama Metteya…Dhamma, Kebenaran…akan
dibabarkan…kehidupan suci akan dibina dan dipaparkan…seperti yang Aku lakukan
sekarang. Beliau akan diikuti oleh beberapa ribu Bhikkhu, seperti Aku sekarang
ini.”
Demikianlah
penjelasan mengenai kaitan antara proses merosotnya moralitas dengan menurunnya
batas usia kehidupan manusia.
MUNCULNYA AJARAN SALAH
Menjelang
berakhirnya era Buddha-Gotama, akan banya muncul ajaran salah dan Dhamma palsu
yang muncul dimana-mana dengan berbagai label dan gaya.
Ajaran
salah ( miccha-dhamma ) , ialah :
1. semua
jenis ajaran dan praktik keagamaan yang pada intinya tidak mampu untuk melihat
bahaya dari “samsara” ( lingkaran kelahiran dan kematian ),
2. Kepercayaan
bahwa dalam masa sekarang ini magga dan phala (
tingkat-kesucian ) sudah tidak mungkin dicapai lagi, kecenderungan untuk
menunda-nunda praktik Sila, Samadhi, dan Panna karena
menunggu masaknya Parami,
3. Kepercayaan
bahwa orang-orang di masa sekarang ini semuanya hanyalah makhluk “dvi-hetuka” (
hanya punya dua kondisi akar yagn baik, yaitu : a-lobha dan a-dosa ), dan
tidak memiliki akar a-moha , sehingga tidak munkin mencapai kesucian dalam
kehidupan yang sekarang ini.
4. Kepercayaan
bahwa Guru-guru suci di zaman dahulu tidak pernah ada, dan berbagai kepercayaan
lain-lain. Semua ini berpotensi menciptakan kerusakan pada Dhamma (
dhammantarayo ).
Mengenai
kepercayaan akan terdapatnya makhluk dvi-hetuka saja pada masa sekarang, maka ,
sesungguhnya, meskipun kita adalah dvi-hetuka, asalkan kita berupaya melatih
diri dalam dhamma maka dalam kelahiran selanjutnya kita bisa menjadi ti-hetuka.
Sebaliknya, bila kita sendiri malas untuk melatih diri, maka kita sangat
mungkin terperosok ke tingkat a-hetuka ( tanpa kondisi akar yang baik ) dalam
kehidupan selanjutnya.
Ada
tiga jenis / golongan manusia, yang berkaitan dengan hal ini :
1. Padaparama
2. yang
lebih unggul ; Neyya
3. yang
terunggul : Niyata-vyakarana
Yang
dimaksud dengan golongan Padaparama ialah, ibarat orang sakit yang
tidak mungkin sembuh, dan pasti mati akibat sakitnya walau bagaimanapun ia
berupaya berobat. Ini menggambarkan orang yang tidak mungkin mencapai kesucian
dalam kehidupan sekarang, tetapi masih punya kesempatan dalam kelahiran
selanjutnya baik di alam manusia ataupun alam dewa, masih di era Buddhasasana yang
sekarang ataupun pada era Buddha selanjutnya tergantung kesempurnaan Parami dan
upaya yang bersangkutan.
Jenis
manusia yang lebih unggul adalah Nevya, yang diumpamakan sebagai orang
sakit yang akan sembuh bila makan obat yang tepat, tetapi mungkin juga tidak
sembuh dan mati bila gagal mendapat pengobatan yang tepat. Artinya, ia masih
mungkin dapat mencapai kesucian dalam masa kehidupannya yang sekarang ini juga
jika ia melaksanakan dan melatih apa yang seharusnya demi mencapai tujuan mulia
tersebut. Bila galgal dalam kehidupan yang sekarang maka ia masih punya
kesempatan di kelahiran selanjutnya.
Jenis
manusia yang ketiga adalah yang terunggul, ialah Niyata-vyakarana, yaitu
manusia yang telah mendapat kata-kepastian bahwa kelak ia akan menjadi Buddha dari Buddha yang lampau.Yang terakhir
ini adalah jenis dari para Boddhisatta atau calon Samma-Sambuddha.
Nah,
kita kebanyakan adalah golongan Nevya, sehingga, sebaiknya dalam era
Buddhasasana sekarang ini terus mengumpulkan benih carana ( perbuatan benar )
dengan cara mempraktikkan :
1. Dana,
2. Sila,
3. Samadhi.
Sedangkan
untuk golongan Padaparama dihimbau untuk mengumpulkan benih carana supaya kelak
terlahir di era Buddhasasana yang akan datang sekaligus mencapai pembebasan
dari dukkha pada saat itu juga.
Sarat
yang harus dipenuhi bagi golongan Padaparama adalah :
1. Dana,
2. Uposatha-Sila,
dan
3. Tujuh
Sad-Dhamma
Sad-Dhamma
tersebut adalah :
1. Saddha
( keyakinan )
2. Sati
( perhatian-murni )
3. Hiri
( malu berbuat salah )
4. Ottapa
( takut akibat perbuatan jahat )
5. Bahusacca
( Belajar-Dhamma )
6. Viriya
( Semangat dan ketekunan )
7. Panna
( kebijaksanaan ).
Semua
praktik ini adalah bagian dari akumulasi menuju kesempurnaan Parami.
Hanya
jika seorang Padaparama telah memiliki benih vijja kebijaksanaan /
kelompok Panna ) dan benih carana ( perbuatan benar / kelompok Sila dan Samadhi
) yang cukup barulah ia dapat mencapai pembebasan dari dukkha dalam kelahiran
selanjutnya. Vijja bagaikan sepasang mata untuk melihat, dan Carana bagaikan
kaki untuk berjalan ataupun sayap untuk terbang. Keduanya saling melengkapi dan
menguatkan.
KESIMPULAN
Kita
yang hidup sekarang ini, seharusnya bersyukur, karena kita hidup dalam era
Buddhasasana, ialah era Dhamma Sang Buddha Gotama. Adalah keliru jika masa
Buddha-Gotama telah berakhir, sebab, masa berakhirnya Buddha-Gotama [sesuai
sabda Sang Buddha sendiri, dan melihat berbagai prasayarat-pengkondisian /
fakta-fakta] masih 2.500-an tahun lagi.
Dengan
demikian, Buddha-Metteya, belumlah muncul pada masa sekarang ini.
Meskipun demikian, semua ummat Buddha tentunya menghormati Beliau, yang saat
ini sedang berada di alam surga Tusita ( Tusitabhumi ), tingkat kelima dari
alam Sugati ( surga Kammadhatu ) . Buddha-Metteya akan muncul [ terlahir di
alam manusia ] kelak saat Utkarsa / fase-turun, setelah manusia mencapai ambang
batas usia 80.000 tahun, namun tidak saat jangka kehidupan manusia telah
jatuh dibawah titik jangka kehidupan kritis, saat sikap dan mental manusia
sangat inferior sehingga tidak bisa menerima ajaran Buddha.
Karena
itulah, di masa Buddhasasana yang sekarang, hendaknya kita tekun melatih diri
dalam Dhamma yang dibabarkan Sang Buddha, demi tercapainya kebahagiaan dan
pembebasan dari arus samsara.
(
Sumber Pustaka : Majalah Dhammacakka ; Jakarta, 2006 )
No comments:
Post a Comment