MENYEMBAH BUDDHA APAKAH DAPAT MERUBAH NASIB ???
Banyak orang
bersembahyang di depan arca Buddha untuk minta perlindungan, diberi rezeki,
diberi hok-khie, diberi usaha berjalan lancar, diberi anak, diberi kesehatan,
diberi jodoh, diberi rumah tangga yang rukun, sampai-sampai memohon untuk
diberi panjang umur, bahkan juga untuk anak, cucu, serta masyarakat sekitarnya.
Melihat fenomena demikian, muncul pertanyaan-pertanyaan yang perlu dicermati
untuk dijawab. Apakah permohonan demikian dapat dikabulkan sesuai dengan
permohonan mereka? Kalau bisa, begitu sederhanakah nasib seseorang sehingga
bisa dirubah dalam waktu yang begitu singkat dan begitu saja?
Fenomena dan pertanyaan
seperti yang digambarkan demikian, pasti pernah terlintas dalam pikiran semua
orang dan jadi penasaran, apa benar dan mengapa begitu? Untuk menjawabnya, mari
kita kaji kembali untuk memahami makna dari semua tindakan yang telah dilakukan
tersebut.
a)
Makna sembah sujud di hadapan Buddha
Umumnya negara-negara di Asia, setiap hari keagamaan atau
hari besar lainnya yang dapat dipersamakan dengan hari besar suatu agama,
kelenteng dan wihara banyak sekali dikunjungi orang-orang untuk bersembahyang.
Umumnya mereka bersembahyang dengan sejumlah permohonan dan jarang sekali di
antara mereka yang mengerti akan makna dalam sembahyang mereka tersebut.
Misalnya:
Seseorang sering membunuh, merampok, dan menjual obat-obatan terlarang,
setelah berhasil, orang tersebut membeli makanan-makanan enak untuk
dipersembahkan kepada Buddha sambil memohon supaya dilindungi dan diberkati.
Apakah benar Buddha bisa mengabulkannya? Dan apakah semudah itu?
Dalam keseharian seseorang jarang membuat amal dan tidak pernah berdana
kepada fakir miskin, akan tetapi pada saat sembahyang orang tersebut membeli
perlengkapan dan peralatan sembahyang yang mahal sambil memohon untuk diberi
kemurahan rejeki berikut sejumlah permohonan lainnya.
Melihat kejadian
tersebut, meskipun orang tersebut melakukan sembah sujud sampai pegal dan
lecet, permohonannya tidak akan pernah terkabul dan terwujud seperti yang
diharapkannya. Karena pada prinsipnya, tidak ada permohonan yang dapat terkabul
kalau dilihat dari tindakan tersebut. Karena sejak awal telah dikatakan bahwa “kita
yang menentukan nasib kita sendiri”.
Dengan demikian
perilaku dalam kehidupan sehari=hari harus benar. Berkaitan dengan itu,
kehendak dalam melakukan suatu tindakan juga harus benar. Selain itu, banyak
membantu makhluk lain yang dalam kesusahan atau kesulitan juga merupakan
tindakan benar yang terpuji. Jadi, sembahyang hanya merupakan suatu bentuk
penghormatan dan ungkapan terima kasih kepada Buddha yang telah mencapai
kesempurnaan yang dapat dijadikan contoh dan suri teladan atas semua
sifat-sifat lurur-Nya bagi orang- orang yang meyakini-Nya.
Sebagai contoh, banyak orang yang melakukan sembahyang kepada
arca Buddha, dengan selalu menunjukkan rasa hormat dan rasa terima kasih atas
semua yang pernah dilakukan oleh Buddha yang memiliki cinta kasih. Diharapkan
para pengikutn-Nya dalam kehidupan sehari-hari selalu sadar dan selalu belajar
untuk berwelas asih seperti Buddha. Dengan demikian semua tindakan jadi lebih
bermakna, sehingga dapat menghasilkan hal-hal baik para pelakunya.
Tindakan sembahyang kepada arca Buddha, sering menimbulkan
beragam persepsi bagi pihak yang melakukan dan pihak lain yang melihat karena
banyak yang mengatakan bahwa menyembah arca Buddha adalah menyembah berhala.
Persepsi demikian dapat dibenarkan, apabila para pelakunya melakukannya dengan
sejumlah permohonan yang seolah-olah dapat dikabulkan seperti harapan mereka.
Hal ini juga berlaku benar bagi mereka yang tidak/belum mengerti. Namun juga
bisa jadi tidak benar, jika tindakan para pelakunya penuh dengan rasa
perhomatan, kgum, serta perenungan terhadap sifat-sifat Buddha. Apalagi jika
dapat meniru sifat-sifat luhur, pengorbanan, ketekunan , kerja keras, dan
kedisiplinan Buddha dalam mencapai suatu tingkat kesempurnaan tertentu.
Bila ada pendapat awam atau kelompok tertentu yang kurang
atau bahkan tidak mengerti, yang cenderung menyudutkan dan memojokkan, mestinya
tidak perlu diperdebatkan mengenai arca-arca tersebut apakah mempunyai roh,
memiliki kekuatan atau kesaktian, sehingga perlu disembah. Hal ini hanya akan
menimbulkan perdebatan kosong belaka (debat kusir). Yang penting dalam hal ini
kita dapat sering-sering memandang arca tersebut untuk mengingatkan kita agar
tidak berbuat jahat dan tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan hal-hal yang
merugikan makhluk lain. Terlebih lagi kalau kita bisa meniru semangat dari
arca-arca tersebut (yang dulunya pernah hidup di dunia dan semasa hidupnya
sering menolong makhluk lain), kemudian bisa kita contoh
kebajikan-kebajikan-Nya dan kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini
akan memberkan manfaat jasa yang luar biasa bagi kita.
b)
Apakah menyembah Buddha sama dengan menanam kebajikan?
Dalam menanam
kebajikan, pada umumnya orang-orang selau mengartikan dengan caranya
masing-masing seperti yang ada dalam pikiran masing-masing. Ada yang mengartikannya
hanya sebatas bersembah sujud saja, membakar kertas sembahyang yang banyak, dan
membeli perlengkapan serta alat sembahyang yang mahal. Demikian yang disebut
menanam kebajikan besar. Apakah benar tindakan tersebut termasuk tindakan
kebajikan yang akan membawa jasa besar seperti yang mereka harapkan? Untuk
menjawabnya mari kita ikuti ilustrasi dialog pada kisah berikut ini.
Dikisahkan ada seseorang (sebut saja Tn. A) yang akan
membantu untuk mengatur hong shui sebuah
keluarga. Tuan rumah wanitanya (Ny. B) tidak putus-putusnya mengeluh mengenai hong shui rumahnya yang jelek, sehingga
dagangannya sepi, sekeluarga sering sakit-sakitan , pergaulan anak sulungnya
tidak benar. Tn. A mendengarkan dengan sabar. Setelah selesainya Ny. B
bercerita, Tn. A dengan serius menasehatinyaagar banyak berbuat amal supaya
dapat mengurangi pengaruh jelek tersebut. Tidak disangka, setelah mendengar
nasehat tersebut, Ny. B menjawab dengan keras, “anda bilang saya tidak pernah
berbuat amal? Saya setiap hari sembahyang kepada Thian (Tuhan) dan Buddha. Saya sudah sembahyang selama 5-6 tahun! Berapa
banyak uang sudah saya habiskan untuk membeli kertas emas untuk dibakar,
perbuatan amal ini saya rasa sudah cukup banyak, tetapi kenapa tidak ada
balasannya juga?”
Tn.
A: Anda sudah sembahyang kepada Buddha selama 5-6 tahun, apakah anda meniru
sifat-sifat luhur Buddha yang suka menolong sesama makhluk yang sakit, miskin,
menderita dan mengalami kesulitan?
Ny.
B: Saya sendiri miskin, bagaimana dapat membantu makhluk lain?
Tn.
A: Jika anda tidak pernah mengeluarkan uang untuk membantu makhluk lain, apakah
anda pernah mengeluarkan tenaga untuk membantu makhluk lain?
Ny.
B: Juga tidak.
Tn.
A: Apakah Anda pernah membeli ayam atau bebek untuk dimakan?
Ny.
B: Ya, pasti pernah. Kenapa saya tidak boleh makan?
Tn.
A: Bukan begitu.... Anda punya uang untuk membeli ayam atau bebek untuk
dimakan, apakah anda pernah membeli burung atau ikan untuk dilepas ke alam
bebas?
Ny.
B: Tidak pernah.
Tn.
A: Anda pernah mengulang khotbah Buddha dengan membaca parittā?
Ny.
B: Saya tidak bisa baca.
Tn.
A: dari semua pertanyaan tadi, tidak satupun yang pernah anda lakukan,
bagaimana anda bisa mengharapkan balasan dar perbuatan amal seperti yang anda
pikirkan?
Ny.
B: Saya bersembahyang kepada Buddha benar-benar dengan tulus dan serius,
bukankah juga termasuk perbuatan amal?
Tn.
A: Perbuatan amal itu harus ditujukan demi kebahagiaan semua makhluk. Anda
bersembahyang memohon hanya untuk keselamatan diri dan keluarga anda sendiri.
Bagaimanapun seriusnya Anda
dalam hal ini belum dapat dikatakan berbuat amal.
Buddha penuh dengan cinta kasih
seperti seorang ibu yang melindungi anaknya, mengharapkan semua makhluk dapat
terlepas dari lingkaran kelahiran berulang.
Bila Anda dapat meniru
sifat-sifat luhur beliau yang selalu menolong semua makhluk, anda akan
terlindungi.
Bila anda tidak dapat meniru
sifat-sifaat luhur Buddha, meskipun setiap hari Anda rajin sembahyang dan sujud
di hadapan arca Buddha, anda tidak akan memeroleh manfaat seperti yang anda
harapkan.
c)
Apakah tepat memohon rejeki kepada Buddha?
Banyak orang melakukan
permohonan kepada Buddha agar diberikan rezeki. Mereka memohon kedudukan,
keturunan, jodoh, menangkal malapetaka, penyembuhan penyakit dan lainnya yang
terkesan dengan mudahnya dapat terkabul begitu saja. Dengan harapan kalau
memohon, dan meminta maka akan dikabulkan, tanpa adanya tindakan nyata dalam
melakukan kebajikan. Di sini perlu disimpulkan bantahan terhadap pendapat itu
semua, bahwa semua permohonan harus disertai dengan berbuat amal dalam bentuk tindakan
nyata dalam jumlah tertentu.
Patut
diketahui bahwa berbuat amal merupakan syarat utama dikabulkannya suatu
permohonan. Buddha yang penuh cinta kasih tanpa pilih kasih, tidak cukup hanya
dijadikan tempat untuk memohon saja. Akan tetapi, jadikanlah Buddha sebagai
“motivator” dalam melakukan suatu perbuatan
demi kebahagiaan dan keselamatan semua makhluk. Dari sini dapat
diketahui adanya prinsip “menanam kebaikan akan mendapatkan hasil kebaikan,
menanam kejahatan akan mendapatkan hasil kejahatan”.
Berikut
dikisahkan seseorang (sebut saja Tn. X) yang sedang berkunjung ke sebuah
kelenteng dan melihat seorang perempuan (sebut saja Ny. Y) yang sedang
bersembahyang di depan arca dewa. Tiba-tiba sesosok dewa merasuki seorang suhu
sambil menuliskan pesan dalam bentuk syair yang di tujukan kepada Ny. Y, yang
isinya menyuruh Ny. Y agar banyak berbuat amal.
Petunjuk tersebut menjadi bahan perbincangan orang-orang
yang hadir pada saat itu. Mereka menyimpulkan adanya kemungkinan Ny. Y akan
mendapat malapetaka besar. Mereka mengusulkan agar Ny. Y melakukan upacara
sembahyang untuk memohon penghindaran malapetaka (tola bala) dan berjanji akan
membawa buah-buahan dan makanan setelah terhindar dari malapetaka sebagai rasa
terima kasih.
Karena perasaan takut, Ny. Y segera melaksanakan usul
yang disarankan tersebut. Setelah upacara dilaksanakan, dia duduk dengan hati
lega, demikian juga dengan orang-orang yang berada di sekitanya. Mereka mengira
sesudah melaksanakan upacara tolak bala maka segala mala petaka dapat dihindarkan.
Tidak tahan melihat kekeliruan orang yang berada di sekitarnya, Tn. X laalu
maju dan berkata kepada Ny. Y “Dewa itu ingin Anda melakukan amal besar, pasti
ada maksudnya. Jika Anda hanya melakukan upacara tolak bala saja, kemungkinan
tidak dapat membantu, karena upacara tolak bala tidak sama dengan berbuat
amal.”
Ny. Y marah besar mendengar kata-kata dari Tn. X, “Kamu
anak muda tahu apa! Spontan dijawab Tn. X, ”Saya mengerti semua orang ingin
dipuji dan cara saya memberi saran dan mengkritik sangatlah tidak menyenangkan,
tetapi saya katakan bahwa membebaskan makhluk hidup dari maut adalah cara yang
paling tepat. Apabila Anda dapat membebaskan dan menghindari membunuh makhluk
hidup, maka hasilnya pasti akan lebih baik dari pada melaksanakan upacara tolak
bala.” Ssayang sekali kata-kata Tn. X tidak digubris dan dianggap sebagai angin
lalu saja.
Kira-kira 20 hari kemudian, ketika Tn. X berkunjung ke
kelenteng tersebut, terdengar olehnya bahwa Ny. N telah meninggal karena sakit
keras.
Orang-orang
yang bersembahyang di kelenteng percaya pada takhayul dan lebih dikenal dengan
sebutan penyembah berhala. Ini karena banyaknya orang yang kurang mengerti arti
dan tujuan sembahyang yang sebenarnya. Selain itu juga banyak mengerti arti
sebab-akibat dari perbuatan bajik dan perbuatan jahat. Semua permohonan
dianggap dapat dikabulkan dan semua musibah dapat dihapus hanya lewat
sembahyang saja. Mereka menganggap bahwa semua itu dapat terlaksana hanya lewat
permohonan saja. Padahal tidak demikian halnya, karena banyak hal dan
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mewujudkannya.
Sumber:Dh…mâtta. 2009. Mengubah Nasib Mitos Dan Fakta
Tentang Karma. Ehipassiko, Jakarta. 31 Halaman.
No comments:
Post a Comment