Tuesday, May 1, 2012

Donor Organ Tubuh Menurut Agama Buddha


Donor Organ Tubuh Menurut Agama Buddha
oleh: P. Sabar

Sumber:
Jalan Tengah No. 2/Tahun Ke I/9 November 1988; Yayasan Dhamma Dipa Arama; Jakarta.
x
Dalam ajaran agama Buddha terdapat apa yang disebut Upa-Paramita, yaitu memberikan organ tubuhnya untuk menolong makhluk lain. Hal ini cukup banyak kita jumpai dalam contoh-contoh ceritera Jataka. Misalnya Sang Bodhisatta memberikan dagingnya, bahkan hidup-Nya demi kebahagiaan atau menolong makhluk lain yang terancam hidupnya dari kelaparan atau kebuasan makhluk lain. Misalnya Sang Bodhisatta memberikan daging-Nya kepada seekor burung rajawali untuk menolong seekor burung merpati yang mau dimangsanya.
Bhikkhuni Subha dengan rela menyerahkan sepasang biji matanya, kepada pemuda iseng yang tergila-gila kepadanya, yang tak tahan melihat kecantikannya dengan sorot matanya yang menggiurkan. Tindakan Bhikkhuni Subha ini tidak disalahkan oleh Sang Buddha, bahkan secara ajaib Sang Buddha mengembalikan bola mata itu ke tempatnya semula, sehingga Bhikkhuni Subha dapat melihat kembali.
Upa-Paramita merupakan salah satu syarat dari beberapa syarat yang dibutuhkan bagi seorang Bodhisatta untuk mencapai tingkat kebuddhaan.
Seperti halnya seseorang yang berusaha untuk mendapatkan sandang dan pangan, ia bersedia merendahkan dirinya untuk melayani orang lain, bahkan bersedia diperbudak untuk menyenangkan orang lain. Maka begitu pula sikap seorang Bodhisatta yang senantiasa mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan setiap makhluk dengan setiap saat melatih diri dalam Dana Paramita untuk menjadikan dirinya bermanfaat bagi makhluk lain. Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran. Apapun yang dimilikinya entah organ tubuhnya, maupun anggota lainnya (tangan, kaki, mata, daging, ginjal, dan sebagainya) akan diberikan tanpa perasaan bimbang atau kecil hati. Dia merasa tidak memiliki keterikatan/kemelekatan lagi terhadap benda-benda maupun organ tubuhnya yang dia berikan demi kebahagiaan atau menolong makhluk lain yang terancam hidupnya. (Bhikkhu Bodhi, The All Embracing Net of Views, Buddhist Publication Society, Srilangka, halaman 290-291).


Dalam Vesantara Jataka 539, Sang Buddha bersabda bahwa dalam Kelahiran Beliau sebagai Bodhisatta Vesantara, Beliau telah menyatakan sebagai berikut, "Segala sesuatu yang telah kuberikan kepada orang lain itu sebenarnya berasal dari orang lain, dan ini tidak membuat aku menjadi puas. Aku ingin berdana sesuatu yang betul-betul berasal dari pribadiku sendiri, karena itu jika seseorang menginginkan jantungku, akan kubuka rongga dadaku dan kuberikan jantungku kepadanya. Jika yang diinginkan adalah kulit serta daging dari badanku, maka akan kucabik-cabik semua kulit dan daging dari badanku dan akan kuberikan kepadanya".
Dalam Sivi Jataka 499, selanjutnya Sang Buddha bersabda, "Sebagai Bodhisatta aku pernah terlahir sebagai Raja Sivi, aku duduk termenung memikirkan tentang arti dan makna dari dana yang pernah aku berikan. Ternyata tak satupun dari benda-benda yang bersifat duniawi yang ada di sini yang belum pernah aku berikan kepada orang lain. Namun demikian, pemberian yang demikian ini tidak memuaskan diriku. Aku ingin memberikan sesuatu yang pernah menjadi milikku sendiri. Hari ini aku bertekad, jika ada seseorang yang menginginkan sesuatu yang menjadi bagian dari tubuhku (jantung, kulit, daging, darah, maupun mata) akan kuberikan dengan penuh kerelaan. Jika seseorang datang kepadaku dan mengatakan bahwa saya tidak mampu melaksanakan tugasku sebagai seorang raja, dan orang itu menginginkan agar aku menjadi hamba sahayanya, maka serta merta akan kutanggalkan pakaian kebesaranku dan segera aku akan menyebutkan diriku sebagai seorang hamba dan melaksanakan tugasku sebagai seorang hamba sahaya untuk melayani majikanku".
Nasehat Sang Buddha tersebut patut kita renungkan, bahwa orang bijaksana tidak pernah menyia-yiakan setiap kesempatan untuk berdana, bahkan tak hanya puas dengan pemberian biasa saja. Kalau perlu anggota badan dan organ tubuh yang lainnya pun akan diberikan sebagai Upa-Paramita.
Dari uraian diatas jelas dapat ditarik kesimpulan bahwa tak benar kalau dikatakan bahwa ajaran Sang Buddha menolak donor organ tubuh kecuali mata. Yang benar adalah bahwa setiap umat Buddha dibenarkan mendonorkan setiap organ tubuhnya dan tidak hanya kedua matanya demi kebahagiaan orang lain, untuk kelangsungan hidup orang lain. Bahkan kalau perlu hidupnya sendiri pun dibenarkan untuk dikorbankan demi kelangsungan hidup orang lain.***

No comments:

Post a Comment