Apakah ada kehidupan sebelum kelahiran ? Akankah ada kehidupan
setelah kematian ? Ini adalah pertanyaan – pertanyaan yang perlu dibicarakan
secara serius dan tenang. Pertanyaan – pertanyaan yang memiliki kepentingan
filosofis seperti itu harus dipertimbangkan dengan segenap pemikiran manusia
secara objektif dan tanpa prasangka, tidak dipengaruhi oleh perasaan
pribadinya. Seseorang mestinya jangan gegabah dalam menyangkal atau menerima
kebenaran yang hanya dinilai dari permukaan luarnya saja. Diperlukan
penyelidikan terhadap kebenaran – kebenaran itu sebelum sampai pada kesimpulan.
Banyak fenomena batin yang luar biasa yang terjadi di hadapan kita, yang tidak
dapat diterangkan atau dijelaskan secara memuaskan oleh para ahli ilmu pengetahuan.
Namun, mereka tidak secara gegabah mencela apa yang tidak dapat mereka
jelaskan. Bagaimanapun, menyangkut perpaduan jasmani dan rohani manusia,
terdapat keajaiban – keajaiban yang belum diselidiki yang menyibukkan para ahli
ilmu pengetahuan selama bertahun – tahun.
SUDUT
PANDANG.
Apakah Tuhan itu ada ? Apakah jiwa itu sesuatu yang nyata ? Apakah
ada kehidupan yang lampau dan kehidupan setelah kematian ? Apa yang terjadi
kepada manusia ketika ia meninggalkan kehidupan ini, tempat kediaman yang sementara
ini ? Di manakah letak kehidupan yang akan datang dan apa bentuk alamnya ? Ini
juga merupakan sebagian dari banyak persoalan yang telah membingungkan para
pemikir dan orang bijaksana sepanjang zaman.
Menghadapi pertanyaan : “ Adakah kehidupan setelah kematian ? “,
sebelum mencoba untuk memberikan jawaban menurut agama Buddha, ajaran Buddha
yang sangat fundamental dan penting harus dijelaskan terlebih dahulu, karena
tanpa memahaminya, konsep agama Buddha mengenai kehidupan setelah kematian sama
sekali tak berarti. Seluruh ajaran Buddha sepenuhnya bebas dari pemikiran
mengenai sesosok pencipta yang kekal yang memberi pahala dan hukuman atas
perbuatan baik dan perbuatan jahat yang dilakukan oleh mahkluk hidup. Tiada
pula pemikiran mengenai diri yang kekal atau diri yang tidak dapat dihancurkan.
Tidak adanya kedua hal ini merupakan sifat utama dari agama Buddha, baik
Theravada ataupun Mahayana.
Apakah ada kehidupan setelah kematian, bukanlah sebuah pertanyaan
di hari ini ataupun kemaren. Berbagai agama, baik yang kuno maupun modern, dan
sistem – sistem filsafat yang lain dari itu, yang materialistis ; yang
menyatakan bahwa seseorang itu tidak memiliki apa – apa dan akan musnah pada
saat kematian, menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang yang berbeda dalam
berbagai cara. Agama Buddha membenarkan adanya lingkaran kehidupan, kelahiran
yang berulang – ulang, samsara, istilah teknisnya. Ini bukanlah teori kehidupan
setelah kematian.
Secara logis terdapat empat sudut pandang yang dapat kita gunakan
menanggapi pertanyaan mengenai kelangsungan hidup atau kelahiran kembali. Kita
dapat mengatakan : ( 1 ) bahwa kita terus hidup setelah kematian dalam bentuk
roh yang kekal, contohnya teori satu kehidupan setelah kematian ; ( 2 ) bahwa
kita dimusnahkan dengan kematian, contohnya teori materialistis, yang
menyangkal segala bentuk kehidupan setelah kematian ; ( 3 ) bahwa kita tidak
mampu untuk menemukan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan ini atau tidak ada
jawaban yang memuaskan, contohnya teori skeptisisme atau positivisme ; dan ( 4
) bahwa kita hidup lagi pada kehidupan yang berikutnya atau hidup di alam lain,
contohnya teori kelahiran kembali. Kitab suci agama Buddha mencatat beberapa
variasi dari keempat bentuk teori ini masing – masing.
Penganut materialistis di sepanjang masa percaya bahwa tidak ada
yang hidup terpisah dari zat materi. Mereka mengabaikan pertanyaan mengenai
kehidupan sebelum kelahiran dan kehidupan setelah kematian sesuai dengan
kepercayaan yang mereka yakini. Bagi mereka pikiran pun merupakan hasil dari
zat, dan mereka percaya bahwa setelah kematian badan jasmani, eksistensi “
personalitas “ juga berakhir.
Teori agama Buddha mengenai kelahiran kembali atau tumimbal lahir
( punabbhava ) bersumber dari Penerangan Sempurna yang dicapai oleh Buddha dan
bukan dari kepercayaan tradisional India . Sebagaimana yang tercatat
dalam kitab suci agama Buddha ( Mahasaccaka Sutta, Majjhima Nikaya ) pada malam
tercapainya Penerangan Sempurna Buddha memperoleh kemampuan untuk mengetahui
kehidupan – kehidupan – Nya yang lampau. Kala itu ketika pikiranNya tenang,
bersih, suci dan tanpa cacat, bebas dari kotoran yang mencemari, lentur dan
fleksibel, mantap dan tak goyah, Beliau memperoleh kemampuan untuk mengingat
kembali kehidupan – kehidupanNya yang terdahulu.
Dengan menggunakan kemampuan mata batin – Nya ( dibbacakkhu ),
Buddha dapat melihat antara lain, kelangsungan hidup dari makhluk hidup dalam
berbagai keadaan kehidupan, setiap keadaan sesuai dengan karma atau
perbuatannya.
Menarik untuk diperhatikan bahwa penelitian terbaru dalam bidang
psikologi telah mengakui apa yang disebut supernormal. Minat terhadap masalah
yang melebihi jangkauan indra ( persepsi ekstrasensori ) dalam percobaan
psikologi lambat laun mendapat kemajuan, dan hasil – hasil yang dicapai agaknya
di luar pemahaman biasa.
Kasus – kasus mengenai anak – anak yang dapat mengingat
kehidupannya yang lampau mendapat sorotan bukan hanya di negara – negara Asia
seperti Myanmar, India, Sri Lanka ( Ceylon ) dan negara – negara timur lainnya,
melainkan juga di negara - negara barat. Dr. Ian Stevenson, M.D dari
Universitas Virginia USA telah menerbitkan hasil – hasil dari penyelidikan dan
penelitiannya dalam beberapa buku, dua diantaranya berjudul : Twenty Cases
Suggestive of Reincarnation, dan Sri Lanka Cases of Reincarnation Type.
Perhatikan juga dua buku lainnya : Reincarnation – An East – West
Anthology dan Reincarnation in World Thought – A Living Study of Reincarnation
in all Ages, tulisan – tulisan pilihan dari kalangan berbagai agama dunia,
filsafat, ilmu pengetahuan serta pemikir besar di masa lampau dan sekarang,
disusun dan disunting oleh Joseph Head dan S.L. Cranston, Julian Press Inc, New
York, 1961 dan 1967.
BUKTI
KELANGSUNGAN HIDUP
Belakangan ini penemuan dalam bidang psikologi telah membuktikan
bagaimana di bawah pengaruh hipnotis, seseorang kembali ke masa kanak – kanak
yang telah dialami sebelumnya, dan menyadari lagi pengalaman yang telah lama
terkubur di bawah sadarnya. Ingatan tentang awal masa kecil, dan dalam beberapa
kasus ingatan sebelum kelahiran, telah terbawa keluar dengan cara ini. Beberapa
orang mengingat kembali saat – saat paling awal dari masa kanak – kanaknya dan
dalam beberapa kasus mengingat kembali masa kehidupan lampau. Kenyataan –
kenyataan ini telah di buktikan. Kemudian ada pula kasus – kasus anak yang
secara spontan dapat mengingat kembali ingatan – ingatan dari kehidupan mereka
yang lampau tanpa pengaruh hipnotis. Dr. Stevenson dalam bukunya, The Evidence
of Survival from Claimed Memories of Former Incarnations telah menguraikan
beberapa kasus dengan ingatan spontan mengenai kehidupan yang lampau. Kasus –
kasus ini, yang ia uraikan lengkap berasal dari berbagai negara seperti Kuba , India ,
Prancis dan Sisilia. Dalam bagian II dari bukunya ia menganalisis bukti sebagai
usaha untuk mempertimbangkan kalau – kalau mungkin ada penjelasan tentang
ingatan mengenai kehidupan lampau ini, seperti penipuan, daya ingatan
berdasarkan ras, persepsi ekstrasensori, rekognisi dan prekognisi.
Terdapat juga bukti mengenai kelangsungan hidup yang berasal dari
penelitian dalam bidang spiritualisme. Agama Buddha menunjukkan bahwa seseorang
dapat dilahirkan kembali di alam halus sesuai dengan karma perbuatan orang itu.
Lalu seberapa jauh kepercayaan tentang adanya arwah orang yang sudah meninggal
itu benar ? Apakah itu merupakan kenyataan yang dapat dibuktikan ? Sebagian
orang mungkin bertanya bagaimana kita tahu bahwa ada kehidupan setelah kematian
? Siapakah orang yang telah bangkit dari kematiannya lalu memberitahu kita
seperti apa dunia yang selanjutnya ? Orang – orang seperti itu tidak menyadari
tentang adanya penelitian ilmiah yang telah dilakukan dan bukti yang diperoleh
organisasi – organisasi seperti London Psychical Research Society yang
didirikan pada tahun 1882 oleh kelompok lulusan Cambridge.
HUKUM
PERUBAHAN YANG ABADI
“ Reinkarnasi “ kata yang lebih dikenal di Barat berarti mengisi
kembali badan jasmani ( penitisan ) dengan satuan batin. “Transmigrasi“ berarti
perpindahan jiwa abadi satu badan jasmani ke badan jasmani yang lain, yang
maksudnya sama aja. Tidak satu pun dari kedua kata di atas yang sesuai untuk
menyampaikan konsep dari agama Buddha, yang tidak mengenal kesatuan rohani yang
tak berubah, tidak ada “diri“ atau “roh“ yang kekal. Kata “kelahiran kembali (
rebirth )“ adalah kata yang umum digunakan oleh kalangan penulis Buddhis.
Istilah ini paling mendekati dan hampir tepat, tetapi bukan pula kata yang
sepenuhnya memuaskan.
Bagaimanapun, kata kelahiran kembali tidak digunakan oleh para
penulis Buddhis dalam arti bahwa terdapat sesuatu yang kekal yang setelah
kematian menempati badan jasmani lagi. Istilah bahasa Pali dalam naskah Buddhis
adalah punabbhava yang berarti tumimbal lahir atau pembaharuan kembali
eksistensi.
Hukum atau prinsip tertentu harus diuji terlebih dahulu
kebenarannya dalam usaha untuk memahami ajaran kelahiran kembali atau kelangsungan
hidup. Hukum atau prinsip dasar pertama yang harus diuji dalam usaha untuk
memahami kelahiran kembali adalah hukum perubahan ( anicca ). Hukum ini
menyatakan bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang kekal atau abadi. Dengan
kata lain, segala sesuatu merupakan sasaran dari hukum perubahan yang universal
dan tanpa henti ini. Ketika melihat air sungai, seseorang mungkin berpikir
bahwa semuanya sama, tetapi tidak ada setetes air pun yang dilihat seseorang
pada saat mana saja tetap di tempatnya sama dengan sesaat yang lalu. Bahkan
seseorang yang terlihat diam tidaklah sama pada dua saat yang berurutan. Kita
hidup dalam dunia yang selalu berubah sementara kita sendiri juga ikut
mengalami perubahan. Ini merupakan hukum abadi. Sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Buddha : “ Segala sesuatu yang terjadi dari paduan unsur dan berkondisi,
yang hidup atau mati, adalah tidak kekal “ ( sabbe sankhara anicca ).
Ciri yang penting dari hukum perubahan ini adalah walau segala
sesuatu merupakan sasaran perubahan, tidak ada yang pernah musnah atau lenyap.
Hanya bentuknya yang berubah. Jadi zat padat dapat berubah menjadi zat cair dan
zat cair menjadi gas, tetapi tidak satu pun yang sesungguhnya benar – benar
hilang. Zat materi adalah cerminan energi dan yang semacam itu tidak akan
pernah dapat musnah atau lenyap sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, yang
juga disebut dengan hukum kekekalan energi.
Ciri penting lainnya dari hukum perubahan adalah tidak adanya
pembedaan dan garis pemisah yang membatasi antara satu kondisi atau keadaan
dengan kondisi atau keadaan yang selanjutnya. Setiap penggabungan membentuk
keadaan yang selanjutnya. Bayangkan ombak di laut yang naik dan turun. Setiap
kali ombak yang naik lalu turun memberikan kesempatan pada ombak lain bergerak,
yang juga naik lalu turun untuk memberikan kesempatan pada ombak yang lain
lagi, setiap ombak menyatu membentuk ombak yang selanjutnya. Disini tidak ada
garis pembatas antara ombak yang satu dan ombak yang selanjutnya. Demikian pula
dengan segala perubahan kondisi di dunia ini. Jadi perubahan merupakan proses
yang terus menerus, perubahan atau aliran yang tanpa henti – suatu pemikiran
yang sangat selaras dengan pemikiran ilmu pengetahuan modern.
Dua hukum atau prinsip dasar lain yang harus diuji terlebih dahulu
kebenarannya dalam usaha untuk memahami kelahiran kembali adalah hukum
pembentukan dan hukum kontinuitas. Sementara hukum perubahan menyatakan bahwa
tidak ada satu pun yang kekal, tetapi selalu mengalami perubahan, hukum
pembentukan menyatakan bahwa segala sesuatu, setiap saat, mengalami proses
pembentukan menjadi benda lain. Jadi hukum pembentukan adalah akibat wajar atau
kelanjutan yang sewajarnya dari hukum perubahan. Tidak pada saat kapan pun
sesuatu tidak mengalami proses pembentukan menjadi sesuatu yang lain.
Pembentukan yang tanpa henti merupakan ciri dari semua benda. Ciri inilah yang
selalu ada mendasari segala perubahan.
Hukum kontinuitas bergantung pada hukum pembentukan. Pembentukan
menimbulkan kelanjutan, dan oleh karena itu, hukum kontinuitas merupakan akibat
wajar, kelanjutan yang sewajarnya dari hukum pembentukan. Karena terdapat
kelanjutanlah maka seseorang tidak dapat melihat garis pemisah yang jelas
antara satu kondisi atau keadaan dengan kondisi yang selanjutnya.
Hukum aksi dan reaksi adalah hukum atau prinsip dasar lain yang
harus diuji terlebih dahulu kebenarannya dalam usaha untuk memahami kelahiran
kembali. Hukum ini menyatakan bahwa setiap aksi pasti menghasilkan reaksi.
Prinsip bahwa suatu hasil mengikuti suatu aksi ini diterapkan pada semua bentuk
aksi apakah aksi itu disebabkan alamiah atau karena manusia. Ini merupakan
hukum universal yang diterapkan baik di dunia fisik maupun dunia mental. Hukum
ini juga disebut hukum sebab dan akibat. Ketika hukum ini dihubungkan dengan perbuatan
yang dilakukan umat manusia, hukum ini disebut sebagai hukum karma, dan dalam
pengertian inilah yang harus kita pertimbangkan di sini.
Jika kelahiran kita yang sekarang ini adalah awal dan kematian
kita adalah akhir dari kehidupan ini, kita tidak perlu khawatir atau harus
memahami masalah penderitaan atau ketidakpuasan. Tata – tertib moral di alam
semesta, realitas dari kebenaran atau ketidakbenaran, mungkin tidak memiliki
arti penting bagi kita. Menikmati kepuasan dan menghindari ketidakpuasan bagaimanapun
juga sepertinya merupakan hal yang bijaksana untuk dilakukan pada masa hidup
yang singkat ini. Tetapi, pandangan ini tidak menjelaskan ketidaksamaan manusia
seluruhnya, dan pada umumnya manusia sadar akan moral yang menghasilkan akibat,
karena manusia ingin mencari penyebab dari penderitaan ini.
HUKUM
KARMA
Ajaran agama Buddha tentang karma harus dibedakan dari ajaran non
Buddhis mengenai karma yang diajarkan oleh para pemikir non Buddhis pada masa
sebelum, masa yang sama dan bahkan masa sesudah Buddha. Karma adalah hukum
moral yang menimbulkan akibat yang menentukan nasib setiap makhluk hidup dan
menyebabkan kelahiran kembali.
Kata “kamma“ dalam bahasa Pali, dan kata “karma“ dalam bahasa
Sansekerta, memiliki arti yang sama, secara harfiah berarti “aksi“ atau
“perbuatan“. Akan tetapi, tidak semua aksi dianggap sebagai karma. Pertumbuhan
rambut dan kuku serta pencernaan makanan, merupakan contoh dari aksi yang
demikian, bukan merupakan karma. Aksi refleks juga bukan termasuk karma, tetapi
merupakan kegiatan tanpa makna moral.
Sebagai istilah teknis, kata “kamma“ digunakan dalam naskah
Buddhis awal untuk menyatakan perbuatan yang dilakukan dengan kehendak (
sankhara ). Perbuatan – perbuatan ini dapat berupa kusala, yaitu perbuatan baik
; atau akusala, yaitu perbuatan jahat ; atau avyakata yaitu, perbuatan netral.
Terdapat perbuatan yang diekspresikan melalui badan jasmani ( kaya – kamma ),
perkataan ( vacikamma ) dan pikiran ( manokamma ). Dengan kata lain perbuatan
dapat merupakan tindakan badan jasmani, perkataan ataupun pikiran. Perbuatan
yang dilakukan dengan adanya kehendaklah yang kita sebut karma. Jadi kata karma
digunakan untuk menunjukkan kegiatan yang dilakukan dengan adanya kehendak yang
diekspresikan melalui pikiran, ucapan dan tindakan badan jasmani, yang baik
maupun jahat dan menimbulkan tanggung jawab atas akibat – akibatnya yang
sebagian menentukan kebaikan ataupun kejahatan dari perbuatan – perbuatan ini.
Karma adalah perbuatan. Hasil dari perbuatan di sebut kamma – vipaka. “ Dengan
adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan
atau pikiran, dan mereka akan menerima akibatnya. Semua makhluk adalah pemilik
yang bertanggung jawab atas perbuatannya ( karma ) sendiri, menjadi ahli waris
dari karmanya sendiri, lahir dari karmanya (penyebab bawaannya), berhubungan
dengan karmanya (sanak keluarganya), terlindung oleh karmanya sendiri. “
Permainan tanpa akhir dari karma dan kamma – vipaka, aksi dan re –
aksi, sebab dan akibat, benih dan buah ini, berlanjut dalam gerakan tanpa
henti, dan ini menjadi suatu proses perubahan fenomena kehidupan jasmani dan
rohani secara terus menerus ( samsara ).
Jelas sudah, karma adalah kemauan yaitu kehendak, suatu kekuatan.
Dengan adanya keinginan, manusia melakukan perbuatan melalui badan jasmani,
ucapan dan pikiran, dan aksi menghasilkan reaksi. Keinginan menimbulkan
perbuatan, perbuatan menghasilkan akibat, akibat pada gilirannya akan
menghasilkan keinginan baru. Proses sebab dan akibat, aksi dan reaksi ini
merupakan hukum alam.
Cara kerja karma memiliki ciri keadilan yang sempurna karena karma
adalah “ahli hitung“ yang cermat. Oleh karena itu setiap orang akan mendapat
ganjaran yang sesuai, yang patut diterimanya.
Karma dengan sendirinya merupakan hukum, tanpa perlu adanya pemberi
hukuman. Perantara dari luar, suatu kekuatan tak terlihat yang memberi hukuman
atas perbuatan jahat dan memberi pahala atas perbuatan baik tidak dikenal dalam
pemikiran Buddhis. Manusia selalu berubah menjadi baik atau jahat. Perubahan
ini tak dapat dihindari dan sepenuhnya tergantung pada keinginannya sendiri,
perbuatannya sendiri. Ini semata – mata merupakan hukum alam universal mengenai
kekekalan energi yang dikembangkan ke bidang moral.
Walaupun secara populer dianggap bahwa menurut hukum karma perbuatan
diikuti dengan akibatnya, harus diketahui bahwa faktor penyebab lain juga ikut
berperan dan sering kali hasil gabungannya yang menentukan akibat. Suatu sebab
yang tunggal tidak dapat menghasilkan satu akibat apalagi banyak akibat.
Menurut agama Buddha, segala sesuatu tidak terjadi tanpa sebab
(a–hetuka) atau dikarenakan oleh satu sebab tunggal (eka–hetuka). Sejumlah
fakta bekerja dalam menimbulkan kondisi yang dialami manusia. Segala sesuatu
timbul karena kondisi – kondisi yang saling bergantungan (paticca– samuppada),
dan manusia dengan pengetahuan alam serta pengetahuan mengenai dirinya, dapat
memahami, mengendalikan dan menguasainya.
Hubungan karma tidak ditetapkan sebelumnya ( deterministis ),
bukan telah digariskan oleh nasib dan tak dapat dihindari ( fatalistis ). Karma
adalah salah satu dari banyak faktor yang menimbulkan kondisi apa yang dialami
secara alamiah, dan karma yang lampau dapat diakhiri dan diubah dalam
hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat ini. Kiranya tidak
perlu dijelaskan bahwa ajaran agama Buddha mengenai karma bukan fatalistis.
Dapat dicatat agama Buddha menentang segala bentuk ajaran yang menyatakan bahwa
segala sesuatu telah ditetapkan sebelumnya ( determinisme ) : determinisme
alamiah ( sabhavavada ), determinisme teistis ( issarakaranavada ) dan
determinisme karma ( pubbakammavada ), yang menghubungkan segalanya dengan
karma yang lampau ataupun salah satu dari perpaduan di atas.
Menurut agama Buddha, manusia dikondisikan oleh hukum biologisnya
(bijaniyama), hukum lingkungan dan jasmaninya (utuniyama), hukum psikologisnya
(cittaniyama), termasuk karma yang diwarisinya (kammaniyama) ; ia tidak
ditentukan oleh salah satu ataupun seluruh hukum di atas. Ia memiliki unsur
kemauan bebas (attakara) atau usaha pribadi (purisakara). Dengan melatihnya, ia
dapat mengubah sifat dasarnya maupun lingkungannya ( dengan memahaminya ) demi
kebaikan sendiri maupun orang lain.
LINGKARAN
KEHIDUPAN.
Tidak banyak ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk memahami
bagaimana aksi menghasilkan reaksi, bagaimana akibat mengikuti sebab dan benih
menghasilkan buah, tetapi bagaimana kekuatan karma yang besar ini, perbuatan
karena adanya kehendak, berbuah dalam kelahiran yang akan datang setelah
kematian jasmani ini, sulit untuk dipahami.
Menurut agama Buddha tak ada kehidupan setelah kematian ataupun
kehidupan sebelum kelahiran yang terlepas dari karma atau perbuatan karena
adanya kehendak. Karma dan kelahiran kembali berjalan seiring, karma merupakan
akibat wajar atau kelanjutan yang sewajarnya dari kelahiran kembali dan begitu
pula sebaliknya. Namun, di sini kita harus mengerti bahwa doktrin Buddhis
mengenai karma bukanlah ajaran yang bersifat filosofis yang di dalamnya
perbuatan manusia tidaklah bebas melainkan ditentukan oleh sebab – sebab
tertentu yang dipandang sebagai kekuatan dari luar yang bertindak melalui
keinginan atau telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan ataupun kekuatan lain
dari luar. Tidak ada surga abadi maupun neraka abadi dalam pemikiran Buddhis.
Kelahiran diikuti dengan kematian dan kematian juga diikuti dengan kelahiran,
jadi pasangan di atas saling mengikuti satu sama lain dalam rangkaian yang
menakjubkan. Tetapi, tak ada diri yang kekal atau satuan hidup yang tetap yang
berpindah dari satu kelahiran ke kelahiran lainnya. Walaupun manusia merupakan
paduan jasmani – rohani dari kesatuan materi dan batin, “ jiwa “ atau batin
manusia bukanlah roh atau diri dalam arti satuan hidup yang abadi, sesuatu yang
tetap adanya dan kekal. Batin adalah kekuatan, suatu rangkaian kesatuan yang
dinamis yang mampu menyimpan ingatan – ingatan bukan hanya dari kehidupan ini,
tetapi juga dari kehidupan lampau.
Roh atau diri yang kekal yang dikemukakan oleh agama – agama lain
dalam kitab – kitab Buddhis disebut sebagai atta atau dalam bahasa Sansekerta
atma. Penyangkalan terhadap adanya roh atau diri disebut anatta dalam bahasa
Pali atau anatma dalam bahasa Sansekerta. Ajaran agama Buddha tentang anatta
yaitu tidak adanya diri atau roh, tidak menyangkal adanya personalitas atau
individualitas. Agama Buddha menyatakan bahwa tidak ada individualitas yang
kekal, tidak ada jiwa atau diri yang tetap. Personalitas atau individualitas
menurut agama Buddha, bukanlah suatu satuan hidup, tetapi merupakan proses
timbul dan lenyap, proses memberi makan, pembakaran, ketamakan, tetapi tidak
dapat disamakan dengan satuan hidup yang tetap.
Dalam pemikiran Buddhis tidak ada awal mula dari yang tak ada.
Tidak ada yang tanpa sebab. Segalanya, yang hidup ataupun mati, berawal mula
melalui sebab, segalanya memiliki kondisi. Namun, agama Buddha tidak
membicarakan sebab yang pertama. Awal pertama dari urut – urutan kehidupan
mahkluk hidup tidak dapat dijelaskan dan sebagaimana yang dikatakan oleh Buddha
: “ Roda kehidupan ini, lingkaran yang tidak terputus ini, tidak memiliki akhir
yang jelas, dan awal pertama dari mahkluk hidup, sebab pertama, tidak dapat
diketahui. “
Ketika Buddha menekankan bahwa apa yang disebut “ mahkluk hidup “
atau “ manusia “ tidak lain adalah perpaduan dari badan jasmani dan kekuatan atau
energi batin, yang berubah tanpa henti, bukankah Beliau telah mendahului ilmu
pengetahuan modern dan ilmu psikologi modern dua puluh lima abad sebelumnya ?
Kehidupan jasmani – rohani ini mengalami perubahan tanpa henti,
membentuk proses jasmani – rohani baru setiap saat, sehingga mempertahankan
kemampuan proses badan jasmani di masa yang akan datang, dan tidak meninggalkan
kekosongan di antara satu saat dan saat berikutnya. Kita hidup dan mati setiap
saat dalam kehidupan kita. Semata – mata hanya terbentuk dan lenyap, timbul dan
tenggelam bagaikan ombak di laut.
Perubahan tanpa henti, proses jasmani – rohani tersebut yang jelas
bagi kita dalam kehidupan ini, tidak terhenti pada saat kematian, tetapi terus
berlanjut tanpa henti. Arus tanpa henti dari batin yang dinamis ini dikenal
sebagai kehendak, kemauan, hasrat atau nafsu keinginan ( tanha ) yang merupakan
kekuatan karma. Kekuatan besar ini, keinginan untuk hidup, membuat hidup terus
berlanjut. Menurut agama Buddha, bukan hanya kehidupan manusia, tetapi seluruh
kesadaran dunia ditarik oleh kekuatan yang luar biasa ini – batin ini dengan
faktor kejiwaannya, baik ataupun buruk.
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, menurut ajaran
materialistis, manusia berhenti hidup pada saat kematian. Namun, menurut agama
Buddha, kekuatan dan energi tidak berhenti pada saat kematian ; tidak ada
kekuatan yang pernah hilang, selalu mengalami perubahan. Energi tidak berpindah
dari satu tempat ke tempat lain, tetapi dapat berhenti untuk hidup di satu
tempat dan mulai hidup lagi di tempat lain. Dalam diri manusia kekuatan
terbesar adalah keinginannya untuk hidup, melanjutkan hidup, menjadi lebih dan
lebih lagi. Kekuatan ini tidak hilang pada saat kematian. Kekuatan itu hidup,
memulai lagi dan terbentuk kembali dalam keadaan baru berpadu dengan
sendirinya. Memulai lagi perubahan penting tanpa henti ini dalam keadaan baru
disebut dengan kelahiran kembali, tumimbal lahir atau pembaharuan kembali
eksistensi.
Proses karma ( kammabhava ) adalah kekuatan yang datang dari kehidupan
sekarang, mempersiapkan kehidupan yang akan datang dalam rangkaian tanpa akhir.
Dalam proses ini tak ada yang meninggal dunia di sini dan lahir di tempat lain,
seseorang bukan orang yang sama, bukan juga orang yang sepenuhnya berbeda ( na
ca so na ca anno ). Kemungkinan logis dari identitas pribadi tanpa roh itu
diakui oleh Profesor A.J. Ayer dari Oxford, seorang analis logika yang
mengatakan : “ Saya pikir akan terbuka bagi kita untuk mengakui kemungkinan
logis dari reinkarnasi hanya dengan menetapkan kaidah bahwa jika seseorang yang
secara fisik diidentifikasikan sebagai seseorang yang hidup pada waktu
belakangan, memiliki ingatan – ingatan nyata dan sifat dari seseorang yang
secara fisik diidentifikasikan sebagai seseorang yang hidup pada waktu sebelumnya,
mereka seharusnya dihitung sebagai satu orang dan bukan dua. “
ALIRAN
KESADARAN.
Kesadaran di momen terakhir ( cuti citta atau cuti vinnana ) milik
kehidupan sebelumnya ; dengan cepat berlanjut setelah padamnya kesadaran itu.
Karena telah terkondisikan maka timbul momen pertama dari kesadaran pada
kelahiran yang sekarang yang disebut hubungan kembali atau kelahiran kembali
dari kesadaran ( patisandhivinnana ). Demikian pula momen pikiran terakhir dari
kehidupan ini mengondisikan momen pikiran pertama dari kehidupan yang
selanjutnya. Dengan cara ini kesadaran lahir dan mati memberikan tempat pada
kesadaran baru. Maka aliran kesadaran tanpa henti ini akan terus berlanjut
sampai kehidupan berhenti. Kehidupan dalam hal ini adalah kesadaran – keinginan
untuk hidup, keinginan untuk melanjutkan.
Menurut ilmu biologi modern, kehidupan manusia baru dimulai pada
saat menakjubkan ketika sel sperma dari ayah bersatu dengan sel telur atau ovum
dalam tubuh ibu. Ini merupakan momen kelahiran. Ilmu pengetahuan hanya
membicarakan dua faktor fisik yang umum ini saja. Akan tetapi, agama Buddha
membicarakan pula faktor ketiga yang bersifat rohani.
Menurut Mahatanhasamkhaya Sutta, sebuah khotbah dari Buddha : “
Dengan bertemunya ketiga faktor ini maka pembuahan terjadi. Jika calon ibu dan
ayah bersatu, tetapi bukan pada masa subur si calon ibu, dan makhluk hidup yang
akan dilahirkan ( gandhabba ) tidak ada, maka benih kehidupan tidak tertanam.
Jika kedua calon orang tua bersatu dan pada masa subur si calon ibu, tetapi gandhabba
atau makhluk hidup yang akan dilahirkan tidak ada, maka tidak terjadi
pembuahan. Jika calon ibu dan ayah bersatu, dan pada masa subur si calon ibu,
serta makhluk hidup yang akan dilahirkan, gandhabba, juga ada, maka benih
kehidupan tertanam di sana. “
Faktor ketiga, gandhabba, hanyalah istilah untuk kesadaran yang
lahir kembali ( patisandhi vinnana ). Dapat pula disebut kekuatan energi yang
dilepaskan dari orang yang meninggal dunia. Tetapi kesadaran yang lahir kembali
bukanlah diri yang kekal, roh ataupun satuan hidup yang merasakan buah dari
perbuatan baik dan jahat. Kesadaran juga disebabkan oleh kondisi. Terpisah dari
kondisi, maka tidak akan timbul kesadaran.
Kehendak untuk hidup ini, keinginan untuk hidup ini, terbayang
luas dalam pikiran manusia baik yang sadar maupun yang tidak. Kehendak, seperti
layaknya bentuk pikiran lainnya, adalah ungkapan energi, dan hal seperti ini
tidak pernah dapat hilang atau hancur. Kehendak yang kuat dan tanpa henti ini,
keinginan untuk hidup ini, adalah ungkapan energi yang kuat dan tanpa henti dan
tidak dapat mati bersamaan dengan kematian seseorang. Kehendak untuk hidup
membuatnya dilahirkan kembali. Keinginan untuk hidup membuatnya hidup kembali.
Ia secara rohaniah kemudian mengalami kehidupan lain.
Karena kehendak untuk hidup ( bhavatanha ) merupakan motif utama
yang mendasari hampir semua kegiatan manusia, pada saat kematian, hal ini
berkembang begitu hebat sehingga secara rohaniah mengambil sikap serakah.
Seperti yang telah dikatakan sendiri oleh Buddha ; Di ambang kematian keinginan
utama ini menjadi kemelekatan ( upadana ) yang menarik dirinya pada kehidupan
lain. Proses pikiran terakhirlah yang membawa kemelekatan ini. Ini merupakan
hukum alam, tak ada yang misterius, misterius hanya bila kita tidak memahaminya.
Orang yang sekarat dengan seluruh jasmaninya melekat kuat pada kehidupan,
sehingga pada titik kematiannya, mengirim energi karma secepat kilat, menemukan
rahim calon ibu siap untuk pembuahan, dan kehidupan baru pun dimulai.
KASUS
ANAK KEMBAR
Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki kesamaan
keturunan dan kesamaan lingkungan. Namun ahli psikologi telah meneliti bahwa
mereka berbeda dalam sifat dan wataknya. Oleh karena itu, mungkin perbedaan ini
disebabkan oleh faktor ketiga ( selain dari keturunan dan lingkungan ), yaitu “
pembawaan “ kepandaian yang lampau, dan tingkah laku dari kehidupan yang
sebelumnya. Adanya anak jenius atau yang luar biasa kepandaiannya tidak dapat
diterangkan dengan memuaskan dipandang dari segi keturunan atau lingkungan,
hanya kepandaian bawaan dari satu kehidupan ke kehidupan lain yang dapat
menjelaskan kasus – kasus khusus seperti itu ( lihat kisah – kisah mengenai
anak yang luar biasa kepandaiannya. )
Ambillah contoh kasus kembar siam Chang dan Eng yang terkenal. Ini
adalah kasus dengan kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Para ahli yang telah mempelajari tingkah laku mereka
melaporkan bahwa keduanya memiliki watak yang berbeda jauh, Chang kecanduan
minuman keras, sedangkan Eng tidak minum minuman keras.
Keadaan ini mendorong para pemikir untuk mempertimbangkan apakah
tidak ada faktor lain yang ikut terlibat disamping keturunan dan lingkungannya.
Adalah salah bila mengharapkan organisme tingkat tinggi yang kompleks seperti
manusia lahir hanya dari perpaduan dua faktor seperti sel sperma dan sel ovum
orang tua. Hanya karena campur tangan dari faktor ketiga, faktor batin yang
menghasilkan kelahiran seorang anak. Perpaduan dari dua faktor fisik saja,
sperma dan ovum orang tua, tidak dapat memberikan kesempatan bagi pembentukan
janin yang merupakan paduan batin dan materi. Faktor batin harus dipadukan
dengan dua faktor fisik untuk menghasilkan organisme jasmani – rohani yang
membentuk janin.
APA
YANG DILAHIRKAN KEMBALI ?
Kita memberikan sebutan – sebutan, seperti kelahiran, kematian,
proses pikiran dan seterusnya, sampai pada aliran kesadaran. Hanya ada momen –
momen pikiran, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, momen pikiran terakhir
kita sebut kematian, dan momen pikiran pertama kita sebut kelahiran ; jadi
kelahiran dan kematian terjadi dalam aliran kesadaran, yang hanya merupakan
rangkaian momen – momen pikiran yang terus berlanjut. Di sini tidak ada yang
tak berubah, satuan hidup yang abadi dalam personalitas manusia.
Selama manusia terikat pada kehidupan karena kebodohan, nafsu
keinginan dan kemelekatannya, baginya kematian bukanlah akhir. Ia akan
melanjutkan hidupnya dengan terus berputar dalam roda kehidupan. Ini merupakan
permainan tanpa akhir dari aksi dan reaksi mengikuti gerakan tanpa henti akibat
karma yang diliputi kebodohan, serta digerakkan oleh nafsu keinginan atau
kehausan. Karena karma atau perbuatan dilakukan oleh diri kita sendiri, Kita
memiliki kekuatan untuk memutuskan rantai yang tak berujung ini. Dengan
memusnahkan tenaga penggeraknya, nafsu keinginan, kehausan untuk dilahirkan,
keinginan untuk hidup ini ( bhava tanha ), maka lingkaran kehidupan ( samsara )
akan terhenti. Keinginan untuk hidup dan hidup kembali dapat dimusnahkan,
diakhiri melalui vipassana atau meditasi untuk mengembangkan pandangan terang
didahului dengan ketenangan atau samadhi. Melalui meditasi seseorang melihat
akhir dari kelahiran yang berulang – ulang atau kelahiran kembali dan itu
adalah realitas, atau nirwana, tujuan akhir agama Buddha.
Orang dengan pikiran ingin tahu mungkin bertanya : Jika tidak ada
perpindahan jiwa atau diri atau satuan hidup yang kekal menuju reinkarnasi, apa
yang dilahirkan kembali itu ? Pertanyaan ini menganggap bahwa dalam diri kita
terdapat sesuatu yang mampu melayang atau berpindah dari diri kita pada saat
kematian. Lebih jauh lagi dianggap bahwa sesuatu ini tetap dan tak berubah,
karena sesuatu itu harus bertahan melalui kehidupan jika berlanjut pada
kehidupan yang berikutnya.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, manusia terdiri dari
batin dan badan jasmani yang berubah terus menerus. Batin dan badan jasmani ini
setiap saat mengalami perubahan, tidak menyisihkan tempat sedikit pun bagi
sesuatu untuk tetap dan tidak berubah dilihat dari hukum perubahan yang tak
dapat ditawar. Semuanya dalam keadaan berubah tanpa henti. Oleh karena itu
sesuatu yang tak berubah dan tetap dalam susunan tubuh manusia, adalah tidak
mungkin. Dalam aliran yang berkesinambungan tidak ada identitas absolut maupun
suatu yang lain yang absolut.
Apa yang kita sebut kehidupan adalah berfungsinya lima agregat, yaitu bentuk jasmani, perasaan,
pencerapan, bentuk – bentuk pikiran dan kesadaran. Ini merupakan personalitas
total, dengan kata lain berfungsinya batin dan badan jasmani yang hanya terdiri
dari energi atau kekuatan. Keduanya tidak pernah sama pada dua saat yang
berurutan. Manusia dewasa bukanlah anak – anak di masa lalu, bukan pula orang
yang betul – betul berbeda ; di sini hanya ada hubungan atau kelanjutan. Hari
ini adalah besok yang kaubicarakan kemarin. Anak kecil yang berkata “ aku “
hidup menjadi dewasa dan terus berkata “ aku “ hidup dengan kepercayaan yang
sama, tetapi ia tidak membicarakan hal yang sama ketika ia berkata “ aku “.
Segalanya yang dinyatakan itu telah berubah, tidak diragukan lagi tak terasa,
dan secara batiniah berkembang banyak, kurang lebih dibanding yang lainnya, dan
“ aku “ yang dikatakan oleh manusia berumur 40 tahun sama sekali bukan “ aku “
yang dikatakan oleh anak kecil, katakanlah, yang berusia 12 tahun, atau usia
berapa pun di antaranya.
Kami telah memberikan jawaban singkat pada pertanyaan : Jika tak
ada yang berpindah dari satu kehidupan pada kehidupan selanjutnya, apakah orang
yang dilahirkan kembali sama dengan orang yang telah meninggal ? Apakah ia sama
dengan orang yang telah meninggal itu ataukah ia orang yang lain ?
Adalah tidak tepat bila mengatakan bahwa tidak ada identitas apa
pun antara kedua orang itu. Pada saat yang sama, dengan semata – mata
menyatakan bahwa terdapat identitas dapat menyebabkan beberapa kesalahpahaman.
“ Tidak sama, juga tidak berbeda “. Seseorang mungkin bertanya : Jika setiap
kematian diikuti dengan kelahiran, jumlah penduduk dunia seharusnya tetap,
tetapi mengapa jumlah penduduk dunia bertambah dengan cepat dari tahun ke tahun
?
Kelahiran kembali dapat terjadi tidak hanya di dunia ini yang
jumlah penduduknya dapat kita hitung, tetapi juga dalam sistem dunia lain yang
diungkapkan oleh kitab suci agama Buddha. Satu kematian tidak perlu diartikan
kelahiran yang selanjutnya pasti terjadi di alam manusia. Seorang manusia yang
meninggal dunia dapat dilahirkan kembali di alam bukan manusia, di alam
kehidupan yang baik ataupun alam kehidupan yang buruk, tergantung pada karma
atau perbuatannya yang baik dan jahat.
Jika makhluk hidup telah dilahirkan sebelumnya, mengapa mereka
tidak ingat akan kehidupan mereka yang lampau ? Seperti yang telah disinggung
sebelumnya, hal ini bukanlah tidak mungkin, tetapi kejadian orang yang
mengingat kehidupannya yang lampau sangatlah jarang. Terdapat lebih dari satu
jawaban untuk pertanyaan ini. Ingatlah kita tidak sempurna ; sangat terbatas.
Kita bahkan tidak ingat akan kelahiran kita dalam kehidupan ini, walau kita
masih dalam kehidupan yang sama. Kita mengingat kembali dan ingatan kita hanya
sampai pada suatu titik. Kejadian menyakitkan dari kematian, tenggang waktu
dari pembuahan sampai pada proses kelahiran dapat melenyapkan ataupun
memusnahkan semua bekas dari pengalaman yang lampau.
Kematian itu sendiri adalah alat pemusnah ; karena perlu bagi
setiap kesadaran untuk memulai jalannya yang baru, kurang lebih suatu tabula
rasa dengan bentuk otak jasmani baru. Kekhususan lainnya adalah sifat kehidupan
yang merupakan lanjutan dari satu kelahiran manusia dan yang lain. Sebagaimana
pandangan agama Buddha tentang kelahiran kembali di alam bukan manusia dan
kesadaran yang bersangkutan tidak mencatat kesan dengan jelas, sehingga urutan
dari kehidupan seperti itu antara satu kelahiran manusia dan yang lain dapat
menghapus semua bekas hubungan ingatan di antara keduanya. Akan tetapi,
penelitian awal mengenai pola tingkah laku anak – anak, akan memberikan lebih
banyak bukti yang memberi kesan bahwa mereka membawa sedikit pengetahuan
tertentu bersamanya ke dalam kehidupan baru yang tidak termasuk dalam jangkauan
pengalaman mereka yang sekarang. Kecerdasan anak – anak tertentu menunjukkan
diperolehnya beberapa keterampilan khusus yang benar – benar memberikan kesan
bahwa mereka mengingatnya bukan mempelajarinya.
Terdapat kasus – kasus di mana anak – anak telah mengingat
berbagai bakat mereka dari kehidupan yang lampau. Bagaimana kita menilai anak –
anak yang luar biasa kepandaiannya dalam bidang musik, matematika, kesusastraan
dan lain – lain ?
AKHIR
PERJALANAN.
Manusia selalu mendapat kesulitan untuk percaya bahwa hidupnya
berakhir dengan kematian badan jasmani. Pertanyaannya adalah : Apakah kita
terus hidup setelah kematian ? Hal ini telah menjadi spekulasi manusia yang
menonjol, karena berhubungan dengan setiap masalah mendasar dari keberadaan dan
tujuan manusia di dunia ini.
Apakah tiada akhir bagi kelahiran yang berulang ini ? Buddha
menunjukkan jalannya :
“ Para Bhikkhu, karena tidak mengerti, tidak menembus empat hal (
dhamma ), kita harus menempuh perjalanan begitu lama, kita semua terus
mengembara dalam lingkaran kehidupan. Apakah ke empat hal itu ? Moral
kebajikan, konsentrasi, kebijaksanaan dan pembebasan. Tetapi ketika empat hal
ini, Bhikkhu, dimengerti dan dijalani, musnahlah nafsu keinginan untuk
dilahirkan, hancurlah apa yang menyebabkan kelahiran kembali dan tidak ada lagi
kelahiran kembali “.
Tanpa moral kebajikan, tidak ada konsentrasi, tanpa konsentrasi,
tidak ada kebijaksanaan. Ketiga hal ini merupakan ajaran utama yang jika benar
– benar dilatih, akan meningkatkan kehidupan batin seseorang dari tingkat
rendah ke tingkat yang lebih tinggi, menuntun seseorang dari kegelapan menuju
terang, dari bernafsu menuju ketenangan, dari kekacauan menuju kedamaian, dari
perbudakan menuju perlindungan – pembebasan.
Oleh karena itu, pencari kebebasan melatih ucapan benar, perbuatan
benar dan mata pencaharian benar ( sila atau moral kebajikan ). Ia melatih daya
upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar ( samadhi atau konsentrasi )
dan lebih lanjut juga melatih pikiran benar dan pengertian benar ( panna atau
kebijaksanaan ). Buddha menyebut semua ini Jalan Mulia Berunsur Delapan atau
Jalan Tengah karena menghindari dua jalan ekstrem : Kegemaran akan kenikmatan
hawa nafsu yang rendah, yang bersifat duniawi dan menimbulkan kerugian adalah
salah satu jalan ekstrem ; penyiksaan terhadap diri sendiri dalam bentuk
pertapaan yang keras menyakitkan, yang tidak menguntungkan dan menimbulkan
kerugian ; adalah jalan ekstrem lainnya.
Dengan berusaha secara benar, para pencari berhasil menembus tirai
kebenaran satu per satu, hingga suatu hari, semua kotoran terbakar habis, luhur
sepenuhnya dan berhasil mencapai penerangan. Ketika manusia seperti itu
meninggal dunia, maka bersamanya berakhir pula keinginan untuk hidup ini.
Berakhirlah kelahiran, usia tua, penyakit, ratapan, kesedihan, kesengsaraan,
keputusasaan dan kematian ; maka lenyaplah semua penderitaan. Roda kehidupan
yang berputar kepot menuju kehancurannya ; pusatnya yaitu kebodohan ; jari –
jarinya yaitu ketamakan dan lingkarannya yaitu kebencian, dihancurkan dan
musnah menjadi abu pada akhirnya dan itu adalah Nirwana – “ tidak dilahirkan,
tidak berawal, tidak diciptakan dan tidak berkondisi “.
BERULANG
DAN BERULANG.
Berulang dan berulang, bibit jagung ditaburkan ;
Berulang dan berulang, para dewa menurunkan hujan ;
Berulang dan berulang, para petani membajak sawah ;
Berulang dan berulang, tanah air disuburkan.
Berulang dan berulang, peminta – minta memohon sedekah ;
Berulang dan berulang, dermawan yang baik hati memberikan ;
Dan lagi – lagi memberi, para dermawan berbuat ;
Berulang dan berulang, demi kebahagiaan surgawi.
Berulang dan berulang, air susu diperah dari sapi – sapi ;
Berulang dan berulang, anak sapi menyusu ;
Berulang dan berulang, mahkluk hidup kelelahan dan gemetaran ;
Berulang dan berulang, orang bodoh menuju kandungan ;
Berulang dan berulang, kelahiran dan kematian datang padamu ;
Berulang dan berulang, orang – orang membawamu ke pemakaman
Tetapi ia yang melihat dengan jelas tidak pergi ke mana pun untuk dilahirkan ;
Ia tidak dilahirkan kembali karena ia mengenali jalan ;
Ia tidak akan dilahirkan lagi di dunia mana pun.
No comments:
Post a Comment