Donor
Organ Tubuh Menurut Agama Buddha
Sumber:
|
Jalan Tengah No. 2/Tahun Ke I/
|
Dalam ajaran agama Buddha terdapat
apa yang disebut Upa-Paramita, yaitu memberikan organ tubuhnya untuk
menolong makhluk lain. Hal ini cukup banyak kita jumpai dalam contoh-contoh ceritera
Jataka. Misalnya Sang Bodhisatta memberikan dagingnya, bahkan hidup-Nya demi
kebahagiaan atau menolong makhluk lain yang terancam hidupnya dari kelaparan
atau kebuasan makhluk lain. Misalnya Sang Bodhisatta memberikan daging-Nya
kepada seekor burung rajawali untuk menolong seekor burung merpati yang mau
dimangsanya.
Bhikkhuni Subha dengan rela
menyerahkan sepasang biji matanya, kepada pemuda iseng yang tergila-gila
kepadanya, yang tak tahan melihat kecantikannya dengan sorot matanya yang
menggiurkan. Tindakan Bhikkhuni Subha ini tidak disalahkan oleh Sang Buddha,
bahkan secara ajaib Sang Buddha mengembalikan bola mata itu ke tempatnya
semula, sehingga Bhikkhuni Subha dapat melihat kembali.
Upa-Paramita merupakan salah satu syarat dari
beberapa syarat yang dibutuhkan bagi seorang Bodhisatta untuk mencapai
tingkat kebuddhaan.
Seperti halnya seseorang yang
berusaha untuk mendapatkan sandang dan pangan, ia bersedia merendahkan dirinya
untuk melayani orang lain, bahkan bersedia diperbudak untuk menyenangkan orang
lain. Maka begitu pula sikap seorang Bodhisatta yang senantiasa
mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan setiap makhluk dengan setiap saat
melatih diri dalam Dana Paramita untuk menjadikan dirinya bermanfaat
bagi makhluk lain. Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran. Apapun yang
dimilikinya entah organ tubuhnya, maupun anggota lainnya (tangan, kaki, mata,
daging, ginjal, dan sebagainya) akan diberikan tanpa perasaan bimbang atau
kecil hati. Dia merasa tidak memiliki keterikatan/kemelekatan lagi terhadap
benda-benda maupun organ tubuhnya yang dia berikan demi kebahagiaan atau
menolong makhluk lain yang terancam hidupnya. (Bhikkhu Bodhi, The All
Embracing Net of Views, Buddhist Publication Society, Srilangka, halaman
290-291).
Dalam Vesantara Jataka 539, Sang
Buddha bersabda bahwa dalam Kelahiran Beliau sebagai Bodhisatta Vesantara,
Beliau telah menyatakan sebagai berikut, "Segala sesuatu yang telah
kuberikan kepada orang lain itu sebenarnya berasal dari orang lain, dan ini
tidak membuat aku menjadi puas. Aku ingin berdana sesuatu yang betul-betul
berasal dari pribadiku sendiri, karena itu jika seseorang menginginkan
jantungku, akan kubuka rongga dadaku dan kuberikan jantungku kepadanya. Jika
yang diinginkan adalah kulit serta daging dari badanku, maka akan kucabik-cabik
semua kulit dan daging dari badanku dan akan kuberikan kepadanya".
Dalam Sivi Jataka 499,
selanjutnya Sang Buddha bersabda, "Sebagai Bodhisatta aku pernah
terlahir sebagai Raja Sivi, aku duduk termenung memikirkan tentang arti dan
makna dari dana yang pernah aku berikan. Ternyata tak satupun dari benda-benda
yang bersifat duniawi yang ada di sini yang belum pernah aku berikan kepada
orang lain. Namun demikian, pemberian yang demikian ini tidak memuaskan diriku.
Aku ingin memberikan sesuatu yang pernah menjadi milikku sendiri. Hari ini aku
bertekad, jika ada seseorang yang menginginkan sesuatu yang menjadi bagian dari
tubuhku (jantung, kulit, daging, darah, maupun mata) akan kuberikan dengan
penuh kerelaan. Jika seseorang datang kepadaku dan mengatakan bahwa saya tidak
mampu melaksanakan tugasku sebagai seorang raja, dan orang itu menginginkan
agar aku menjadi hamba sahayanya, maka serta merta akan kutanggalkan pakaian
kebesaranku dan segera aku akan menyebutkan diriku sebagai seorang hamba dan
melaksanakan tugasku sebagai seorang hamba sahaya untuk melayani
majikanku".
Nasehat Sang Buddha tersebut patut
kita renungkan, bahwa orang bijaksana tidak pernah menyia-yiakan setiap
kesempatan untuk berdana, bahkan tak hanya puas dengan pemberian biasa saja.
Kalau perlu anggota badan dan organ tubuh yang lainnya pun akan diberikan
sebagai Upa-Paramita.
Dari uraian diatas jelas dapat
ditarik kesimpulan bahwa tak benar kalau dikatakan bahwa ajaran Sang Buddha
menolak donor organ tubuh kecuali mata. Yang benar adalah bahwa setiap umat
Buddha dibenarkan mendonorkan setiap organ tubuhnya dan tidak hanya kedua
matanya demi kebahagiaan orang lain, untuk kelangsungan hidup orang lain.
Bahkan kalau perlu hidupnya sendiri pun dibenarkan untuk dikorbankan demi kelangsungan
hidup orang lain.***
No comments:
Post a Comment