Oleh:
Sāmaṇera Herman Vimalaseno
Mahasiswa
STAB Kertarajasa Batu
Yāni
karoti puriso Tāni attani passati
Perbuatan
apa yang dilakukan seseorang, itulah yang dilihatlah dalam dirinya.(27/294)
Seseorang
yang telah lahir menjadi manusia tentunya merupakan berkah yang terbaik, karena
dengan kelahiran ini kita mampu berkarya untuk diri sendiri dan bermanfaat bagi
masyarakat luas, terutama bagi mereka terlahir menjadi manusia yang sempurna
secara fisik dan mental (psikis) tanpa
cacat. Tentunya berkarya merupakan suatu potensi setiap individu manusia,
seseorang mampu melukis, berbicara di depan umum, beroganisasi, itu merupakan
karya yang baik, beda halnya berkarya menjadi pencopet, menjadi pejabat yang
korupsi untuk kepentingan diri sendiri, menjual NARKOBA.
Karya
yang berlandaskan pada istilah “SENI” ,yaitu sentuhan nurani seseorang pada alam,
tidak merugikan , mampu memberikan kesejukan, kedamaian dan keharmonisan orang
lain yang berada disekitarnya, maka seseorang telah memiliki jiwa “SENIMAN”,
yaitu sentuhan nurani yang beriman.
Kebahagiaan
merupakan idaman setiap orang, terkadang yang menjadi masalah mencari-cari
letak kebahagiaan, maka akan muncul konsep: “Dimana letak suatu kebahagiaan?”, tidak
sedikit manusia mencari kebahagiaan yang bersifat sementara, mencari
kebahagiaan di luar diri, dengan mengejar keinginan-keinginan, seperti contoh:
seseorang yang memiliki keinginan memiliki motor baru, setelah mendapatkan rasa
kebahagiaan, muncul, eksis, lenyap, muncul
keinginan merubah bentuknya (modifikasi), setelah itu bahagia muncul, eksis,
lenyap, dan muncul lagi keinginan menambahkan ini dan itu, tidak lama kemudian
akan bosan dan muncul keinginan lainnya, terus demikian. Dan di mana letak kebahagiaan
yang permanen, tidak berubah?
Kebahagiaan
yang dicari dalam kehidupan bermasyarkat terkadang menimbulkan konflik secara
jasmani dan batin, sehingga manusia dikatakan ternodai dengan perbuatannya
sendiri, apabila seseorang kasar, congkak, menghasut, menipu, licik, dan tidak
mau berbagi pada orang lain. Inilah yang membuat manusia ternoda, bukan karena
makanan. Kemarahan, kesombongan, keras kepala, keinginan jahat, licik, angkuh.
Berkelompok dengan mereka yang jahat. Inilah yang membuat manusia ternodai. Tak
membayar hutang, bergunjing, bersaksi dusta. Berbuat jahat seperti itu kepada
orang lainnya. Inilah yang membuat manusia ternodai.
Perbuatan
apa yang dilakukan seseorang, itulah yang dilihat dalam dirinya, karena pada
dasarnya setiap insan manusia memiliki Kamma-nya
masing-masing, secara pembagiannya adalah adanya akusala-kamma (perbuatan jahat) serta vipaka akusala kamma (hasil dari perbuatan tidak baik) dan kusala-kamma (perbutan baik), serta vipaka
kusala kamma (hasil dari perbuatan baik). Dari perbuatan itu juga bersekutu
dengan pikiran(citta), ucapan (vāccā), perbuatan jasmani (kāya).
Di
dalam Dhamma dijelaskan bahwa ada
empat kondisi yang sulit diperoleh guna mencapai Dhamma:
1.
Kiccho
manussa patilābho
adalah sangat sulit untuk menjadi
manusia
2.
Kicchaṁ
maccūna jāvitaṁ
adalah sangat sulit untuk
bertahan hidup
3.
Kiccaṁ
saddhammassavanaṁ
adalah sangat sulit untuk
mendengarkan dhamma mulia untuk merealisasikan jalan (magga) dan hasil (phala)
4.
Kiccho
buddhāna muppādo
adalah sangat sulit untuk berada
dalam Buddha Sāsanā.
(Dhammapada-gatha 182)
Kehidupan manusia yang sekarang anda
miliki ini sempurna sepenuhnya dengan adanya empat kondisi di atas. Sehingga
kehidupan manusia saat ini dapat dikondisikan untuk memasuki pencapaian
tingkatan-tingkatan kesucian, dimulai dari pemenang arus, tingkat yang menutup
pintu apāyā, sampai tingkat Ārahat, jika dana dipersembahkan, sīla dijalankan, meditasi dipraktikkan
dengan petunjuk yang benar, sehingga dari usaha demikian manusia telah menempuh
kehidupan yang luar biasa mulia.
Didalam Nakhasikha Sutta Sang Tathāgata
menjelaskan betapa sulitnya menjadi manusia dengan perumpamaan debu dikuku
kepada para Bhikkhu di Vihara
Jetavana di Savatthi, Buddha mengambil debu dan menempelkan di kukunya dan
meminta para Bhikkhu untuk merenung dan berpendapat tentang hal itu, dan
dibandingkan dengan debu di tanah. Buddha menerangkan bahwa debu dikuku Buddha
lebih sedikit yang bearti manusia yang kembali menjadi manusia setelah ia
mengalami kelahiran kembali sungguh sedikit, dibandingkan dengan debu ditanah,
manusia yang kembali untuk terlahir di Empat Alam Penderitaan (apāyā) lebih
banyak.
Untuk mendapatkan kehidupan anda
saat ini adalah sesulit yang telah Buddha sabdakan, apa yang bisa kita lakukan
saat ini?. Tentunya saat ini adalah saat yang tepat dan terbaik untuk berkarya
melakukan kebaikan dan merubah apa yang tidak baik dimasa lalu menjadi lebaih
baik dan berarti untuk masa depan. Masa lalu terkadang indah apabila itu baik
dan ingin selalu dikenang dan menderita apabila hal itu selalu dirindukan,
demikian pula hal yang tidak baik dimasa lalu berusaha untuk tidak ingin
dikenang dan ada unsur penolakan untuk hal itu, maka dikatakan juga
penderitaan.
Masa lalu kita jadikan sebagai
cermin kehidupan menuju arah perubahan dengan membuat sebuah jembatan impian,
hal itu bisa tercapai apabila pondasi jembatan itu kuat dan dibuat dengan
keuletan, kesabaran, rajin, jujur, dan semangat. Maka sesulit apapun hidup ini
akan selalu bearti, apabila kita melihat kenyataan hidup saat ini juga, tidak
larut dalam lamunan masa lalu dan khayalan masa depan.
Kehidupan bisa kita gambarkan
layaknya seorang seniman lukis, pada saat ia belajar pertama menggorekan
kuasnya pada selembar kanvas, maka akan terjadi kesalahan dalam melukis atau
ketidakserasian dalam warna, maka ia akan terus belajar untuk memperbaiki
kesalahan itu. Sebaliknya bagi seorang seniman lukis yang telah pandai, maka
goresan-goresan warna lukisan akan tampak indah, meskipun sewaktu saat ia salah
dalam memberi warna pada gambarnya itu, dia tidak akan kehabisan akal untuk
berkreasi menutupi kesalahannya dengan ketelitiannya, sehingga keindahan
lukisan itu terjaga dan tidak mengurangi nilai keidahan dan nilai jual lukisan
itu.
Layaknya kita harus seperti itu,
belajarlah dari kesalahan-kesalahan, karena kesalahan-kesalahan itulah yang
akan mengajarkan kita untuk menjadi benar, perbaikan tidak akan muncul tanpa
adanya suatu kesalahan. Kesalahan berakibat kegagalan merupakan kunci dari
sebuah kesuksesan. Sukses tidak harus menjadi orang kaya, orang memiliki
pangkat, orang memiliki kekuasaan, melainkan apabila anda telah mampu
menakhlukan musuh terbesar dalam diri anda, yaitu kebencian, keserakahan,
kebodohan batin, dengan cara memiliki dua kata kunci sukses yaitu: Hīri (malu untuk berbuat buruk), dan Ottapa (takut akan perbuatan buruk),
maka anda telah menjadi orang sukses dalam keteladanan hidup, serta akan
menjadi manusia mulia laksana karya yang telah diukir saat ini, dan membuahkan
hasil kesuksesan impian dikehidupan selanjutnya.
Refrensi:
Guttadhammo.
2011. Inspirasi Kehidupan 1. Temanggung
Kundalābhivamsa. 2007. Kehidupan Mulia Ini (This Noble Life). Vihara Padumuttara.
Tangerang
Kaharuddin, Jinaratana. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma (Pāḷi-Sansekerta-
Indonesia).Tri
Sattva Buddhist Centre. Jakarta Barat
Yoshiko. 2012.
Kamus Praktis Ilmiah. Yoshiko Publisher. Surabaya
No comments:
Post a Comment