-Adi W.
Gunawan
Weekend
kemarin saya berbicara di forum IMC (Indonesia Millionaire Club) di Jakarta. Satu
kebahagiaan tersendiri saat bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai
esensi transformasi diri kepada sekitar 500 peserta yang sangat antusias
mendengar uraian saya.
Salah satu
pertanyaan yang saya ajukan pada peserta adalah, “Mengapa kecepatan pencapaian
keberhasilan setiap orang berbeda? Padahal mereka membaca buku yang sama,
datang ke seminar yang sama, mendengarkan kaset motivasi yang sama, menonton
video seminar yang sama, konsultasi pada pakar yang sama, dan menetapkan target
yang sama?”
Pembaca,
anda mungkin juga akan mengajukan pertanyaan yang sama saat melihat kawan anda
berkembang jauh lebih cepat dari diri anda. Padahal resource yang digunakan
semuanya sama. Mengapa bisa terjadi seperti ini?
Pernahkah
anda sendiri mengalami atau melihat kawan anda yang sekian lama berusaha namun
belum juga berhasil. Namun pada suatu saat, secara tiba-tiba dan ajaib, anda
atau kawan anda langsung melejit ke puncak tangga sukses. Seakan-akan sukses
itu begitu mudah dicapai. Pernah mengalami atau melihat kawan yang seperti ini?
Banyak orang
datang ke seminar atau membaca buku dengan harapan bisa segera sukses. Saya
juga demikian, dulunya. Saya sangat berharap agar begitu selesai menghadiri
suatu seminar saya langsung ”berubah” dan langsung bisa sukses. Hmm....
ternyata hidup tidak seperti ini. Semua butuh proses. Semua ada waktunya. Ada hukum alam yang
dinamakan dengan Hukum Proses. Sukses tidak semudah membalik telapak tangan
namun juga semudah membalik telapak tangan.
Bagi anda
yang kritis anda pasti akan berkata, ”Pak, pernyataan anda di atas mencerminkan
belief system anda mengenai sukses. Karena pada level yang lebih dalam (deep
structure) ada konflik dalam diri anda. Yang satu mengatakan bahwa sukses itu
tidak mudah sedangkan satu bagian lagi mengatakan sukses itu mudah. Pernyataan
anda bersifat paradoks atau saling bertentangan”.
Wah, anda
sudah semakin ciamik dan lihay menganalisis tulisan saya. Jangan khawatir, saya
tidak mengalami inner conflict. Uraian saya di bawah ini akan menjelaskan semuanya.
Apa maksud
saya dengan sukses tidak semudah membalik telapak tangan dan semudah membalik
telapak tangan?
Saya
misalkan sukses itu sebagai garis bilangan yang diletakkan secara vertikal.
Titik start adalah di angka 0 (nol) dan angka 10 adalah sukses. Nah, kebanyakan
dari kita tidak menyadari atau tidak tahu di mana posisi kita saat kita memulai
proses perjalanan, secara sadar, untuk menuju sukses.
Jika kita
memulai perjalanan dari titik 0 (nol) maka sukses tidak terlalu sulit untuk
dicapai. Apalagi bila kita memulai dari angka 2 atau 3. Semakin ke atas,
angkanya, maka semakin mudah kita untuk sukses. Mengapa bisa begini? Karena
secara mental, emosional, dan psikis kita siap. Sampai di sini saya belum
bicara aspek spiritual, lho. Sukses akan semakin mudah dicapai apabila kita
memasukkan variabel spiritual ke dalam proses pencapaian. Anda bisa lihat
hubungan tulisan ini dengan artikel saya sebelumnya?
Lalu
bagaimana dengan orang yang telah berusaha keras namun kok nggak juga bisa
berhasil? Saya koreksi ya pernyataan di atas. Yang benar bukan ”nggak bisa”
tapi ”belum bisa”.
Banyak orang
yang, karena salah programming sebagai akibat dari proses pendidikan,
pengajaran, pengasuhan, pengembangan sikap, cara berpikir, mental, dan
emosional yang salah, memulai proses pendakian tangga keberhasilan bukan dari
titik 0 (nol) atau pada angka yang positif, misalnya 1,2,3 atau 4.
Umumnya
mereka memulai proses perjalanan sukses dari titik di bawah angka nol atau
minus. Bisa dari -2, -3, -4, atau bahkan – 10. Hal ini menjawab mengapa ada
begitu banyak orang yang telah berusaha keras namun kok belum sukses.
Sebenarnya
mereka telah mulai merealisasikan sukses dalam diri mereka. Mereka mulai
bergerak dari titik minus ke titik nol, titik awal sukses yang sesungguhnya,
titik yang menjadi base line atau ground zero keberhasilan. Sudah tentu
dibutuhkan upaya keras untuk bisa naik ke titik nol.
Apa yang
saya uraikan di atas merupakan intisari dari pepatah indah dalam bahasa Inggris
yang berbunyi “Winners never quit and quitters never win”. Orang gagal bukan
karena mereka tidak bisa sukses namun karena mereka berhenti mencoba. Mereka
merasa tidak mencapai hasil apapun. Padahal proses transformasi diri sedang
berlangsung dalam diri mereka.
Pertanyaannya
sekarang adalah apa sih sebenarnya yang membuat seseorang berada di daerah
minus, di bawah titik nol?
Dalam
berbagai kesempatan saya sering bicara tentang program pikiran yang salah,
mental block, pengalaman negatif yang traumatik, belief system dan value yang
menghambat pencapaian prestasi, asumsi sukses yang salah, emosi-emosi negatif,
dan masih banyak lagi. Sebenarnya yang saya sampaikan pada berbagai kesempatan
itu merujuk pada satu hal yang sama yaitu ”sesuatu” yang menghambat pencapaian
tujuan. Singkat kata, program-program pikiran yang menghambat pencapaian
prestasi hidup.
Sekarang
coba anda perhatikan apa yang saya tulis pada artikel sebelumnya ”Energi Psikis
Sebagai Akselerator Keberhasilan”. Biar mudah, berikut saya kutipkan jenis
emosi yang berada di bawah baseline keberanian/courage (200). Emosi-emosi itu
adalah rasa malu/shame (20), rasa bersalah/guilt (30), apatis/apathy (50),
kesedihan mendalam/grief (75), takut/fear (100), keinginan/desire (125),
marah/anger (150), bangga/pride (175).
Agar anda
mudah memahami maksud saya maka saya akan memberikan contoh ekstrim, yang
memang benar-benar terjadi pada diri seorang wanita, sebut saja Ani. Ani
merasakan ada yang tidak beres dengan dirinya. Ia merasa sangat sulit untuk
berkembang walaupun telah berusaha keras. Apa sih yang menghambat diri Ani
dalam mencapai sukses?
Melalui
proses terapi yang intens akhirnya ditemukan bahwa Ani, pada masa kecilnya,
mengalami sexually abused. Emosi negatif dari pengalaman yang sangat traumatik
ini muncul dalam bentuk perasaan malu, perasaan bersalah, perasaan diri tidak
berharga, perasaan takut, insecurity, sedih, marah, keinginan untuk membalas
dendam namun tidak berdaya. Jika anda lihat skala pada Peta Kesadaran di atas
maka semua emosi negatif ini berada di bawah base line courage/keberanian.
Ani berada
jauh di bawah titik nol. Entah minus berapa. Mungkin bisa minus 50 atau bahkan
minus 100. Tidak ada cara lain untuk bisa membantu Ani segera naik ke titik nol
kecuali melalui terapi yang intensif. Ani, bila tidak diterapi secara benar
sehingga semua beban emosi dari pengalaman traumatik ini bisa di-release total,
tidak mungkin akan bisa berhasil dalam hidupnya. Semua emosi negatif ini
menjadi excess baggage atau beban yang selalu ia bawa dalam hidupnya.
Apa akibat
pengalaman traumatik ini pada perilaku keseharian Ani? Ani adalah orang yang
rendah diri, pemalu, tidak percaya diri, tidak berani bergaul, jarang keluar
rumah, hampir tidak punya teman, tidak punya kawan pria padahal usianya sudah
lebih dari 35 tahun, merasakan hidupnya hampa, tidak antusias, merasa dirinya
”kotor”, dan tidak berani bila harus mengambil sikap tegas dan keras. Dengan
kondisi seperti ini kira-kira kalau hanya ikut seminar dan baca buku apakah Ani
bisa berubah dengan cepat?
Sekarang
anda jelas dengan maksud saya? Kalau mental block seseorang tidak terlalu berat
maka cukup dengan sering membaca buku, konsultasi, mendengar kaset, ke seminar,
bersikap yakin, dan membentuk kebiasaan baru secara sadar, maka block ini pasti
dapat diatasi. Kita, secara perlahan tapi pasti, mulai naik dari titik minus ke
titik nol.
Saya
menerima banyak email dan sms dari para pembaca buku dan artikel saya. Pada
umumnya mereka meminta saya membantu membereskan mental block mereka agar
mereka bisa segera sukses, menjadi money magnet. Saya hanya bisa memberikan
jawaban bahwa sukses adalah suatu perjalanan dan membutuhkan proses. Semua
bergantung pada titik start setiap orang.
Malah ada
juga peserta workshop saya yang bertanya, ”Pak, kalau saya ikut workshop yang
Pak Adi selenggarakan, apakah Bapak berani memberikan jaminan bahwa saya pasti
bisa sukses? Apakah ada ”money back guarantee”? Apakah Bapak berani memberikan
jaminan bahwa workshop Pak Adi akan mampu merevolusi kondisi finansial saya?”
Saya tidak
bisa memberikan janji bahwa workshop saya mampu merevolusi kondisi finansial
anda. Mengapa? Apakah saya tidak yakin dengan program yang saya buat? Oh, sudah
tentu saya sangat yakin akan kedahsyatan program yang saya buat. Namun, sama
seperti saat saya menerima klien untuk terapi, saya tidak pernah menjanjikan
kesembuhan. Saya hanya sebagai Re-Educator dan Mind Navigator. Saya
me-reedukasi pikiran bawah sadar klien dan hanya menunjukkan jalan. Klien atau
peserta workshop yang harus melakukan kerjanya.
Benar,
memang ada banyak peserta yang begitu selesai workshop bisa langsung mengalami
peningkatan finansial secara dramatis. Sebaliknya ada juga yang mengakui bahwa
secara finansial mereka belum mencapai hasil yang mereka inginkan. Mengapa bisa
begini? Ya itu tadi. Titik start setiap orang tidak sama.
Namun satu
hal yang pasti adalah mereka semua mengalami proses transformasi diri yang luar
biasa. Bahkan ada yang mengalami peningkatan spiritual yang sangat menakjubkan.
Saya perlu
mengungkapkan hal ini dengan jujur dan apa adanya. Saya melihat proses
perubahan diri dari sudut pandang seorang terapis, bukan sekedar seorang
motivator. Saya ingin anda, para pembaca, menyadari bahwa semua membutuhkan
proses. Semua yang terlihat instan sebenarnya adalah akibat atau hasil dari
suatu proses yang panjang.
Dari
pengalaman saya menangani cukup banyak klien dan dari berbagai literatur yang
saya pelajari, khususnya yang berhubungan dengan terapi dan transformasi diri,
saya sampai pada satu kesimpulan dan keyakinan bahwa semua program pelatihan,
apabila hanya bermain pada level pikiran sadar, maka impact atau pengaruh
program itu dalam memfasilitasi proses perubahan dalam diri seseorang akan
sangat minim.
Program
pelatihan yang benar-benar cespleng, meminjam istilah sobat saya mas Edy Zaqeus,
adalah program yang dirancang untuk mampu memfasilitasi proses transformasi
diri pada dua level sekaligus yaitu pada level sadar (conscious) dan bawah
sadar (subconscious).
Carl Jung
dengan sangat gamblang menjelaskan esensi perubahan diri hanya dalam satu
kalimat saat ia berkata, ”Until you make the unconscious conscious, it will
direct your life and you will call itu fate.”
[Pembelajar.Com::]
No comments:
Post a Comment