Gotong Royong
Dalam
KBBI Gotong Royong diartikan sebagai Bersama-sama, tolong menolong, membawa
bersama-sama. Sedangkan Gotong royong yang kita bahas pada kesempatan ini
mengacu pada Gotong Royong, bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan
dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau
suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh
semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing. Dalam kata lain kita
mengacu kepada kebersamaan.
Gotong
royong atau kerja bakti adalah sebuah
tradisi yang konon sudah mendarah daging di dalam masyarakat kita. Sikap ini juga
memberi makna bahwa sekelompok masyarakat melakukan pekerjaan pekerjaan sosial
masyarakat tanpa mengharap pamrih atau bayaran, upah dari dari pekerjaan itu.
Masyarakat bergotong royong menyumbangkan tenaga, pikiran, bahkan makanan dan
uang untuk mengerjakan sesuatu yang sudah direncanakan. Sikap dan budaya gotong
royong ini menjadi sebuah strategi membangun lewat kerja sama sosial di
masyarakat kita yang sudah ada sejak dahulu. Sikap yang lahir dari rasa
kepedulian dan keikhlasan ini kemudian dijadikan sebagai ciri masyarakat Indonesia
yang sangat kuat. Wujud dari sikap ini bisa kita lihat pada kesediaan
masyarakat bergotong royong membangun jalan, membersihkan lahan sawah, kebun
dan sebagainya. Gotong royong membersihkan dan bahkan membangun rumah ibadah
serta sarana pendidikan serta yang lainnya yang disepakati dan direncanakan
oleh masyarakat.
Lewat
sikap budaya gotong royong yang dipraktekkan oleh masyarakat kita selama ini,
membuktikan pula bahwa masyarakat memiliki sikap kepedulian akan sesama dan lingkungannya.
Sikap ini juga memupuk kesadaran untuk saling membantu, saling bahu membahu
membangun lingkungan seperti membangun berbagai sarana secara bersama-sama di
desa dan sebagainya.
Fakta 26 Desember 2004 menunjukkan pula bahwa sebenarnya sikap gotong royong bukan saja milik bangsaIndonesia ,
tetapi juga berkembang di dalam masyarakat lain atau masyarakat internasional.
Yang membedakan hanyalah pada strategi pelaksanaannya. Namun cita-cita yang ada
dalam sikap itu adalah sama.
Fakta 26 Desember 2004 menunjukkan pula bahwa sebenarnya sikap gotong royong bukan saja milik bangsa
Dari
kejadian-kejadian alam yang terjadi di Indonesia
kita sudah melihat dan merasakan bukti
kentalnya sikap gotong royong sebagai sebuah sikap solidaritas semua bangsa
untuk membantu negara Indonesia
dalam menghadapi masalah tesebut. Betapa dahsyatnya bantuan yang lahir dari sikap
gotong royong itu. Berbagai jenis bantuanpun mengalir bagai tak terbendung.
Bantuan bukan saja dalam bentuk materi seperti bantuan logistik, bahan bangunan
dan sejenisnya. Jiwa kesukarelawan dari berbagai macam orang, berbagai macam
etnis, agama, budaya dan lain-lain. Begitu derasnya semangat masyarakat dunia, atas nama solidaritas dan
kemanusiaan, mereka datang untuk membantu hanya dengan semangat suka rela.
Betapa
berharganya sikap gotong royong atau volunteerism tersebut. Maka wajar
saja kalau kita berharap agar budaya gotong royong tersebut tidak hilang
atau mati. Oleh sebab itu sebagai sebuah budaya yang bagus atau positif serta
konstruktif masyarakat menginginkan agar sikap dan budaya ini tetap exist
dan tumbuh baik di dalam masyarakat.
SEMANGAT ATAU VIRIYA
Kata
semangat atau Viriya sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari.
Biasanya kata semangat ini diucapkan saat kita merasa diri kita kurang punya
minat pada hal tertentu sehingga kita tidak sepenuh hati melakukan hal
tersebut. Sementara kata Viriya di dalam kamus Buddha Dharma yang disusun oleh
Panjika diartikan sebagai Usaha, Upaya, kekuatan, semangat. Selain itu dalam
beberapa teks-teks Buddhis, antara lain pada Syair-syair Dhammapada, dan juga
termasuk dalam Dasa Paramita atau sepuluh paramita, dan masih banyak yang
lainya.
Berikut
2 cuplikan Dhammapada yang memuat mengenai semangat
“Seseorang yang hidupnya hanya mencari kesenangan, yang inderanya tidak terkendali, yang makan tanpa batas, yang lamban dan bersemangat rendah. Sesungguhnya Mara menumbangkannya bagaikan angin menumbangkan sebuah pohon lapuk.” (Yamakavagga,7)
“Seseorang yang hidupnya tidak mencari kesenangan, yang inderanya terkendali, yang makan secukupnya, yang penuh keyakinan dan bersemangat. Sesungguhnya Mara tidak dapat menumbangkannya bagaikan angin tidak dapat menumbangkan sebuah gunung karang.” (Yamaka-vagga,8)
“Seseorang yang hidupnya hanya mencari kesenangan, yang inderanya tidak terkendali, yang makan tanpa batas, yang lamban dan bersemangat rendah. Sesungguhnya Mara menumbangkannya bagaikan angin menumbangkan sebuah pohon lapuk.” (Yamakavagga,7)
“Seseorang yang hidupnya tidak mencari kesenangan, yang inderanya terkendali, yang makan secukupnya, yang penuh keyakinan dan bersemangat. Sesungguhnya Mara tidak dapat menumbangkannya bagaikan angin tidak dapat menumbangkan sebuah gunung karang.” (Yamaka-vagga,8)
Di dalam RAPB buku I (Riwayat Agung Para
Buddha), tercantum sangat jelas mengenai Semangat/Viriya terutama menjelaskan tentang bagaimana ketika Petapa Sumedha
merenungkan Parami yang harus dilengkapinya untuk menjadi Buddha.
Semangat untuk berusaha keras dapat mengatasi
rasa bosan terhadap penderitaan dan sulitnya bekerja demi kesejahteraan
makhluk-makhluk lain. Hal inilah yang kemudian direnungkan oleh Boddhisata
Sumedha yang merupakan salah satu factor untuk mencapai ke-Buddha-an.
Sumber:
Kitab
Suci Dhammapada
RAPB
I (Riwayat Agung Para Buddha buku I)
Kamus
Buddha Dharma,2004, PANJIKA, Tri Sattva Buddhist Center, Jakarta.
KBBI.
2009 PT Media Pustaka Phoenix, Jakarta.
No comments:
Post a Comment