Dalam agama Buddha, keyakinan dalam bahasa Pali yaitu Saddha, sedangkan dalam bahasa Sanskerta yaitu sraddha yang bukan berarti kepercayaan yang membabi buta atau asal percaya saja, akan tetapi suatu keyakinan yang didasarkan pada pengertian yang muncul karena bertanya, menyelidiki, dan mengacu kepada komitmen tulus untuk mempraktikkan ajaran Buddha dan percaya dengan para makhluk yang telah maju dalam pelatihan diri, seperti para Buddha atau bodhisatva yang memberikan aspirasi untuk mencapai pencerahan sebagai makhluk suci (arahat), keragu-raguan juga perlu dilenyapkan dengan keyakinan terhadap kebenaran realitas dunia ini (Dharma).
Keyakinan sangat
penting bagi kita karena dapat mendorong kita untuk membuktikan sendiri ajaran
Buddha. Dilukiskan oleh Nagarjuna bahwa keyakinan mendahului pemahaman karena
tanpa keyakinan bagaimana bisa memahami. Namun, keyakinan dalam agama Buddha
bukan sekedar keyakinan terhadap suatu makhluk tertinggi yang akan
menyelamatkan kita jika meyakininya. Keyakinan itu muncul karena pengertian, maka keyakinan
umat Buddha pada sesuatu yang diyakini adalah tidak sama kualitasnya. Tidak ada
pengertian yang sama dari orang yang berbeda-beda, akibatnya kualitas keyakinan
setiap individu berbeda. Umat Buddha umumnya mengakui beberapa objek keyakinan,
namun beberapa umat Buddha secara khusus membaktikan diri kepada tokoh
tertentu. Keyakinan tak hanya bakti kepada seseorang, namun bakti muncul karena
ada hubungan dengan konsep ajaran Buddha seperti efikasi karma dan kemungkinan pencerahan.
Rumusan
Masalah
1. Apa saja keyakinan /
saddha tersebut?
2. Apa saja ciri ciri
keyakinan dalam Buddhis?
3. Apa saja keyakinan
dalam sudut pandang Buddhis?
Penutun Tujuan
Observasi
Memperkuat keyakinan terhadap tiratana
agar tidak akan memiliki keragu-raguan pada agama Buddha. Sebab telah memiliki
pandangan yang benar dan telah dinyatakan dalam dhamma dapat di buktikan secara
langsung. Sesorang yang memiliki keyakinan Tiratana ketika mempraktikan sila
(kemoralan), Samadhi (konsentrasi) dan Panna (kebijaksanaan) akan menjadi
benar, tepat, dan juga bersemangat hingga tercapainya akhir penderitaan.
Keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa
Agama Buddha adalah religi humanistik,
berpusat pada diri sendiri dengan segala kekuatannya yang dapat di kembangkan
hingga mencapai kesempurnaan. Berbeda dengan erligi otoriter, yang menghendaki
penyerahan kepasrahan dan ketergantungan terhadap kekuatan di luar manusia.
Keyakinan terhadap Triratna
Umat Buddha menjadikan
Tiratana sebagai keyakinan untuk mendorong diri mengakhiri penderitaan.
Tiratana terdiri dari Buddha Ratana, Dhamma Ratana, dan Saṅgha Ratana.
Keyakinan ini diperoleh dari memahami kualitas atau sifat-sifat luhur dari
Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Kita dapat menemukan kualitas itu dengan menghayati
yang ada pada Buddhānusati, Dhammānusati, dan Saṅghānusati. Seperti
Buddhānusati terdapat sembilan kualitas luhur dari Buddha, Dhammānusati
terdapat enam kualitas luhur dari Dhamma, dan Saṅghānusati terdapat sembilan
kualitas luhur dari Sangha.
Keyakinan terhadap Bodhisatva,
Arahat, dan Dewa
Buddha adalah orang yang
mencapai kesadaran sempurna atau kesucian tertinggi dengan usaha sendiri tanpa
bantuan dan mengajarkan Dhamma ajarannya kepada semua umat manusia. Sedangkan
Arahat adalah orang yang telah mencapai kesucian batin tertinggi dengan
mengikuti ajaran Buddha. Dan Bodhisattva adalah orang yang telah bertekad untuk
mencapai tingkat kesucian.
Keyakinan
terhadap Nibbana
Nibbana bukan suatu tempat ataupun semacam
surga dimana roh kekal berada. Nibbana adalah suatu keadaan yang bergantung
pada diri kita sendiri yang merupakan suatu pencapaian (Dhamma) yang berada
dalam jangkauan semua orang dan suatu keadaan di atas keduniawian (lokuttara)
yang dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Agama Buddha tidak
mengajarkan bahwa tujuan akhir ini hanya dapat dicapai dalam kehidupan di alam
lain.
Dalam Kitab Udana VIII : 3, Nibbana
dijelaskan oleh Buddha sebagai berikut:
"Oh, Bhikkhu, ada berhentinya
kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara.
Jika seandainya saja, Oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya
penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara; maka tidak akan ada jalan
keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang
lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan,
berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan
kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu".
Keyakinan terhadap Kitab Suci
Ajaran agama Buddha bersumber pada kitab
Tripitaka yang merupakan kumpulan kotbah, keterangan, perumpangan, dan
percakapan yang pernah di laksanakan oleh Sang Buddha dengan para siswa dan
pengikutnya. Isi kitab tersebut semuanya tidak berasal dari kata-kata sang
Buddha sendiri, tetapi dari para siswanya karena siswanya adalah sumber ajaran
tersebut yang menjadi tiga kelompok besar yang di kenal dengan “Pitaka” yaitu
Sutta Pitaka, Winaya Pitaka, dan Abdhidhamma Pitaka.
Keyakinan terhadap Empat
Kesunyataan Mulia
Empat Kesunyataan Mulia dalam bahasa pali
ialah Cattari AriyaSaccani yang berarti kebenaran yang berlaku bagi siapa saja
tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Mengakui atau tidak
mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh
hukum kebenaran ini.
Empat Kebenaran Mulia ditemukan oleh Pertapa Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon Bodhi hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan
menjadi Buddha. Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan itu
diajarkan oleh Buddha Gotama kepada umat manusia di Bumi ini. Muncul ataupun
tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan
berlaku secara universal.
Empat Kebenaran itu adalah:
1. Kebenaran tentang adanya Dukkha (Dukkha)
2. Kebenaran tentang sebab Dukkha (Dukkha
Samudaya)
3. Kebenaran tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha
Niroda)
4. Kebenaran tentang jalan berunsur 8 menuju
akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga)
Keyakinan dalam sudut pandang
Buddhis
Saddha merupakan salah satu dari lima hal yang
menghasilkan dua hal yang berbeda, yaitu menghasilkan hal yang benar atau hal
yang salah. Dengan kata lain sesuatu yang di terim berdasarkn saddha yang
nantinya bisa benar atau salah yang merupakan fakta atau sebaliknya. Maka dari
itu, tidak selayaknya bagi seorang bijaksana melestarikan atau menjaga
kebenaran untuk menyimpulkan secara pasti apa yang di terimanya melalui saddha
tersebut dengan mengatakan “Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah”,
hingga ia membuktikan kebenarannya dan berhak untuk menyatakan “Demikianlah
keyakinan saya”
Objek keyakinan dalam agama
Buddha ada tiga, yaitu:
1.
Buddha
2.
Dharma
3.
Sangha
Perlu diingat bahwa
keyakinan terhadap Buddha, Dharma maupun Sangha bukanlah keyakinan terhadap
bentuk objeknya, seperti patung, kitab suci, atau biksu. Namun, keyakinan yang
benar adalah keyakinan terhadap makna dibalik simbol tersebut, seperti keyakina
terhadap Buddha mewakili keyakinan terhadap seorang guru (Buddha) yang perlu
diteladani. Beliau mencontohkan bagaimana perilaku-perilaku yang baik (sila),
ucapan yang bermanfaat, pikiran yang positif. Keyakinan terhadap Dharma juga
bukanlah keyakinan buta terhadap ajaran yang tertulis dalam kitab suci.
Keyakinan terhadap Dharma adalah keyakinan terhadap ajaran Buddha yang
diwujudkan melalui praktik nyata dan langsung. Keyakinan terhadap Sangha
mewakili keyakinan terhadap kemampuan setiap orang untuk mencapai tahap
pencerahan seperti Buddha. Keyakinan terhadap Sangha juga mempunyai makna bahwa
kita perlu menyebarkan kebenaran kepada orang lain agar berada di dalam jalan
pelatihan spiritual.
Ciri-ciri Keyakinan Dalam Buddhis
Seperti yang telah
disebutkan, keyakinan dalam Agama Buddha mempunyai bentuk yang berbeda dengan
keyakinan dalam agama lain. Ada 2 ciri keyakinan dalam buddhis, yakni:
1.
Membuka pandangan meliputi
keterbukaan dan keingintahuan
2. Praktik meliputi ritual (puja) dan
pelaksanaan moralitas (sila) yang benar
Membuka pandangan adalah
ciri yang membedakan keyakinan dalam buddhis dengan yang lain. Umat Buddha
berkeyakinan dengan mendasarkan pikiran yang terbuka terhadap ajaran lain. Bila
tidak disertai dengan keterbukaan, keyakinan dalam Agama Buddha akan sama dengan
agama lain. Membuka pandangan dengan kebijaksanaa akan menghindari kefanatikan
umat Buddha. Keyakinan menghindari kebijaksanaan berkembang menjadi skeptisme
berlebihan yang bersumber dari ego. Jadi dalam keyakinan dibutuhkan suatu
pandangan benar yang sejalan dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Pandangan
benar yang akhirnya akan membuka wawasan kebijaksanaan yang murni dan tidak
ternoda yang akan membawa kepada pencerahan sejati.
Pratik adalah bentuk
keyakinan dalam buddhis. Praktik berdasar keyakinan dapat diwujudkan melalui
tindakan nyata. Bentuknya adalah implementasi ajaran Buddha dalam perbuatan,
ucapan dan pikiran yang benar. Moralitas dilaksanakan sebagai wujud keyakinan.
Selain itu, praktis keyakinan bisa diwujudkan melalui ritual (puja). Tentunya
ritual yang dilaksanakan dilakukan dengan pemahaman yang benar. Ritual dapat
meningkatkan keyakinan, namun jangan menjadi ikatan dan salah pengertian.
Ritual yang baik adalah perenungan terhadap perbuatan yang dilakukan selama ini
dan pengembangan pikiran penuh cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan.
Kesimpulan
Dari
rangkuman di atas, dapat di simpulkan bahwa keyakinan bukanlah sekedar melihat
orang atau suatu objek yang dipercaya yang memiliki kekuatan tertentu, lebih
dari itu pengalaman pribadi dan melihat sesuatu dengan pengamatan benar.
Sehingga kesimpulan yang sesuai dengan kenyataan adalah adanya di saat ini dan
mendatang yang berarti dengan melakukan perbuatan baik maka kita akan
mendapatkan keyakinan. Seperti membagikan kebahagiaan dengan cara berdana
kepada orang yang memerlukan, melaksanakan sila setiap saat, melatih kesabaran,
menjaga pikiran dengan cara bermeditasi, dan memiliki kebijaksanaan. Jika,
sseorang yang melakukan kesalahan atau menambah kekotoran batin, maka
keyakinannya semakin menurun dan melalukan sesuatu yang terburu buru dengan
hasil yang tidak sempurna dan tidak memuaskan.
Oleh:
Jennifer | Mahasiswi Universitas Internasional Batam (UIB)
Oleh:
Jennifer | Mahasiswi Universitas Internasional Batam (UIB)
No comments:
Post a Comment