Saturday, March 24, 2012

Asal Usul Hari Raya Kathina

Asal Usul Hari KathinaOleh: Yang Mulia Bhikkhu Dhammavicaro Dalam menyambut masa Kathina yang berlangsung selama satu bulan --dari tanggal 27 Oktober s/d 25 November 1996--, ada baiknya kita mengingat dan menelusuri kembali sejarah Kathina. Bagi umat Buddha, masa Kathina erat kaitannya dengan berdana kepada Sangha. Masa Kathina selalu disambut umat Buddha dengan begitu meriah, ini dapat dilihat dari semangat umat Buddha memperingati Kathina dengna berbondong-bondong datang ke Vihara. Mereka dengan perasaan bahagia, dan penuh ketulusan hati melakukan persembahan kepada Sangha.Peristiwa ini sudah berlangsung beribu-ribu tahun lamanya dan menarik sekali apabila kita telusuri bagaimana sesungguhnya Kathina sampai ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama?Sejarah mencatat bahwa setelah meraih Pencerahan Agung, Sang Buddha melakukan perjalanan ke Taman Rusa Isipatana, di dekat Benares. Beliau membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacakkapavatana Sutta kepada lima orang pertapa yang pernah menjadi sahabatNya? Kondana, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji. Setelah menguraikan khotbah pertama, Sang Buddha tetap tinggal disana. Beliau bertemu dengan Yasa -- anak seorang pedagang kaya raya di Benares -- dan memberikan wejangan Dhamma kepadanya. Disamping itu, Sang Buddha juga membabarkan

Asal Usul Bumi Dan Manusia Menurut Agama Buddha


Asal Usul Bumi Dan Manusia Menurut Agama Buddha
Oleh: Corneles Wowor, M.A 



Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Pada waktu itu (bumi kita ini) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada, ..... laki-laki maupun wanita belum ada. Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai mahluk-mahluk saja.

Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian Vasettha, di antara mahluk-mahluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata : 'O apakah ini? Dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Mahluk-mahluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari ..... mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mahluk-mahluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak ..... siang dan malam ..... terjadi.

Bergaul Dengan Orang Bijak

Dikisahkan pada suatu waktu, ada sejumlah besar pedagang yang sedang berlayar ke samudera dengan sebuah kapal. Ditengah perjalanan, kapal mereka diterjang badai dengan amat dahsyatnya sehingga mengalami kerusakan berat. Bagian dasar kapal bocor dan air sudah mulai masuk ke dalam. Diancam bahaya seperti ini mereka menjadi sangat cemas dan ketakutan.

Masing-masing mencoba mengatasi kejadian yang menegangkan itu dengan cara sendiri-sendiri. Ada yang menangis meraung-raung meratapi 'nasib' yang sedang menimpa diri mereka.

Ada juga yang dengan gencar menyebut mantra atau aji-aji yang dipercaya dapat menangkal badai. Ada pula yang sambil berkomat-kamit mengeluarkan segala jinat, 'hu' atay pusaka yang selama ini selalu dibawa-bawa kemana pun mereka pergi. Mereka percaya benda-benda itu mampu melindungi diri mereka dari segala macam bahaya. Selain itu ada pula yang sembari menjanjikan kaul bersujud memohon ampun kepada dewa badai supaya tidak murka dan berhenti meniupkan badai. Adapula yang menengadahkan kedua telapak tanggannya ke langit, mencoba memelas kepada Sang Pencipta sekaligus pencabut nyawa bagi umat manusia. Mereka mencoba memelas dengan memperlihatkan ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, kebaktian dan ketakwaan kepadanya supaya hari kematiannya diperpanjang lagi.

Hari Raya Magha Puja


Di antara banyaknya umat Buddha di Indonesia, terdapat sebagaian umat Buddha yang masih belum mengerti tentang sebagian peringatan peristiwa penting dan bersejarah agama Buddha pada jaman Sang Buddha Gotama, yang patut diketahui oleh umat Buddha pada umumnya. Terdapat 4 (empat) peringatan agama Buddha setiap tahun secara berurutan, yaitu Waisak, Asadha, Kathina, dan Magha Puja. Nama-nama peringatan tersebut diambil dari nama penanggalan bulan buddhis pada jaman Sang Buddha Gautama. Peringatan-peringatan peristiwa penting dan bersejarah tersebut semuanya terjadi di saat bulan purnama sempurna (siddhi) sebagai ciri khasnya.

Magha Puja merupakan salah satu peringatan agama Buddha yang kurang diketahui oleh sebagian umat Buddha di Indonesia. Magha Puja merupakan peristiwa penting dan bersejarah bagi Agama Buddha yang terjadi di bulan Magha atau dapat dijumpai pada bulan Februari. Anggapan semen-tara umat Buddha menekankan bahwa hari peringatan hari Magha Puja bertepatan dengan 15 hari setelah tahun baru Imlek (Cap Go). Demikian jika 15 hari setelah 15 hari setelah tahun imlek maka pada malam harinya terlihat bulan sedang purnama. Tetapi jika diteliti dalam penanggalan hari, bulan, dan tahun buddhis maka yang sebenarnya peringatan hari Magha Puja tepat 1 (satu) hari sebelum Cap Go, yang berarti bahwa pada saat itu bulan purnama siddhi.

Inspirasi Kue Bulan / Tiong Cu Pia

Kue bulan atau kue tiong ciu pia adalah penganan tradisional
Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam dialek Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia.
Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan
kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman,
bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.
Setiap tanggal 15 bulan ke-8 , penanggalan Cina, masyarakat Cina
merayakan upacara bulan purnama yang disebut Zhong Qiu Jie. Saat itu bulan akan bulat penuh dan bersinar terang. Nah, di waktu ini pulalah masyarakat Cina yang masih memegang tradisi, mengadakan sembahyang Tiong Ciu Phia. Sesuai dengan namanya persembahan yang digunakan saat upacara sembahyangan itu adalah kue tiong ciu phia. Masyarakat kita lebih mengenalnya sebagai kue bulan.

Sembahyang yang menurut penanggalan internasional bakal jatuh 15
september itu, ditujukan kepada para dewa dewi, terutama Dewi Bulan.
Ada beberapa legenda yang melatar-belakangi mengapa Sang Dewi Bulan harus mendapat persembahan kue khusus ini.

Friday, March 23, 2012

Dunia Memerlukan Cinta Kasih


Dunia Memerlukan Cinta Kasih
Oleh: Yang Mulia Sri Pannavaro Thera

     Sang Buddha telah meninggalkan kita 2533 tahun yang lalu, Namun, sepanjang masa kita tetap ditantang dalam perjuangan kehidupan. Perjuangan kehidupan itu tidak pernah berhenti dan tidak akan berhenti. Pelajar berjuang dalam dunia pendidikan. Karyawan berjuang dalam menyempurnakan tugasnya. Pedagang berjuang dalam usahanya. Seniman, sarjana, rohaniawan, para pengemban tugas negara, semuanya berjuang untuk mencapai puncak tujuan. Dalam perjuangan itulah kita menghadapi tantangan-tantangan, persoalan, dan kesulitan. Tantangan kehidupan ini seringkali menggoncangkan semangat kita. Kadang-kadang di antara kita ada yang merasa seperti tidak mampu lagi berjalan untuk maju. Ditinggalkannya perjuangan untuk mencapai cita-citanya itu. Kemudian mereka hidup tanpa tujuan dan tanpa semangat lagi.

        Tiap-tiap tahun peringatan suci Waisak mengajak kita untuk meresapkan kembali pesan-pesan keramat Sang Buddha. Karena di tengah-tengah perjuangan menghadapi persoalan kehidupan, persoalan yang harus kita akui, persoalan yang tidak boleh kita tutup-tutupi itu acapkali pikiran kita menyesal dan menuntut, "Seandainya Sang Buddha masih di tengah-tengah kita, tentu Beliau menjadi tenpat bertanya, menjadi penghibur, dan sumber semangat bagi kita. Namun sekarang Sang Buddha sudah tiada, masih mungkinkan kita bertemu lagi dengan Beliau?" Dalam Maha Parinibbana Sutta, sutta yang mencatat pesan-pesan terakhir Sang Buddha saat menjelang Parinibbana (wafat); Beliau pernah berpesan, "Dhamma dan Vinaya yang telah Kuajarkan, itulah yang akan menjadi gurumu kelak setelah Aku tiada lagi".

Sejarah Agama Buddha Masuk ke Indonesia


    Untuk mengetahui awal masuknya Buddhisme (Agama Buddha) ke Indonesia, kita memerlukan sumber yang mengacu pada peninggalan-peninggalan masa lampau. Peningggalan-peninggalan masa lalu tersebut terdiri dari prasasti-prasasti yang ditemukan dan berita-berita luar negeri, yaitu dari orang-orang China yang mengunjungi Indonesia. Prasasti yang berasal dari abad kelima hingga ketujuh tidak terlalu banyak memberikan informasi. Prasasti itu berasal dari Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Dari prasasti itu kita hanya mengetahui bahwa pada waktu itu ada raja-raja yang memiliki nama yang berbau India, seperti Mulawarman di Kutai dan Purnawarman di Jawa Barat. Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa raja tersebut berasal dari India. Yang paling mungkin adalah raja-raja tersebut adalah orang Indonesia asli yang sudah memeluk agama yang datang dari India.

    Selanjutnya prasasti tersebut menunjukan bahwa agama yang dipeluk adalah Hinduisme (bukan Buddhisme). Tetapi dari penemuan patung-patung Buddha di beberapa bagian di Indonesia, jelaslah dapat disimpulkan bahwa Buddhisme juga sudah memasuki Indonesia, walaupun mungkin belum begitu meluas.

Thursday, March 22, 2012

PENYEMBAH BERHALA, APAKAH TOLAK UKURNYA?

           Ketika saya bertemu dengan doktor pribadi saya, beliau bertanya tentang kegiatan religius saya.  Dan ketika beliau telah mengetahui merek religius saya, ia menanggapi bahwa saya adalah pemuja batu dan saya disarankan untuk memiliki pegangan hidup agar di hari kiamat yang telah dekat, saya dapat tertolong sehingga dapat terlahir di surga abadi. Lalu saya bertanya mengapa saya disebut pemuja batu? Jawabnya, saya menyembah patung,  pemuja berhala.  Ketika saya bertanya balik, apakah benar saya menyembah patung, beliau mengatakan ya, karena menurutnya, saya menghormat dan memohon-mohon rejeki, keselamatan, nama baik, keberhasilan dan sebagainya kepada patung yang terbuat dari batu dan tak ada bedanya dengan animisme, penyembah batu, religius berhala. Kemudian saya berkata: “Pernyataan dokter seolah-olah menunjukkan bahwa perihal pikiran saya, sepertinya dokter lebih tahu dari pikiran saya sendiri, darimanakah dokter mengetahui bahwa saya menghormat dan memohon-mohon kepada patung, apakah dokter dapat membaca pikiran saya, tolong dokter memberikan petunjuk bagi saya.” Maka iapun menjawab bahwa kebanyakan, orang yang bertingkah laku di depan patung adalah demikian, sehingga diambil kesimpulan bahwa itu menyembah dan memohon kepada patung.

Wednesday, March 21, 2012

Mitos dan Tradisi dalam Agama Buddha


Mitos dan Tradisi dalam Agama Buddha
Menurut Sudut Pandang Tantrayana

Oleh: Y.M. Lama Yeshe Dorje

Minggu kedua bulan Juni ini ruang altar agaknya dipenuhi umat Buddha yang mendengarkan dhammadesana pada saat kebaktian umum tanggal 13 Juni 1999. Jika Anda kebetulan menyimak pembabaran dhamma oleh Lama Yeshe Dorje mengenai beberapa mitos atau tradisi yang masih dianut oleh sebagian umat Buddha pasti Anda telah memahaminya , tapi bagi Anda yang melewatkan kesempatan ini jangan kecewa, karena BVD kembali me-resume dhammadesana saat itu. Dengan mendengarkan uraian Dharma ini, diharapkan dapat mengetahui asal mula dan sebab dilakukannya tradisi tersebut sehingga umat Buddha dengan berpikir dan membuktikannya sendiri akan dapat menghapus tradisi-tradisi yang kurang benar. Topik yang dibahas, di antaranya adalah:
1. Altar dan keberuntungan.

KLONING ditinjau AGAMA BUDDHA



oleh : Dr.Arya Tjahjadi,DSA

Awal bulan Maret 1997 lalu, dunia kembali dihangatkan oleh isyu kloning. Malah, tak berlebihan bila dikatakan isyu ini menggegerkan dunia. Betapa tidak, bila kloning (pada manusia) kelak berhasil dilaksanakan maka seluruh peradaban manusia akan berubah secara sangat dramatis. Bagaimana pandangan agama Buddha?.

MENGAPA GEGER?
Usaha kloning sebenarnya bukan usaha baru. Sejak bertahun-tahun para sarjana terus meneliti kemungkinan membuat satu individu baru tanpa harus mempertemukan unsur jantan (spermatozoa) dengan unsur betina (ovum). Masing-masing sarjana di beberapa institut riset mengembangkan metodanya masing-masing. Masing-masing dengan "sepotong" keberhasilan yang kemudian mengilhami penelitian lainnya lagi. Dalam penelitiannya, sarjana Ian Wilmut dari Roslin Institute di Edinburgh - Inggeris, menggunakan tiga ekor domba betina. Domba pertama digunakan DNA-nya, yang diambil dari satu sel ambing-nya (kelenjar susu); domba kedua digunakan sel telur-nya (ovum), setelah membuang DNA-nya terlebih dahulu. Sel berisi DNA (dari domba pertama) lalu didekatkan dengan ovum tanpa DNA (dari domba kedua) seperti dua busa sabun yang ditempelkan satu sama lain. Dengan kejutan listrik (yang mirip dengan kejutan listrik yang terjadi pada pembuahan alami) sel ovum ini ternyata menerima DNA dari domba pertama. Ternyata lagi, ovum yang sudah "dibuahi" ini berkemampuan membelah diri berkembang menjadi emrio. Lalu terakhir, embrio ini dimasukkan ke kandungan domba yang ke tiga. Setelah sekian bulan, lahirlah "Dolly" - mammalia pertama yang dilahirkan tanpa ayah

Fanatik

Fanatik

"Wah elu belum tahu yah, si Tik-tok itu orangnya fanatik berat deh! Kayaknya dianya yang paling benar aja. Gaya bicarannya seperti orang suci aja. Bosen deh".

Apakah Anda sebagai seorang aktivis Buddhis pernah mendengar ocehan semacam itu? Atau anda yang sering dituduh begitu? Hal ini tak jarang anda jumpai bila Anda sering berkomunikasi dengan orang lain. Lantas apakah Anda akan mundur, menarik langkah-langkah Anda yang telah tertapak. menyerah karena kritikan-kritikan dan baru mau jalan bila mendapat berbagai pujian?

Sang Buddha bersadha pada pemula Atula, "Ini pepatah kuno O Atulaw! Bukan hanya sekarang; mereka mencela orang yang duduk diam, pun mencela orang yang banyak bicara. Mereka juga mencela orang yang sedikit bicara. Tiada seorang pun yang tidak dicela".

Dengan demikian kita tak perlu dengar pada kritikan. Kita dapat mengambil manfaat dari kritikan-kritikan dengan berpikir secara bijaksana, mengambil masukan yang memang baik dan benar. Tidak semua kritikan itu buruk.

Kemanisan adalah penyakit. Kepahitan adalah obat. Sanjungan bagaikan manisan. Jika berlebihan dapat mendatangkan sakit. Kritikan bagaikan pil pahit. Bagai alat suntik yang menyakitkan. Tapi terkadang dapat menyembuhkan.

AGAMA BUDDHA DI SRILANKA


 AGAMA BUDDHA DI SRILANKA
            Diawali pada akhir abad 18 dan sampai sekarang ini para sarjana melakukan studi mengenai raja Asoka dan melakukan penelitian yang bertujuan untuk membaca dan membuat inter prestasi yang pertama kali pada tahun 1837 prince menerbitkan buku yang berisi salah satu prasasti pilar delhi tapra.
             Prasasti  dari Kandahar yang memilki dua versi bahasa yaitu bahasa Yunani dan bahasa Aramik yang memberikan gambaran pada kita bahwa kekuasaan Asoka mencapai  wilayah barat .Ada dua kegiatan yang di lakukan Asoka yaitu kegiatan dalam bidang agama yang menyangkut kegiatan sosial dan kegiatan mengendalikan kerajaan yang luas dengan sistem “ isentralisasi “ pada wilayah yang di pimpin oleh seorang Kumara ( Arya putra )
Perkembangan Agama Buddha ke Sri lanka diawali dengan pemerintahan Raja  Asoka diIndia pada abad ke 3 SM.Masuknya Agama Buddha ke Sri Lanka diawali dengan hubungan persahabatan antara Raja Asoka dengan Raja Devanampiya Tissa dari Sri Lanka,hubungan semula bersifat politis, lama kelamaan berkembang menjadi hubungan keagamaan.Berdasarkan sumber Literatur dan Arkelogi, secara resmi masuknya Agama Buddha ke Sri Lanka dimulai dengan datangnya sekelompok Bhikkhu yang dipimpin oleh Bhikkhu Mahinda yang merupakan putra Raja Asoka.

SEJARAH TIPITAKA


KITAB SUCI TIPITAKA

Tipitaka adalah tiga keranjang atau tiga kelompok ajaran dari Sang Buddha, yaitu:
Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka dan Abhidhamma Pitaka. Sejarah Tipitaka tidak dapat lepas dari konsili.

Sejarah konsili.
Setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana, bhikkhu Subhadda dan beberapa bhikkhu yang lain merasa bebas untuk berbuat apa saja yang mereka kehendaki, karena mereka merasa tidak ada lagi orang yang akan menegur atau melarangnya bila mereka melakukan pelanggaran vinaya. Melihat keadaan ini maka Arahat Maha Kassapa merasa perlu mengumpulkan Dhamma demi keamanan, keutuhan dan kemurnian Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisihan di kemudian hari dintara para pengikutnya. Kemudian Arahat Maha Kassapa atas bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, memilih dan mengundang 499 Arahat untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha dalam suatu konsili.

PAŢICCASAMUPPĀDA


PAŢICCASAMUPPĀDA
Fenomena Hidup dan Kehidupan
Sebab Musabab yang Saling Bergantungan

Paţiccasamuppāda (sebab-musabab yang saling bergantungan) memiliki dua interpretasi utama: satu format adalah sebagai proses yang berlangsung dari kehidupan satu ke kehidupan lain, sedangkan format yang lain  merupakan sebuah proses segera yang muncul di dalam saat-saat kesadaran.
Rumusan prinsip umum Paţiccasamuppāda adalah sebagai berikut:
Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
Dengan adanya ini, maka ada-lah itu
Dengan padamnya ini, maka padamlah itu
Dengan tidak adanya ini, maka itupun tidak ada
(Samyutta Nikaya II:28:65, Sutta Pitaka)
Rumusan sederhana di atas mengandung makna yang dalam, karena rumusan di atas, kata ‘timbul’ tidak sama dengan kata ‘ada’, dan kata ‘padam’ tidak sama dengan kata ‘tidak ada’, maka rumusan tersebut tidak mencerminkan kaidah Paţiccasamuppāda secara tepat.
Demikian dalamnya hakekat hidup dan kehidupan yang diuraikan tersebut, sehingga di dalam satu Sutta, Sang Buddha menyatakan bahwa ia yang melihat Paţiccasamuppāda, melihat Dhamma dan ia yang melihat Dhamma, melihat Paţiccasamuppāda.