Penulis: Andrie Wongso
Alkisah, di sebuah
kerajaan, sang raja mempunyai kegemaran yang tidak lazim, yakni mengukur
kekuatan prajuritnya dengan cara mengadu mereka di arena aduan dengan binatang
buas. Banyak tentara yang mati sia-sia karena kesenangan yang mengerikan dari
raja mereka. Tetapi, tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Karena,
menentang perintah raja berarti mati!
Suatu ketika, hari aduan
kembali tiba. Telah disiapkan prajurit dan hewan buas. Dari kejauhan, terdengar
suara raungan marah dan lapar seekor harimau, sehingga membuat siapa pun yang
mendengar menjadi ciut nyalinya, apalagi prajurit yang akan diadu.
Setelah sang raja duduk
di tempatnya, seorang prajurit pun melangkah memasuki arena aduan dengan
kepasrahan sembari berdoa, siapa tahu keberuntungan memihaknya hingga tak perlu
meregang nyawa. Tak berapa lama, pintu kandang harimau pun dibuka. Segera si
harimau mengaum sambil melangkahkan kakinya masuk ke arena dengan sikap
waspada.
Beberapa saat, aroma
ketegangan pun menghiasi suasana. Si prajurit segera menyiapkan diri untuk
mempertahankan diri dari serangan harimau. Namun, sebuah keanehan terjadi.
Harimau yang terlihat ganas bukannya segera menyerang dan siap memakan
mangsanya, tetapi dia malah berputar mengendus-endus mengitari si prajurit
tanpa menunjukkan sikap bermusuhan sama sekali.
Anehnya lagi, harimau
justru berusaha mendekat ke prajurit yang tadi sudah siap melawan harimau.
Prajurit makin terheran dengan tindakan harimau yang lantas menjulurkan
lidahnya dan menjilat kaki si prajurit tanpa bermaksud menyakiti sedikit pun.
Arena aduan pun menjadi heboh.
Raja segera
memerintahkan membawa si prajurit ke hadapannya. "Hai prajurit! Apa yang
telah kamu lakukan kepada harimau kelaparan itu sehingga dia tidak melahapmu,
malah seakan dia tunduk dan menghormatimu? Ilmu apa gerangan yang kamu pakai?
Segera beritahu rajamu ini," perintah sang raja.
"Ampun baginda.
Hamba juga tidak mengerti apa yang terjadi. Hamba hanya pasrah sembari bersiap
menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi. Tetapi, setelah melihat harimau
yang tiba-tiba mendekati tanpa terlihat ingin menyerang, hamba juga segera
menghentikan niat hamba mempertahankan diri.
Saat itu, kemudian hamba
teringat sebuah peristiwa. Dahulu sekali, hamba pernah menyelamatkan dan
mengobati seekor harimau kecil yang sedang diburu dan terluka. Dan sangat
mungkin, harimau kecil itu adalah harimau yang sama yang ada di arena tadi.
Kebaikan masa lalu yang telah hamba perbuat dan tidak pernah hamba ingat,
ternyata telah menyelamatkan hidup hamba hari ini."
Pembaca yang luar biasa,
Kisah di atas adalah
gambaran nyata dari pepatah "kita menuai apa yang kita tanam." Dan,
meski cerita tadi sulit dipercaya, tetapi peristiwa semacam itu bisa terjadi di
kehidupan nyata. Semua hal tersebut berhubungan dengan hukum universal
tentang sebab-akibat. Walaupun kita lupa pernah berbuat baik kepada orang
lain, tapi hukum Tuhan tidak pernah lupa. Pada saatnya kelak, kita pasti akan
menerima kebaikan-kebaikan yang sepadan, bahkan melebihi apa yang pernah kita
lakukan.
Begitu juga sebaliknya.
Kita boleh saja lupa pernah berbuat jahat pada orang lain. Namun, bila saatnya
telah tiba, kita pasti akan menerima ganjaran yang setimpal dengan perbuatan
kita. Hal tersebut sejalan dengan keyakinan dan ajaran yang harus kita
praktikkan, yaitu menjauhkan diri dari berbuat kejahatan yang merugikan orang
lain dan selalu berbuat baik dan membantu sesama makhluk.
Untuk itu, mari
terus menanamkan benih kebaikan di setiap kesempatan yang ada, baik pada
lingkungan terdekat kita maupun pada sesama. Niscaya, kita akan mampu
menjalani hidup dengan penuh kedamaian, kebahagiaan, dan keharmonisan.
No comments:
Post a Comment